WGM Irene Kharisma Sukandar (02): Tabungan Dari Catur, Saya Kembalikan ke Catur

NYALANYALI.COMPenghargaan yang diterima Irene Kharisma Sukandar terus datang bertubi-tubi sepanjang kariernya sebagai atlet. Pada 2008, ia meraih penghargaan “The Most Outstanding Woman” dari Menteri Pemberdayaan Perempuan Meutia Hatt. Di tahun itu pula, Irene mendapat penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai Wanita Pertama Indonesia yang meraih Norma Grand Master Wanita.

Penghargaan “Insan Olahraga Terbaik” dari Taruna Merah Putih ia dapatkan pada 2009, juga Atlet Terpopuler dari TELKOMSEL, serta terpilih sebagai “Atlet Putri Terbaik Indonesia” dari Tabloid BOLA. Irene menjadi saah seorang berpredikat 10 Most Inspiring Women versi Forbes Magazine pada 2018.

“Saya terlalu mencintai permainan (catur) ini,” kata gadis yang memiliki prinsip hidup: Dalam segala hal diperlukan adanya ketekunan untuk sukses.

Terbukti, ketekunannya mengantarkan ia menjadi juara 1 Moscow Open, Rusia (2015), juara 1 Wanita antar universitas se-benua Amerika di Pan Ams Intercollegiate (2015), juara 1 di Continental Class Championships, Virginia, Amerika Serikat (2016), juara 1 di Mid-America Open, St. Louis, Amerika Serikat (2017), medali perak di Asian Indoor Games, Ashgabat, Turkmenistan (2017) dan juara 1 di Hjorth Memorial Open di Melbourne, Australia (2018).

Irene ingat benar, kejuaran besar yang pertama ia ikuti yaitu di Sirkuit Catur Nasional kelompok putri di bawah 14 tahun.” Waktu itu, saya masih berumur  sembilan tahun. Di sinilah Bapak Eka Putra Wirya mulai melirik saya untuk dijadikan anak bimbingnya, karena hanya dalam waktu dua tahun saya dikursuskan oleh orang tua saya di Sekolah Catur Utut Adianto, namun sudah mempunyai kemajuan pesat,” katanya.

Berikut lanjutan wawancara Urry Kartopati dari Redaksi NyalaNyali.com dengan Woman Grand Master (WGM) dan International Master (IM) lulusan Magister (S2) Hubungan Internasional di Webster University, St. Louis, Amerika Serikat, ini:

Sejauh ini, siapa lawan terberat yang pernah dihadapi?

GM Aronian Levon dan GM Maxime Vachier Lagrave. Berkesan sekali karena mereka adalah pemain top dunia dan di dalam urutan lima besar dunia. Dua partai melawan mereka terjadi di babak pertama Gibraltar Open 2019 and 2020.

Suka duka sebagai pecatur?

Sukanya, saya banyak bepergian ke luar negeri dan mempelajari hal baru. Seperti yang saya katakana sebelumnya, catur menjadi jembatan kesempatan saya. Nah, dukanya, kadang saya harus berpisah dengan keluarga dalam jangka waktu yang lama, namun seiring berjalannya waktu saya menjadi terbiasa.

Anda kerap bertanding ke luar negeri, bahkan dengan biaya sendiri, bagaimana itu bisa terjadi? Apakah sebaiknya pecatur lain melakukan Langkah seperti Anda?

Saya percaya bahwa investasi kepada diri sendiri adalah investasi yang utama, itulah yang saya lakukan. Tabungan yang saya dapat di catur, saya kembalikan lagi ke catur. Dari segi finansial mungkin terlihat impas, tapi dari segi kesempatan hal itu sangatlah tak ternilai.

Semua pengalaman, koneksi dan pengetahuan-pengetahuan yang saya dapat dalam tiap-tiap perjalanan tidak bisa diukur dengan uang. Dalam hal ini saya tidak bisa mewakili tentang pecatur lainnya karena situasi tiap-tiap orang adalah unik dan tidak bisa disama ratakan.

Negara mana yang pernah Anda singgahi itu yang paling berkesan?

Ada beberapa negara yang sangat berkesan, contohnya Islandia, Swiss dan Selandia Baru. Saya sangat menyenangi alam dan tiap kali berkunjung ke negara tersebut, saya akan menyempatkan diri untuk menikmati alam mereka yang berbeda dengan Indonesia.

Apakah pertandingan catur di Indonesia sampai saat ini mencukupi?

Untuk tingkat nasional mungkin cukup walaupun selalu ada ruang untuk maju. Turnamen-turnamen yang ada di Indonesia lebih mengedepankan promosi dalam berbagai hal, ini cocok untuk mereka yang memang dapur-nya adalah dari hadiah-hadiah turnamen.

Tapi, bagi saya dan pemain lainnya di tim nasional, kami butuh mutu yang lebih tinggi dari segi kualitas para pemain dan hadiah. Hal ini lebih sering kami dapatkan dari turnamen di luar negeri.

Banyak yang bertanya, apakah profesi sebagai atlet catur bisa menjanjikan secara finansial?

Tentunya bisa, tapi memang harus pandai mengatur diri baik dari segi finansial dan investasi SDM diri sendiri. Juga cukup penting untuk tidak hanya mengandalkan catur, perlu adanya keterampilan dari hal lainnya juga agar dapat menunjang kehidupan yang nyaman.

Dalam berbagai event olahraga sepertinya catur tidak terlalu ditonjolkan, padahal kerap menyumbangkan medali.

Karena catur bukanlah olahraga yang populer untuk menghibur penonton. Untuk benar-benar terhibur oleh catur diperlukan pemahaman yang kompleks tentang aturan-aturan bermain dan strategi. Dan itu hal yang jarang orang bisa mengerti dalam sekejap. Beda halnya dengan olahraga lain yang orang awam pun akan mengerti seketika jika dijelaskan cara mainnya, contohnya sepakbola atau tenis meja.

Apa target Anda dalam waktu dekat ini?

Sebelum terjadinya pandemi, saya sudah berencana untuk melanjutkan tur-tur turnamen dan pelatihan saya di Eropa untuk mendekatkan saya ke target saya mendapatkan gelar Grandmaster putra. Karena sekarang tidak bisa kemana-mana, saya coba menjalankan hal itu dirumah dengan online, tentu berbeda dan kurang pas seperti layaknya, namun harus saya lakukan.

Siapakah tokoh panutan Anda? Mengapa?

Terlalu banyak yang saya jadikan panutan, tapi dalam dunia olahraga saya menyukai Roger Federer. Dia adalah ikon sukses olahragawan dalam berbagai sisi. Mulai dari prestasinya sendiri, bisnis dan promosi, juga keluarga.

BACA
Wawancara WGM Irene Kharisma Sukandar (01):  Saya Terlalu Mencintai Permainan Ini

Bagikan :

Advertisement