Pagi itu aku mengunjunginya, di sebuah los di sudut pasar Kotagede.
” Mbah, ganti retsleting bisa? ” tanyaku sambil mengeluarkan celana panjang.
” Bisa, tapi Simbah belikan dulu ya, ga punya yang warna hitam.” katanya sambil memintaku berbelanja dulu sembari menunggunya.
Adalah Mbah Gimah, perempuan berusia 69 tahun. 50 tahun hidupnya dilakoni sebagai penjahit di Pasar Kotagede. Memperbaiki kerusakan kecil atau permak adalah keahliannya. 13 ribu rupiah dimintanya sebagai ongkos, 3 ribu untuk harga rensleting dan 10 ribu untuk upah saya, begitu dia katakan saat hendak kubayar.
Adalah Mbah Gimah, yang meneteskan airmata, saat bercerita tentang hidupnya. Betapa kesepian begitu mendera. Tentang suaminya yang meninggalkannya lebih dulu menghadap Illahi. Tentang anak perempuannya yang meninggal muda karena terkena kencing tikus. Tentang betapa terpukulnya dia, saat pagi diberi kabar anaknya masuk rumah sakit, siang dijemput saat anaknya berpulang. Ditutupnya lapak dengan linangan airmata. Kenapa bukan dia yang dipanggil, kenapa anaknya yang masih muda. Bagaimana dengan cucunya yang masih balita? ” Tapi semua itu harus dilakoni, Simbah sudah ikhlas”, kulihat matanya berkaca kaca.
Adalah Mbah Gimah, yang tersenyum dan mengatakan bahwa di usianya, dia masih sanggup memasukkan benang ke lobang jarum tanpa bantuan alat apapun. Pilis yang dibeli di tukang jamu adalah rahasianya. Dipakainya saat malam hendak tidur. Ditempelkan di dahi lalu rasa hangat akan terasa. Coba saja, katanya. Dan memang aku mencobanya beberapa hari kemudian hehehehe.
Adalah Mbah Gimah, yang mengakhiri pembicaraan dengan menunjuk Bu Haji yang duduk di lapak sebelahnya. Setiap hari, Bu Haji yang membantunya membuka lapak, dan dia sangat bersyukur, Tuhan masih mengijinkannya bekerja dan mengirimkan orang orang baik seperti Bu Haji untuk menolongnya.
Adalah Mbah Gimah, yang selama 10 menit bercerita, memberiku banyak pelajaran. Tentang keikhlasan, kejujuran dan tolong menolong. Bahwa setiap peristiwa selalu dapat kita ambil hikmahnya. Bahwa Tuhan mempertemukan selalu agar kita dapat saling belajar. Sehat selalu ya Mbah, semoga ada lagi celanaku yang rusak, sehingga aku dapat duduk di depanmu dan mendengarkan kisah lainnya.
Naskah dan Foto: Yoza Veronika – Yogyakarta
e-mail: Yozavero@gmail.com
Buku #sayabelajarhidup ke-9: NUSANTARA BERKISAH 1 (2018)