Mengetahui dengan Siapa Aku Berjalan

NYALANYALI.COM, Kisah – Ialah Gregorius Kia Tapoona, biasa dipanggil Bosu Gori. Aku menganggapnya sebagai Bapakku sendiri.

Seorang yang taktis, tak banyak bicara, serba bisa tidak terpatok pada kebiasaan lama.

Pengalamannya panjang, ibukota Jakarta pun pernah diarunginya.

Ia tak perduli dengan ‘status’, sejumlah Lamafa telah lahir dari asuhannya. Soal keras hati ia mirip denganku, namun ia selalu membuktikan sesuatu dengan tindakan bukan ucapan. Rasanya tak cukup puja-puji untuk menggambarkan betapa aku sangat mengagumi sosoknya.

Suatu pagi, kami akan berangkat Lefa (melaut).

“Bapa, saya pakai pelampung ?” tanyaku.

“Tidak perlu!” ujar Bapa singkat.

Aku paham kondisi dan risiko yang akan kuhadapi, aku tidak bisa berenang, bagaimana aku akan ikut melaut?  Tapi satu hal yang membuatku tenang, bahwa Bapa akan menjagaku. Aku percaya pada setiap orang yang bersamaku di dalam perahu. bagiku jelas bedanya antara kenekatan konyol dan memberikan kepercayaan.

Sepanjang perjalanan di Laut Sawu, itu hari, aku mengikuti kebiasaan sesuai nasihat para tetua.

Banyak berdoa, sedikit bicara dan menghindari untuk bertanya hal-hal yang tidak perlu.

Tuhan, berilah orang-orang ini berkat Mu hari ini, ada anak-istri dan keluarga yang menunggu mereka dengan harapan. Kasihanilah kami Tuhan, bukan untuk keperluanku pribadi demi

mendapatkan gambar foto dan video ini. Itulah Doa yang selalu aku ulang setiap kali aku melaut bersama mereka.

Dalam video saya ingin menunjukkan betapa besar risiko yang mereka hadapi setiap hari.

sekali kebasan dari sayap pari manta lebih dari cukup untuk merontokkan perahu kayu, bayangkan apabila mengenai tubuh manusia. Bisa dilihat kekuatan hewan besar itu menarik perahu ketika mesin tempel sudah diangkat.

Tiga  tahun lalu,Benyamin Blikololong, seorang Lamafa muda dan sahabat, hilang diseret {pari manta ke dalam laut. Benyamin menjadi salah satu dari sekian jumlah Lefa Alep Lamalera yang telah menyerahkan napas kehidupannya untuk tradisi yang mulia ini.

Tradisi yang tak akan pernah dipahami oleh siapapun yang belum pernah merasakan dan menghargai kehidupan itu sendiri.

Benyamin meninggalkan dua orang anak yang masih kecil. suatu waktu aku memberikan sebuah kemeja sebagai permintaan maaf karena tidak bisa menghadiri pemberkatan pernikahannya. “Reu harus dating,” ujar Benyamin sambil menggengam erat lenganku.

Aku akan marah kepada Tuhan seandainya aku tak bertemu dengan Benyamin kelak di ‘Pulau Sorga’ kami.

Dan, kembali ke Bapa Gori Kia, sayangnya aku jarang berkomunikasi dengannya. Aku tak pandai bercakap-cakap lewat telepon begitupun dia. Tapi aku berusaha untuk tetap menjaga komunikasi dengan anak-anak dan keluarganya yang lebih ‘melek’ android.

Bapa.. selamat hari minggu. Aku rindu.

ARNOLD SIMANJUNTAK
Fotografer, Penulis – Yogyakarta

BACA:
Ema Bare

Sega Demi Dongan, Rusak Demi Kawan

Bagikan :

Advertisement