NYALANYALI.COM, Kisah – Putriku, Aurora…
Hari pahlawan, dua tahun lalu itu kami tetapkan sebagai hari kelahiranmu. Tentu saja bisa ayah dan ibumu pastikan, karena sesar memungkinkannya.
Selasa, 10 November 2015, pukul 10.00. Masih lekat dalam ingatanku, hari yang sangat kami tunggu. Kau lahir, cahaya hati kami. Aurora, kami menamaimu, supaya cahaya indahmu berpendar ke mana-mana sepanjang waktu.
Hari bahagia itu sekaligus hari yang mengejutkan bagi kami, dokter menyampaikan ubun-ubun kepalamu sudah tertutup. Normal bayi, 6-20 bulan baru tertutup.
Dokter menyebutkan sebuah “nama” yang sulit semula kucerna. Craniosynostosis. Ini kondisi kelainan di tulang tengkorak yang menyebabkan bentuk kepala bayi tidak normal atau tidak proporsional. Itu bisa menyebabkan sakit kepala berkepanjangan, gangguan penglihatan, serta masalah psikologis di kemudian hari. Begitu dokter, menjelaskan.
Tak hanya itu, ukuran rumah siput di gendang telingamu sangat kecil, pendengaran pun belum berfungsi. Tak cukup itu juga, Aurora mengalami Brain Atrophy, hilangnya sel dan jaringan otak, ini yang menyebabkan ukuran otak menciut dan jauh mengecil daripada ukuran aslinya.
Tak Cuma itu, Microcephaly, kondisi neurologis di mana kepala bayi lebih kecil dari ukuran kepala anak anak lainnya pun harus dihadapi Aurora. Begitu pula dengan cerebral palsy dan Dandy Walker.
Satu tahun usiamu hanya 5 kilogram saja beratmu. Gizi buruk begitu mereka menyebutnya. Hanya mau minum ASI langsung, berat badanmu tak berkembang. Dokter kemudian memasang NGTube (selang), agar susu bisa langsung masuk ke lambung.
Putriku, Aurora…
Teriris perih hati ibumu ini, melihat selang yang terpasang dihidungmu. Melihat kau menangis. Sakit, itu pasti yang kau rasakan. Apa yang bisa kulakukan buatmu? Katakanlah, aku bersedia menanggung sakitmu, jika ada obat di ujung dunia pun akan kucari, agar kau tak sakit lagi. Jika ada dokter dan tabib terbaik di puncak angkasa, kami akan tempuh jalan terjal itu agak bisa menyembuhkanmu.
Aku dan Aldy, ayahmu. Berlari-lari mencari second opinion ke beberapa dokter lainnya. Ku-browsing segala hal “nama-nama” asing yang disebutkan dokter-dokter itu. Dan, memang itulah yang terjadi padamu.
Mengapa semua itu terjadi pada puteri cantikku? Auroraku?
Tuhan menyayangi kami, untuk itu kami diuji. Dititipkannya anak cantik ini dalam hidup kami. Diberikannya kami kesabaran, dilimpahkannya kepada kami senyum bidadarimu setiap hari. Auroraku, anak yang spesial itu adalah engkau.
Semoga kau tak lelah dengan fisioterapi rutin itu, juga dari satu dokter ke dokter lainnya. Senyummu setiap kali memudarkan patah harapan, senyummu setiap saat memberikan keyakinan, satu hari kau akan bicara dan menyebut namamu, Aurora, dengan lantang dan tawa mengembang.
Segala upaya kami lakukan buatmu, Nak. Karena engkau cahaya bagi kami. Auroraku, berpendar terang kami jaga selamanya. Tuhan, tahu itu.
***
Amihku, Monda…
Jangan bersedih Amih.
Aku, Auroramu . Maafkan aku jika tak sempurna. Beginilah aku ditakdirkan. Bukan mauku pula menyusahkan Amih dan Poppa sepanjang waktu. Tak kuinginkan sungguh, satu air matamu menitik karenaku.
Menjagaku dari malam ke malam kembali. Dalam candamu ada cemasmu, dalam tawamu ada risaumu pula. Kurasakan itu, karena sayangmu tak berbatas, semua karena aku.
Amih, aku Auroramu.
Dalam keterbatasanku, pandanglah aku. Dalam bening bola mataku, yang tergambar hanya wajahmu. Aku belum bisa persembahkan apa-apa untukmu, Amih. Lihatlah senyumku, itu tulus kuberikan untukmu. Hanya untukmu.
Aku Auroramu, Amih.
Aku ingin menjadi kebanggaanmu, ketika dewasa nanti, aku ingin menyeka lelahmu dan mengganti air matamu yang tumpah ini hari. Aku ingin selalu menemanimu.
***
Monda dan Aurora…
Kidung kehidupan penuh cinta. Tak bersekat, tidak berselubung tirai. Tak berdinding, tidak pula berpaling.
Ibu dan anak saling terikat dalam jalinan hidup, sepanjang hayat. Saling mengulam senyum dan kuat memperkuat, agar hati tak rapuh, supaya tidak pula jatuh semangat. Membuhul keduanya, suka dan duka nyata berbagi.
S. DIAN ANDRYANTO
Buku #sayabelajarhidup ke-8: Nyala Nyali (2018)