Darahku tumpah
Tulangku patah
Melihat kondisi yang tak menentu
Merasakan gejolak yang kian menderu
Ku amati di sepanjang gang
Aku tak lagi di elu-ekukan
Tak lagi ramai orang-orang
Semua sepi dari pagi hingga petang
Aku tak lagi menawan
Merahku pudar ditelan zaman
Putihku hilang pelan-pelan
Aku kini tergantung dekat tiang jemuran
Aku kian lapuk
Melihat Ibu Pertiwi yang terpuruk
Tapi aku pantang bertekuk lutut
Pada rasa lapar yang melanda perut
Aku ini serpihan kain usang
Terlihat jelas di tubuhku guratan benang
Namun aku terus menantang
Diterpa panas, hujan, dan angin kencang
Walaupun tak ada kemeriahan
Namun aku percaya semua dapat bertahan
Meski aku usang
Semua orang mengharapkanku datang
Karena itulah fungsiku
Mengobati sakit yang terkulai
Mengobarkan semangat yang tak tergapai
Seperti dahulu para pejuang
Yang tak bosan meneriakkan kemerdekaan
Hingga akhirnya aku bisa berkibar
Di antara darah dan lelah mereka
Aku kini tegar
Sadar bukan sekedar usang
Warnaku sudah jadi akar
Untuk pemujaku yang tak patah arang
Jakarta, 9 Agustus 2021
ARNELIA TRIWARDINI