NYALANYALI.COM – Novel Baswedan menjadi salah satu ikon perjuangan melawan kuroptor dan segala praktek korupsi, di negeri ini. Teror penyiraman air keras ke wajahnya pada Selasa dini hari, 11 April 2017, yang membuat matanya luka secara permanen itu tak pernah membuatnya surut langkah.
Novel Baswedan bahkan disebut menjadi salah satu pimpinan satgas yang melakukan OTT Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. 25 November 2020, lalu. Sebelumnya terlibat dalam upaya penangkapan mantan Sekretaris MA Nurhadi yang buron karena kasus suap.
Dalam segala keterbatasannya, anak kedua dari empat bersaudara pasangan Salim Baswedan dan Fatimah ini, tak pernah gentar dalam tugasnya sebagai penyidik senior KPK.
Tak banyak terungkap, bagaimana masa kecilnya dan nilai-nilai yang diajarkan orang tua kepadanya. Kepada Redaksi NyalaNyali.com, Novel Baswedan mengungkapkan banyak kisah menarik masa kecilnya, bagaimana sikap jujur itu telah ditanamkan sejak ia kanak-kanak.
“Ibu saya paling benci kalau ada anaknya yang berbohong. Jadi, kalau berbuat salah itu ya nggak baik tapi masih dipahami, tapi kalau sudah berbohong akan jadi problem luar biasa,” katanya, mengenang. Begini kelanjutan kisahnya:
Peristiswa masa kecil lainnya yang membekas bagi Anda?
Saya dulu kelas 1 atau 2 SD, sering bermasalah dengan membaca. Pelajaran bahasa saya agak kurang . Saya pahami setelah saya selesai sekolah. Saya punya kelebihan di pelajaran eksakta atau hitung-hitungan, berpikir abstrak.
Kelas 1 atau 2 itu teman-teman sudah banyak pintar membaca. Saya bermasalah membaca, kelas 4 SD saya bertemu dengan salah seorang kerabat jauh, ia melihat saya membaca agak sedikit gagap atau kalau omong nggak terampil, bicara kurang lancar.
Nah, kerabat jauh itu mengatakan, “Novel ini nanti besar jadi anak bodoh”. Itu membekas sekali buat saya. Agak terkejut, kok saya dikatakan begitu ya. Ini pelajaran buat diri saya, bahwa seorang dewasa itu tidak boleh membicarakan sesuatu yang menjatuhkan mental anak-anak.
Setelah itu, bagaimana?
Pelajarannya waktu itu, saya mencoba tidak terbebani dengan kata-kata itu, walaupun itu sangat menggores. Alhamdulillah itu menjadi hal melecut diri saya dan menunjukkan kepada kerabat jauh itu bahwa saya bisa.
Saya yang kurang pintar membaca akhirnya nilai saya kelas 1 sampai kelas 4 itu rata-rata air, level setengah, dan kelas 5 SD saya dapat ranking satu. Itu kemudian saya tunjukkan, ini saya bisa.
Kembali lagi saya jadikan itu sebagai pelecut bukan terbebani, itu menjadi hal yang saya ingat dan sampai sekarang menjaga tidak berkata kepada anak-anak dengan hal yang buruk. Justru harus memotivasi mereka untuk berbuat yang baik. Saya merasa pada saat diomongin itu tentunya juga bsia menjadi masalah. Untungnya saya tidak terbebani dan putus asa.
Dulu saat anak-anak liburan biasanya ke mana sajakah?
Ketika liburan sekolah saat SD sering nggak kemana-mana, paling maksimal silaturahim ke rumah saudara atau paman di Semarang, kelas 3 SMP atau SMA, setiap liburan saya malah kerja, tidak ada waktu lain, karena saya kerja pada paruh waktu, dan hari lbur kerja penuh.
Kerja di mana saat itu?
Saya punya usaha sendiri. Menjual material bangunan dan semacam itu. Pada wkatu libur itulah saya membangun komunikasi dengan pelanggan, termasuk perusahaan terkait atau orang yang berpotensi mendukung usaha.
Sudah punya usaha sendiri ketika masih muda?
Alhamdulillah, ketika saya kelas 1 SMA, saya masih kerja di tempat paman sambil belajar. Banyak pelajaran yang saya dapat, seperti belajar melayani berbagai orang dan karakter yang berbeda-beda, bagaimana meyakinkan customer untuk membeli, bagaimana negosiasi, berhubungan dengan supplier dan segala hal lainnya, kecuali hal rumit, saya minta paman yang menangani.
Saya juga belajar handle orang, saya urus karyawan 15 sampai 20 orang dengan karakter beda-beda. Namanya pekerjaan material, kadang keras, membuat saya belajar pula buat catatan keuangan, meski masih sangat sederhana.
Banyak hal yang dipelajari.
Benar. Saya di sana juga belajar mengendarai mobil tanpa ada yang mengajari. Ada mobil yang diparkir sehari-hari, saya nyalakan maju-mundur, terus saya beranikan diri ke jalan tanpa ada yang mendampingi.
Ketika bisa menyetir mobil meski belum terlalu lancar, dua orang sopir tempat paman saya bekerja keluar kerja secara bersamaan. Kacau, kan? Ha-ha-ha. Salah satunya keluar setelah saya tegur karena pelanggaran kejujuran. Saya tegur, dan dia keluar.
Kemudian saya beranikan diri mengendarai kendaraan dengan muatan, kalau area antar tidak terlalu jauh saya berani antar. Tapi kalau jarak jauh, nggak ambil. Lama kelamaan saya bisa menyetir mobil dengan muatan yang tingkat kesulitannya lebih tinggi.
BACA JUGA:
Masa Kecil Novel Baswedan (01): Seru Bermain di Kuburan dan Gobak Sodor
Masa Kecil Novel baswedan (02): Suka Gandos, Ikut Cerdas Cermat dan Minder
Masa Kecil Novel Baswedan (03): Menjadi Kuli Bangunan untuk Bayar Masuk SMA
Masa Kecil Novel Baswedan (04): Kejujuran yang Ditanamkan Abah dan Mamah