NYALANYALI.COM – Nyaris sembilan bulan pandemi Covid-19 mendera negeri ini. Beberapa kali pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan transisi pun dilakukan pemerintah pusat dan daerah.
“Kantor saya mulai WFH (work from home) di bulan April. Sekarang sih sudah masuk, tapi hanya untuk departemen tertentu saja, sedangkan sisanya masih WFH,” kata Nikitamara, Digital Marketing PT Honda Prospect Motor (HPM).
Perempuan kelahiran Jakarta 11 September 1994 ini mengatakan, “Jujur saja, saya sebenarnya lebih suka kerja di kantor daripada di rumah. Kaau dirumah rasanya kurang produktif, ada saja godaan untuk rebahan ha-ha,” kata gadis yang meniti karier sebagai Mortgage Sales Specialist Permata Bank, kemudian Public Relations di PT HPM ini. “Kalau di kantor, koordinasinya jadi lebih cepat, kalau butuh sesuatu bisa samperin orangnya langsung,” kata dia.
“Selain itu, yang paling penting buat saya adalah melihat mood atasan. Kalau di kantor, sebelum saya mau mempresentasikan sesuatu, saya bisa lihat dulu kira-kira atasan saya mood-nya lagi bagus atau nggak. Beda kalau di rumah, saya nggak tahu suasana hatinya lagi oke atau nggak, jadi kemungkinan ide saya diterima jadi lebih sulit, ha-ha-ha,” kata dia, sembari tertawa.
Nikitamara menyampaikan kepada Redaksi NyalaNyali.com, tentang berbagai hal mengenai keadaan terkait pandemi Covid-19 termasuk efek bagi generasi milenial sepertinya. Berikut petikannya:
Sebagai salah seorang generasi milenial, apakah merasakan dampak akibat pandemic ini?
Pastinya, karena ngga bisa nongkrong diluar, ketemu teman jadi susah. Walaupun masih bisa ketemuan di rumah dan pakai masker, tapi kegiatan itupun jarang. Apalagi buat yang single kayak saya, makin susah saja ketemu orang baru, suram deh kisah percintaan ha-ha-ha.
Lalu, apa yang dilakukan selama pandemi ini?
Karena banyak waktu luang dan saya bete di rumah gak ngapa-ngapain, akhirnya saya coba explore beberapa keahlian baru.
Dulu, waktu kuliah ada banyak hal yang mau saya coba. Pengen ikut banyak kursus dan kegiatan, tapi terkendala biaya ha-ha. Pas sudah kerja, saya sudah mampu secara finansial, tapi nggak punya banyak waktu untuk ikut kursus. Makanya, waktu pandemi ini pas banget lah buat saya fokus ke hobi saya.
Apakah mengikuti kelas-kelas tertentu untuk hobi maupun manambah kompetensi dengan webinar selama pandemi ini?
Di masa pandemi ini saya banyak beli alat masak baru dan belajar masak. Lucunya, padahal dulu saya merasa payah banget untuk urusan dapur, dulu mikirnya masak itu bahannya banyak dan ribet, mending beli jadi. Tapi lama-lama saya mikir juga, masa udah umur segini belum bisa masak, gimana nanti kalo udah berkeluarga ha-ha.
Akhirnya, setelah belajar lewat YouTube, ternyata memasak nggak sesulit yang saya pikirin. Emang sih, awalnya saya bingung karena nggak kenal sama bahan-bahan. Ngebedain lengkuas, jahe dan kunyit saja susah ha-ha, tapi setelah dijalani ternyata gampang, sebenarnya bahannya itu-itu saja. Positifnya, Ibu saya yang awalnya juga jarang masak pun sekarang jadi masak tiap hari, mungkin terpengaruh sama saya ha-ha.
Selain masak, saya juga ambil kelas desain grafis yang bisa diikuti secara online. Kebetulan saya memang hobi gambar, dulu sering bikin komik buat majalah sekolah, tapi digambar manual karena belum nguasain software-nya. Jadi sekarang sih masih belajar, siapa tahu nanti bisa jadi profesi sampingan sebagai illustrator he-he.
Kondisi pandemi Covid-19 ini akhirnya bisa membuatmu mengeksplorasi kemampuan lain karena ada waktu luang ya?
Benar. Kalau buat saya pribadi, bisa dibilang “blessing in disguise”. Memang, pandemi membatasi aktivitas saya di luar rumah, tapi masa-masa ini juga membuat saya punya lebih banyak waktu luang untuk memperdalam bakat atau menguasai skill lain yang saya butuhkan.
Kayaknya, hal serupa juga terjadi kepada teman-teman saya. Pandemi ini bikin saya tahu bakat terpendam mereka. Pas buka Instastory, baru tahu ternyata si A bisa melukis, si B ternyata jago main musik, si C ternyata bisa bikin masakan enak dan sebagainya.
Namun, pastinya saya ingin pandemi ini segera berakhir. Saya harap para pasien covid dapat segera sembuh dan ekonomi kembali pulih agar kita semua bisa kembali beraktivitas secara normal.
Seberapa besar dampak pandemi ini langsung terhadap kinerja?
