NYALANYALI.COM, Opini – Tidak ada cara lain untuk memaksimalkan demokrasi kecuali dengan pendidikan. Suara mayoritas yang terdidik menghasilkan keputusan-keputusan yang lebih bernilai. Kemudian lensa pendidikan yang seperti apa yang mau kita pakai supaya sampai kepada keputusan-keputusan yang dibutuhkan?
Pemangku jabatan meminta dimaklumi atas gagalnya mereka dalam menjaga sistem dengan alasan mereka hanyalah manusia biasa yang juga punya urusan dan kepentingan lain.
“Penghargaan yang tidak sebanding menyebabkan kelelahan yang nyata, jadi tidak usah menuntut banyak.” Kata kebanyakan dari mereka dalam pembelaannya.
Mungkin kita bisa memaklumi alasan ‘manusiawi’ dibaliknya, tapi jangan sampai lupa kalau dampak dari kegagalan sistem itu juga nyata. Sekolah yang destruktif, dampak buruk dari underperformance parapemegang sistem menyebabkan domino efek yang menyeluruh. Akan ada berapa ribu kepala lagi yang dicetak dari sekolah yang seperti itu? Beberapa mungkin bisa bertahan dan sukses dalam pencarian setelahnya. Tapi sebagian besar mungkin tidak sanggup melihat visi itu karena keterbatasan dalam banyak hal: Keluarga disfungsional, keterbatasan ekonomi dan lain sebagainya. Semua terasa gelap, berat dan sempit. Mereka berjalan dalam kebingungan karena kesulitan dalam membaca kerumitan yang ada dalam kehidupan.
Kalau kata Menteri Nadiem Makarim, gunanya pendidikan adalah supaya manusia bisa terus mempelajari dan mengajar dirinya sendiri seumur hidupnya. Ilmu pengetahuan itu ibarat lego, kamu ngga perlu ambil semuanya di zaman yang overload information ini.Kamu hanya perlu lihat hidup kamu, lingkungan kamu, pola yang kamu mengerti, atau sesuatu yang membawamu sampai sini. Butuh apa untuk membuatnya semakin manusiawi, semakin layak. Bentuklah dari lego itu, ambil kepingan yang tepat untuk membentuk suatu alat daripadanya.
BENE DIAGNOSCITUR BENE CURATUR
Karena sesuatu yang didiagnosa dengan baik, dapat diobati dengan baik pula.
Kediri, 5 Agustus 2021
KIMIHERLIA