Masa Kecil Novel Baswedan (2): Suka Gandos, Ikut Cerdas Cermat dan Minder

NYALANYALI.COM – Penyidik senior KPK Novel Baswedan, menceritakan masa kecil dan remajanya. Betapa ia hidup di lingkungan “tidak sehat” di Sumur Umbul, Semarang.

Beruntung ia tumbuh dari keluarga besar yang disegani, sehingga tak da gangguan apapun yang berarti kepadanya. “Daerah itu di luaran dikenal sebagai tempatnya premanisme,” kata Novel Baswedan, kepada Redaksi NyalaNyali.com.

Kakeknya, Umar Baswedan adalah tokoh masyarakat setempat, bersaudara dengan pahlawan nasional Abdurrahman (AR) Baswedan.

Anak kedua dari empat bersaudara pasangan Salim Baswedan dan Fatimah ini, menceritakan mereka sekeluarga harus berpindah-pindah tempat tinggal karena keadaan ekonomi tidak memungkinkan. “Semua makanan apa saja rasanya enak. Tapi, kalau bisa beli gandos, makanan tradisional, wah senang sekali,” kata dia. Berikut petikan selanjutnya:

Apa selanjutnya yang berkesan dari masa kecil Anda?

Ketika pindah ke Jalan Supriadi, sedang ada pembangunan perumahan Telogorejo, yang semula daerah itu tegalan atau kebun kemudian dirombak total. Kami tidak bisa main lagi di sana, karena jalanan hancur, berdebu, dum truk ukuran besar lalu lalang.

Tapi anak-anak selalu punya cara dan tempat untuk bermain. Kami main di kebun di area belakang, bermain bersama ayam-ayam yang dilepas, atau di kuburan dan sungai di dekatnya, yang banyak ikannya. Menyenangkan, bisa bermain di alam bebas.

Apa lagi?

Sambil bermain di tegalan itu kami bisa makan umbi-umbian yang ada di sana, lirut namanya, Enak sekali. Saya sering melihat pembuatan gula aren sejak dari nira diambil dari pohonnya dan masih segar.

Adakah teman-teman masa kecil yang masih diingat sampai sekarang?

Saya punya beberapa teman waktu kecil. Tapi ada dua anak yang berasal dari keluarga mapan, dibandingkan kami. Di rumahnya, saya bisa main video game.

Ah ya, kami pendatang di Jalan Supriadi itu. Sekolah di sana cukup sering menyelenggarakan lomba cerdas cermat, dan saya sering diminta ikut. Ha-ha-ha, pastinya bukan juara satu, tapi saya juara dua atau tiga seingat saya.

Bagaimana berangkat ke sekolah, cukup jauhkah?

Ketika pindah ke daerah Indragiri Citarum, Semarang, saat itu kondisi ekonomi orangtua saya sedang di bawah-bawahnya. Saya ingat betul, sekolah saya SMP jaraknya cukup jauh dari rumah. Tapi ada teman sekolah dan kakak kelas yang sering berikan tumpangan sepeda ke saya. Kalau jalan kaki bisa satu jam.

Kegiatan orangtua saya jualan, buka toko kecil-kecilan, jualan macam-macam keperluan sehari-hari sampai buku dan pensil. Saya daripada bermain, saya bantu jualan saja.

Bagaimana sifat Anda waktu kecil?
Pemalu, cenderung minder ha-ha-ha.

Mengapa?

Dulu, komunikasi dan sosialisasi dengan orang agak sedikit kurang. Saya jadi pemalu, bahkan kalau diperhatikan benar-benar bisa jadi agak sedikit minder. Ternyata ini buruk sekali, kalau yang saya pahami minder dan sombong sama sebenarnya. Minder karena orang punya kekurangan, kalau orang punya  kelebihan bisa terjebak menjadi sombong. Hingga saya ketemu titik balik yang membuat saya tidak minder lagi.

Bersambung ke Masa Kecil Novel Baswedan (03)

Artikel Sebelumnya : Masa kecil Novel Baswedan (01)

Bagikan :

Advertisement