Pensiun Mbah Buang

NYALANYALI.COM, Kisah – Siang terik saat simbah yang berusia 75 tahun ini manjat pohon nangka dan menebangi dahannya. Turun dengan badan penuh semut merah, tak nampak seringai kesakitan, padahal bisa kupastikan gigitan semut itu sakit dan panas. Jadi tertarik untuk bercengkerama dengannya.

Saat tahu aku mengambil gambarnya, dia membuka topi, ” Mengke riyen, kajenge kulo ketok bagus.. ( nanti dulu, biar saya kelihatan cakep..) “. Ha-ha-ha… Obrolan pun mengalir.
Mbah Buang begitu jawabnya saat kutanya namanya. Tinggal di Wates, Kulonprogo, kurang lebih 30 kilometer dari tempat kami ngobrol dan hanya sepeda ontel yang menemani, dan mengantarnya ke manapun. Aku agak terpukul, untuk jarak sangat dekat saja, aku masih manja, tak mau jalan kaki. Ah, malu rasanya.

Cerita berlanjut…
Di usianya yang 75 tahun, ternyata anaknya masih kecil kecil. 12 tahun dan 4 tahun.  Wah? “Itu dari istri kedua saya, istri pertama tidak punya anak. Istri kedua umur 45 tahun”. Katanya menjelaskan. Mbah Buang menjawab raut wajahku yang penuh tanya. Poligami, ha-ha-ha dan kedua istrinya rukun, adem ayem, bahkan istri tua membantu mengasuh anak istri muda. Sungguh hebat toleransi di antara keduanya. Bukan hal yang mudah, dibutuhkan kemampuan untuk saling menghormati, menghargai dan yang paling penting adalah keikhlasan. Rasanya aku tak akan sanggup seperti mereka.

“Harusnya saya sudah pensiun, eh, malah harus angon wedhus (memelihara kambing) buat biaya anak anak. Tapi itu sudah risiko, demi keturunan,” katanya, melanjutkan. “Saya pensiun, ya kalau sudah dipanggil Tuhan,” katanya sambil minum air putih yang kuberikan. Semangat yang luar biasa. Oh, Mbah Buang dan romantikan hidupnya.

YOZA VERONIKA – Yogyakarta
Buku #sayabelajarhidup ke-9 Nusantara Berkisah 01 (2018)

Bagikan :

Advertisement