NYALANYALI.COM – Mengasah kepekaan dalam gerak tari tak mudah dilakukan. Namun, terus berlatih menari membuat rasa dalam setiak gerak anggota tubuh itu menemukan bentuknya.
Tidak semuanya muncul karena keinginan sendiri belajar tari, ada yang didorong orang tua untuk masuk sanggar. Menyalurkan waktu luang kepada kegiatan olah seni ini. Ada pula yang muncul karena menonton wayang, sehingga ia ingin suatu saat bisa tampil dalam pertunjukan tersebut sebagai penarinya dan melakonkan berbagai peran.
Dian Shanti, bukan penari, dia seorang dokter. Tapi kecintaannya pada dunia tari membawanya melanglang buana. Profesinya sebagai tenaga kesehatan tak menghentikannya untuk terus menari. Begitupun Yodha Prasetyanto, konsultan properti ini terus mengasah bakat yang ia miliki sebagai penari. Pun, Riati Ningsing seorang guru ekskul tari yang tak pernah berhenti mengajarkan tari kepada anak-anak-anak didiknya untuk terus mencintai budaya Tanah Airnya. Melestarikan seni tari tradisional pun terus tumbuh kepada generai-generasi ini, meskipun gempuran budaya asing begitu dahsyatnya, ternyata masih banyak anak-anak yang tak mau melepaskan olah senoi tari peninggalan leluhur negeri ini. Bangganya, kita.
Dian Shanti
Dokter – Cinere, Depok
“Saya suka menari sejak kecil, karena waktu kecil saya tinggal di Prambanan (Klaten) tak jauh dari Candi prambanan. Setiap malam bulan purnama diadakan pementasan sendratari Ramayana di pelataran Candi. Hampir setiap malam purnama saya diajak orang tua menontonnya. Dari situlah saya sangat menyukai tari tradisional Jawa.
Saya mempelajari tari tradisional Jawa, berlatih di Sekar Tanjung Dance Company di Jakarta. Alhamdulillah, ada berapa pementasan yang sangat berkesan bersama Sanggar Suryo Soemirat di Malay Heritage Centre di Singapore, bersama Sekar Tanjung di acara Solo Menari 24 jam, pementasan wayang orang di TIM, dan GKJ bersama beberapa sanggar di Jakarta, Mataya Langen Sworo di Sasana Langen Budoyo Taman Mini Indonesia Indah, Festival Bedhayan di Gedung Kesenian Jakarta, dan pementasan Wayang Orang Putri bersama SPWO di Bandung. Selama pandemi saya tetap berlatih reguler seminggu sekali secara online bersama sekar Tanjung Dance Company.”
Nur lu’lu’ah
Pelajar – Kab. Seruyan, Kalimantan Tengah
“Saya belajar menarik sejak SD karena saat saya melihat acara-acara tari, saya juga ingin menjadi penari. Jenis tarian tardisional Kalimantan yang saya pelajari antara lain tari bahalai, tari mandau dan tari kreasi lainnya.
Saya belajar menari di sekolah dan di Sanggar Seni Banama Tarung Hakumbang, untuk saat ini perlombaan yang saya ikuti seperti Festival dan Lomba Seni Siswa Nasional (FLS2N) dari SD hingga SMP. Meski pandemic, tidak menjadi halangan bagi saya untuk berkegiatan menari, tetapi tentu saja tetap mematuhi protokol Kesehatan”.
Raissa
Pelajar – Cinere, Depok “Saya menari tradisional Jawa sejak 2016. Mama yang mengajak saat itu. Tari tradisional Jawa klasik yang saya pelajari di Sanggar Tari Sekar Tanjung., seperti tari kupu-kupu,tari kijang, tari golek mugi rahayu, tari retno pamudyo dan lainnya. Pernah beberpa kalipentas antara lain di festival pondok indah, gedung WO Bharata dan Perpusnas. Sayang sekali, selama pandemi ini, latihan tatap muka ditiadakan”
Aqeela Ammara Zenia
Pelajar SD Keluarga Widuri, Lebak Bulus – Jakarta Selatan “Hobiku menari, sejak TK B umur 4 tahun aku sudah masuk sanggar Tari Bali, awalnya aku tidak menyukai tari Bali karena terlalu sulit gerakannya, tapi dengan rajin latihan aku terbiasa dan akhirnya bisa. Tari Bali ini sangat menantang, gerakannya yang lumayan sulit dan melihat para penari Bali dengan kostumnya yang megah membuat aku tertarik untuk bisa menari tari Bali.