Bagi saya sih berdampak langsung. Mungkin karena mindset saya sudah berpikir bahwa rumah itu tempat untuk istirahat, sedangkan kantor itu tempat untuk kerja. Jadi saya merasa kurang nyaman ketika harus kerja dari rumah, pekerjaan juga jadi lebih lambat selesainya dibandingkan kalo kerja di kantor.
Apa yang didengar dari rekan-rekan lainnya yang bekerja di beberapa tempat lain mengenai pandemi dan WFH ini?
Biasanya, yang paling sering saya dengar adalah keluhan mengenai jam lembur yang jadi makin panjang dibandingkan saat dulu masih kerja di kantor.
Entahlah, mungkin di beberapa perusahaan lain, karena kerja dari rumah maka batas-batas jam masuk dan pulang kerja jadi kurang jelas. Tapi kalau di tempat saya kerja, kita tetap melakukan absen masuk dan pulang lewat aplikasi di smartphone. Jadi setelah absen pulang ya kerjaan bener-bener berhenti.
Kemudian, saya dengar ada juga beberapa teman lain yang terdampak pandemi sampai gajinya dikurangi, atau bahkan diberhentikan dari perusahaan. Ada yang berupaya menyambung hidup dengan beralih menjadi penjual makanan dan sebagainya. Semoga saja pandemi segera berakhir supaya kondisi ekonomi segera pulih dan orang-orang yang terdampak bisa bekerja kembali.
Apa yang dikangeni dari masa sebelum pandemi yang sekarang sulit didapat?
Pastinya, bisa beraktivitas tanpa masker! Jujur saja kadang saya capek pakai masker, napas jadi lebih pengap, telinga juga pegal. Selain itu, saya juga kangen nonton bioskop, kangen dibisikin “All Around You” sama mbak-mbak Dolby ha-ha.
Film apa yang berkesan ditonton? Mengapa?
Film Shawsank Redemption. Film itu menginspirasi saya, saat melihat bagaimana tokoh utamanya dijebak masuk ke penjara namun dia bisa menempatkan diri dan melihat peluang. Walaupun awalnya sering di-bully tahanan lain, tapi pada akhirnya dia menjadi orang berpengaruh, membongkar skandal korupsi kepala sipir dan berhasil keluar penjara dengan membawa banyak uang. Ternyata, kadang pandai berpolitik itu perlu ha-ha.
Kalau untuk musik?
Saya suka genre musik jazz, folk, atau tipikal musik yang biasa Anda dengar saat datang ke kafe atau toko buku. Pada dasarnya saya suka musik dengan melodi yang lembut dan tenang, mungkin karena itu terasa sesuai dengan kepribadian saya yang cenderung introvert. Walaupun teman suka protes kalau sedang saya setirin, katanya lagu yang saya setel bikin ngantuk ha-ha.
Setelah pandemi berakhir, apa yang pertama ingin dilakukan?
Saya mau ajak keluarga jalan-jalan ke luar negeri, ke Jepang atau negara Eropa. Tadinya kita mau jalan di tahun ini, tapi nggak jadi karena ada Covid-19 ini. Padahal pengen liat salju langsung, pengen merasakan main ski di atas salju, soalnya belum pernah ha-ha.
Selain itu, saya juga pengen bisa kumpul lagi diluar sama temen dan pastinya bisa nge-date lagi ha-ha-ha.
Siapakah tokoh yang menjadi panutan? Mengapa?
Orang yang paling berpengaruh di hidup saya adalah Ibu saya. Kebetulan, dari kecil saya sangat dekat sama Ibu. Di masa-masa sekolah, ketika saya menghadapi sebuah masalah, saya suka sharing dan mikir bareng dengan Ibu saya untuk cari solusinya. Hal itu sangat berpengaruh ke cara saya berpikir dan memecahkan masalah ketika sudah dewasa, saya merasa bisa lebih tenang dan objektif, saya seringkali bisa menyelesaikan permasalahan dengan solusi terbaik.
Dari proses dialog dengan Ibu, saya juga jadi lebih mengenali diri sendiri, apa yang saya inginkan dan bagaimana cara mencapainya. Ibu juga menginspirasi saya untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Kita cukup banyak menghadapi susah dan senang bersama, dan Ibu selalu ada untuk saya. Dari waktu saya kesulitan bayar biaya hidup untuk kuliah, kemudian kerja jadi SPG, translator, penonton bayaran atau apapun yang halal dan bisa dilakuin haha, sampai sekarang, Alhamdulillah sudah memiliki pekerjaan tetap.
Makanya tadi saya berencana ngajak Ibu jalan keluar negeri, saya ingin membahagiakan beliau sebelum suatu saat nanti saya menikah dan berkeluarga.
Prinsip hidupmu apa, Niki?
Belajarlah ambil keputusan sendiri, karena kamu yang nantinya akan menjalani. Kamu yang paham kondisimu sendiri. Orang lain mungkin sering menyuruh kamu milih jalan hidup ini atau itu, tapi ketika ada masalah, mereka mungkin mentok cuma bilang, “yang sabar ya…”