NYALANYALI.COM – Di balik sorotan dunia pendidikan yang seringkali terfokus pada prestasi akademik dan inovasi, ada kisah nyata yang patut dicontoh. David Dodi Lumbantobing, seorang mahasiswa yang datang dari kampung namun membawa semangat juang yang menginspirasi. David mendapati panggilan hidupnya dalam perjuangan melawan kekerasan seksual di dunia kampus.
David memulai perjalanan pendidikannya di SMA Negeri 2 Tarutung, Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara. Seperti kebanyakan pelajar SMA, tentu ia mimpikan bisa mengenyam pendidikan tinggi. Tetapi jalan menuju universitas impiannya penuh rintangan. Ia gagal mengikuti seleksi jalur undangan SNMPTN dan SBMPTN. Meskipun nilai akademik dan perilaku bagus. Namun, keberuntungan belum memihaknya. Gagal dua kali tidak membuat semangatnya kandas. Ia justru semakin tertantang. Tekad dan ketekunan membawanya lolos melalui seleksi jalur mandiri.
Kiprah David dimulai ketika ia menemukan panggilan sejati dalam Program Kreativitas Mahasiswa (PKM). Ia menyadari bahwa PKM adalah wadah di mana ide-ide kreatifnya dihargai oleh sesama mahasiswa. Lebih dari itu, program ini memberikan dukungan finansial yang memungkinkannya menjalankan riset sosial tentang kekerasan seksual di kampus.
Apa yang mendorong David memilih topik yang serius ini? Jawabannya sederhana: pengamatannya tentang situasi mengkhawatirkan di kampus. Tindakan-tindakan kecil seperti catcalling dan pelecehan fisik yang sering terjadi di sekitar mereka sebagai mahasiswa membuatnya bergerak. Ditambah lagi, pengalaman teman-temannya yang sering mengalami pelecehan dari beberapa dosen semakin membakar tekadnya.
David juga merasakan empati yang mendalam terhadap korban kekerasan seksual. Baginya, perjuangan ini bukan hanya tentang statistik, tetapi juga tentang kehidupan nyata. Ia ingin membela hak para korban dan melindungi teman-temannya mahasiswa dari pengalaman traumatis semacam itu.
Namun, David tidak puas hanya dengan penelitian. Ia memiliki visi besar. Ia dan timnya sedang berusaha menciptakan modul. Berharap modul yang mereka ciptakan dapat diadopsi oleh semua perguruan tinggi kelak. Ia ingin melihat mahasiswa memiliki keberanian untuk mengatakan “tidak” pada perilaku kejahatan seksual di manapun.
Pesan yang ingin disampaikan David sangat jelas: kita semua memiliki tanggung jawab untuk melawan kekerasan seksual di kampus. Ia mengingatkan kita bahwa perubahan besar dimulai dari individu yang peduli dan bertindak. Kehidupannya adalah bukti nyata bahwa dengan tekad, ketekunan, dan kepedulian, kita dapat menjadikan dunia pendidikan tempat yang lebih aman, adil, terhormat dan setara bagi semua.
DEDY HUTAJULU