Sejak TK, aku sudah ikut sanggar tari bali Wira Kencana, Pure Ametha Jati, Cinere. Aku sudah menguasai 6 jenis tari Bali, seperti pendet, tenun, panji semirang, manuk rawa, kupu-kupu dan terakhir tari legong keraton lasem (condong). Sanggar tari bali Wira Kencana selalu mengadakan pementasan dan sekaligus menjadi hari kenaikan tingkat, dan pementasan setiap setahun sekali, biasanya diadakan di Galeri Indonesia Kaya – Grand Indonesia, SQ Dome dan terakhir pementasan diadakan di Function Room Perpustakaan Nasional, Jakarta.
Selain pementasan yang diadakan oleh sanggar, aku sering diminta tampil diberbagai acara, seperti acara pentas seni sekolah, acara reuni akbar dan terakhir aku tampil diacara Diplomatic Ball 2019 di Hotel Le Meridien, Jakarta. Sayangnya, cita citaku untuk bisa menguasai semua tingkatan tari Bali tidak berjalan lancar karena adanya wabah corona, aku dan teman-teman harus berhenti latihan di sanggar dan sesekali kami diundang untuk menari secara virtual. Semoga covid ini cepat hilang dan kami bisa kembali berlatih menari kembali bersama teman-teman dan guru tari kami.”
Yodya Prasetyanto
Konsultan Properti – Ciledug Tangerang
“Selama pandemi ini, praktis tidak berlatih tari. Menyukai seni tari sejak saya berumur 10 tahun. Awalnya menyukai cerita wayang. Tertarik saat menyaksikan pertunjukkan wayang orang kemudian belajar menari agar bisa berperan dalam pertunjukkan wayang. Saya pelajari tari Jawa Solo tradisionali, gagahan dan alusan. Belajar pertama di kegiatan tari keluarga perusahaan tempat ayah bekerja. Sudah pernah pentas di TIM, GKJ, Ged WO Bharata, acara di Gedung-gedung pernikahan, hotel, covention center, baik di Jawa maupun luar Jawa.”
Riati Ningsih
Guru ekskul menari- Bekasi
“Saya belajar menari sejak kecil untuk tari klasik Jawa gaya Surakarta, tari Betawi, tari anak-anak Jawa timuran dan lainnya. Kebetukan lingkungan keluarga saya memang seniman, Pakde saya, sepupu dan paman (adik ibu saya) menekuni kesenian rakyat. Saya juga belajar tari bukan Jawa dan Bali, tapi tidak mendalami.
Untuk latihan di diklat Aanjungan Jawa Tengah TMII, mengikuti workshop yang diadakan tempat tersebut , juga pelatihan dari sanggar-sanggar yang ada di jabodetabek.
Pentas tari yang pernah saya lakukan di Anjungan Jawa Tengah TMII, acara pernikahan, hingga saat kegiatan massal kenegaraan. Selama pandemi kegiatan berkesenian menari ini relatif berhenti. Tapi ada sanggar di rumah yang latihannya diadakan setiap Sabtu(16.00-18.00) dan Minggu (09.00-11.00), selama pandemi latihan menerapakan protokol Kesehatan.
Ida Ayu Putu Adnyadhira Kumari
Siswi SMA Avicenna – Cinere, Depok
“Saya mulai belajar tari Bali sejak saya TK, sekitar tahun 2010. Saya mulai belajar dari tingkat dasar. Alasan memilih belajar menari tradisional ketika itu karena suka melihat kostum-kostum penari Bali yang beragam dan kelihatannya indah. Selain itu dorongan orang tua untuk ikut melestarikan budaya daerah.
Tarian yang saya pelajari adalah tari Bali. Sudah lumayan banyak tarian yang saya kuasai seperti tari pendet, panji semirang, tari kupu kupu tarub, tari trunajaya, tari legong, tari condong, tari kijang kencana, tari cilinaya, tari legong Abimanyu, tari janger dan lainnya. Saya belajar menari di Sanggar Wira Kencana di Pura Cinere pimpinan Pak Ketut Wana. Bersama sanggar, saya sering mengikuti pementasan antara lain di di Galeri Indonesia Kaya, di Taman Mini Indonesia Indah, di Pura, di Sekolah Internasional Singapore, Hotel Ritz Carlton, dan lainnya.
Saat pandemi ini awal 2020 lalu, sanggar kami juga terkena dampaknya, karena kegiatan-kegiatan yang menimbulkan kerumunan belum diperbolehkan. Kegiatan sanggar juga mengalami vakum sampai sekarang. Hanya sesekali pimpinan sanggar mengadakan zoom penyegaran menari supaya kami tidak lupa Gerakan-gerakan dasar sambil temu kangen.”
TIM REDAKSI NYALANYALI, URRY KARTOPATI, LALA WULANDARI