NYALANYALI.COM – Kala Perempuan Diuji: 18 Kisah tentang Kekuatan Para Perempuan Melampaui Cobaan (Suluk, 2008), merupakan buku pertama yang ditulis Ayu Arman.
Buku tersebut merupakan refleksi dari perjalanan dan perjumpaannya dengan beberapa korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang ia temui. Kisah-kisah yang dituturkan oleh perempuan dalam buku ini merupakan kejadian nyata, yang kemudian ia tulis dalam sebuah rangkaian cerita, yang menjadi kekuatan para perempuan mengarungi kehidupan.
Ayu Arman saat kuliah di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, banyak menulis artikel dan kolom yang memperjuangkan kesetaraan gender dalam Islam. Ia juga ikut membangun Komunitas Front Advokasi Perempuan (Fajar), sebuah ruang yang mengusahakan kesetaraan dan keadilan perempuan melalui diskusi dan kesenian di Ikatan Mahasiswa Muhamadiyah (IMM) Ciputat, Jakarta (2000-2003).
Perempuan kelahiran Lamongan, Jawa Timur ini mengawali karier kepenulisannya sebagai seorang jurnalis life style, kemudian berhasil membukukuan puluhan buku genre biografi para tokoh politik dan biografi kawasan wisata Nusantara antara lain: Mengantar Raja Ampat ke Pentas Dunia, Biografi Drs. Marcus Wanma (Nala Publishing, 2009); Lelaki itu Hugua, Bertindak Lokal Berefek Global (Nala Publishing, 2010); Namaku Namto, Berpikir, Bertindak, dan Berbuat (Nala Publishing, 2012), Sebuah Biografi Ir. Agus Ambo Djiwa (Nala Publishing 2016); 10 Tahun Wakatobi, 10 TOP Pariwisata Indonesia: Sebuah Rekam Jejak Kepemimpinan Ir. Hugua di Wakatobi (Nala Publishing 2017); MISOOL, The Kingdom of the Sea. The Paradise of Raja Ampat (Nala Publishing, 2017).
Ayu Arman kerap pula menjadi pembicara di berbagai kegiatan terkait dunia kepenulisan, kepada NyalaNyali.com, ia mengungkapkan pengalamannya sebagai penulis biografi beberapa kepala daerah.
Sejak kapan mengawali profesi sebagai penulis?
Saya menulis sejak kuliah. Diawali menulis resensi dan opini di koran-koran. Lulus kuliah, langsung bergabung dengan Majalah Paras milik orang Malaysia dan kemudian Majalah Fiori milik warga Singapura.
Di dua majalah itu saya menjadi redaktur pelaksana dan redaktur feature. Nah, dari Majalah Fiori itu, saya kemudian mendapat klien yang menawarkan menulis buku. Pertama sebagai ghost writer, kemudian saya mendapatkan tawaran menulis biografi dari kepala daerah Raja Ampat pada 2009.
Lalu?
Semenjak itu saya lepaskan pekerjaan kantor dan memilih sebagai freelance. Dari buku biografi Bupati Raja Ampat itu, saya kemudian diminta Bupati Wakotobi untuk menulios biografinya. Dan akhirnya, buku melahirkan buku. Itu akhirnya menjadi jalan saya sebagai menulis buku biografi sampai sekarang.
Berapa buku berhasil ditulis sampai sekarang?
Dari tahun 2009 sampai sekarang ada lebih 23 buku.
Apa mengasyikkannya menulis buku biografi?
Apa yang mengasyikkan? Susah dijelaskan ya. Tapi saya mecintai pekerjaan ini. Saat menulis saya bisa hilang dari kehidupan. Paling itu ya yang saya suka. Fokus dan menghilang dari keraamain
Kendala yang ditemu saat penulisan biografi?
Kendalanya? Jika sang tokoh tidak bisa bercerita. Itu membuat saya harus banyak menggali dari semua orang yang dekat lingkarannya.
Secara pribadi apa yang Anda peroleh dengan menuliskan buku biografi ini?
Menulis biografi itu seperti kuliah. Saya selalu menempatkan diri saya seperti gelas kosong, dan banyak belajar hidup dari orang lain. Dan yang terpenting, saya mempelajari pola kehidupan manusia. Selain pelajaran hidup itu, salary menulis buku ini besar loh. Ha-ha-ha.
Siapakah tokoh panutan yang memberikan inspirasi kepada Anda?
Semua orang adalah panutan. Saya belajar banyak dari kehidupan tokoh-tokoh yang saya tulis.
Apa rencana dalam waktu dekat ini?
Semua project saya mengalir, tiba-tiba datang begitu saja. Bekerja freelance adalah bekerja unpredictable.
Tetapi, di balik unpredictable itu saya menyaksikan dan merasakan bahwa Tuhan maha baik. Tuhan selalu akan berpihak pada orang orang yang bekerja dengan sungguh-sungguh. Tentunya dengan nilai kebaikan.
BACA:
Happy Salma tentang Nyai Ontosoroh, Sastra dan Buah Hati
Masa Kecil Novel Baswedan (04): Kejujuran yang Ditanamkan Abah dan Mamah
Kak Seto: Indonesia Harus Punya Satgas Perlindungan Anak di Tingkat RT