Sega Demi Dongan, Rusak Demi Kawan

NYALANYALI.COM, Kisah – Panggilannya Jeky, dia sahabatku semasa SMP.  Dulu, Jeky salah satu ‘pentolan’ di sekolah, berbagai kenakalan kami lakukan bersama, tapi tak perlu detail soal itu ha-ha..

Seperti umumnya remaja bandel di manapun, berkelahi sudah jadi rutinitas kami. Tapi, hal itu tak pernah menjadi masalah serius karena memang kami hanya bersenang-senang, hingga suatu siang yang sia…

Kami hanya berdua saja berkeliaran di kitaran sekolah, sedangkan pelajar lain sudah pulang.

Tiba-tiba saja muncul seorang pelajar SMA (sebut saja namanya si Keong) yang langsung memiting leher Jeky. Kami dipalak. Tak puas hanya itu,  ia memukuli Jeky tanpa melepas pitingannya.

Entah kenapa, saat itu sepi sekali, tak ada orang sama sekali yang lewat di tengah pusat kota itu.

Kami sebetulnya kenal dengan si Keong, tapi kemungkinan ia telah mengkonsumsi narkoba karena mengamuk seperti orang gila. Saya merasa tak berdaya, ketakutan dan hanya bengong seperti patung.

Saya menyaksikan, pukulan demi pukulan si Keong mendera Jeky. Anehnya si Keong tak sekalipun menyentuh saya yang sedari tadi berdiri disampingnya. Lalu ia memaksa kami ikut ke suatu halaman sepi, sepertinya si Keong masih ingin bersenang-senang memukuli Jeky.

Ternyata di halaman itu telah ada kelompok pelajar SMA lain yang sedang nongkrong, tapi mereka tak ikut campur dan hanya menyaksikan bagaimana si Keong menghajar Jeky bertubi-tubi.

Mata saya hanya tertuju ke Jeky yang terus-terusan dipukuli. otak buntu tak berani melawan tapi juga tak mau meninggalkan Jeky. Lalu, si Keong menyuruh saya untuk membeli minuman tuak.

“Cepat kau! Mati kawanmu ini nanti! Awas kau lari!” teriak si Keong.

Panik, saya pun berlari mencari tuak, sepanjang jalan pikiran berkecamuk, apa yang akan terjadi berikutnya, yang ada hanya bayangan Jeky makin babak belur. Secepatnya saya kembali, sambil menenteng kantong plastik berisi tuak.  

Tapi, dari kejauhan saya melihat si Keong sudah jadi bola kaki, ia berguling-guling di tanah dihajar oleh kelompok SMA lain yang tadinya hanya menonton itu.

Saya lempar dan buang tuak dalam kantong plastik tadi. Pikiran saya hanya segera menemukan Jeky.  Ia masih terduduk lemas dan baju seragamnya compang-camping terkoyak.

“Lari kalian..lari !” teriak seorang dari kelompok itu kepada kami. Tak banyak piker, spontan kami lari sekencang-kencangnya. darah berdesir, degup jantung membuat sesak, tapi kami terus berlari.

“Ayo Jek, kita ke kantor polisi,” seruku. Kami pun menuju Polres yang dekat. Tiba di sana,  barulah kami bisa menarik napas, tangispun meledak. Sedikit bercerita, ternyata Pak Polisi langsung merespon, lalu membonceng Jeky untuk “menjemput” si Keong, sementara saya menunggu di kantor polisi itu.

Tak sampai 5 menit, mereka kembali membawa si Keong, ternyata ia masih berkeliaran di tempat yang sama, bahkan membawa kapak bermaksud membalas dendam.

Akhirnya saya dan Jeky di suruh pulang, kami masih sempat melihat si Keong dalam posisi katak berdiri, menangis sambil meraung seperti anak kecil  sambil dihadiahi “roti bolu” dan elusan manis Pak Polisi sepertinya ha-ha-ha.. “Ampun Pak, ampun Pak..” teriaknya terdengar sampai ke jalan.

Bertahun-tahun kemudian, aku dan Jeky bertemu di jakarta. Sekarang Jeky telah jadi pengusaha sukses. “Maaf kawan, saat itu aku tak mampu membelamu tapi kucoba untuk tidak meninggalkanmu”.

ARNOLD SIMANJUNTAK – Yogyakarta

BACA:
Cucu Kebanggaan Nenek Salmah
Menemukan Luasnya Indonesia

Bagikan :

Advertisement