NYALANYALI.COM – Masih ingat foto Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (KAI), Ignasisus Jonan yang tidur meringkuk di bangku kereta? Agus Pambagio, pengamat kebijakan publik yang mengabadikannya, usai mereka melakukan peninjauan arus mudik dan balik Lebaran 2014 di jawa Timur. Foto Jonan itu kemudian viral.
Persahabatan antara Agus Pambagio dan Ignasius Jonan terjalin lama. “Saya kagum dengan cara dia me-manage orang, ketegasan dan kecerdasannya. Saya terlibat lama bersama dia bereskan KAI dan beberapa lembaga layanan publik tetapi belum selesai sudah keburu dipecat,” kata mantan Wakil Ketua YLKI itu, sambal tertawa.
Agus menyebut kekagumannya kepada Jonan, setelah tokoh yang ia panuti. “Ayah saya,” kata dia. “Alasannya, dia orang yang sangat jujur, disiplin, sederhana meskipun menjadi pejabat tinggi di Pertamina. Beliau hidup dari gaji, tidak macam-macam, setelah pensiun keluar rumah dinas tidak mau membelinya karena mahal, lalu kami tinggal di rumah kecil yang sederhana di Jakarta Timur,” ujarnya, berkisah.
Berikut wawancara Redaksi NyalaNyali.com dengan Agus Pambagio terkait berbagai persoalan kebijakan dan layanan public, Berikut petikannya:
Peristiwa apakah yang paling berkesan untuk Anda, sehingga memantapkan diri mendalamai soal kebijakan dan layanan publik ini?
Yang paling berkesan adalah di pertegahan tahun 1980-an, saat itu saya mulai bekerja, kondisi layanan publik di negara ini sangat buruk. Untuk mendapat pelayanan yang baik harus nyogok, sampai sekarang masih ada.
Kemudian orang yang tidak punya saudara terpandang sulit untuk maju karena buruknya layanan publik. Saya sempat berkali-kali mengalami hal buruk ketika berhubungan dengan layanan public di sini. Hal ini yang membuat saya ketika mendapat beasiswa ke Amerika saya tinggal di pusat dunia, Washington DC dan bertekad menjadi advocator dan lobbyist untuk layanan publik. Itu yang saya kerjakan hingga kini.
Secara umum, apa kelemaham pejabat publik kita dalam menerapkan kebijakan publik?
Koruptif sehingga tidak melayani ketika tidak disogok.
Apa kendala terbesarnya?
Korupsi dan KKN masih subur di bumi Indonesia.
Apakah yang bisa dilakukan agar pejabat publik menjalankan layanan publik setidaknya mendekati sempurna, berdasarkan sumpah dan tugasnya?
Kita yang masih peduli dengan layanan publik yang baik, tidak boleh berhenti mengingatkan, mengadvokasi, dan menghukum secara sosial melalui medsos. Intinya, pejabat yang melayani publik tidak koruptif
Lantas, bagaimana peran masyarakat? Apakah benar sebagai pihak yang memang harus dilayani semata?
Nah ini, masyarakat kita secara sosial merupakan masyarakat yang malas, cuek, sok tau, masa bodoh dan sering menipu atau mempermainkan kelonggaran penerapan hukum.
Beberapa kali Anda dengan cukup keras mengingatkan soal sanksi yang tegas terhadap pelanggaran aturan dan kebijakan, mengapa harus menerapkan sanksi tersebut, terutama soal pelanggar protocol Kesehatan Covid ini?
Di dunia ini tidak ada satupun negara yang sekarang rakyatnya tertib tidak menggunakan sanksi sebagai tools. Dimulai dengan peraturan yang ada, sanksi tegasnya dan dijalankan. Rakyat kita secara sosial merupakan makhluk yang cuek tidak bisa diatur dan hobi melanggar aturan dan terus berlangsung karena tidak ada sanksi.
Apakah masyarakat kjita harus “ditakut-takuti” dengan sanksi baru mematuhi aturan. Peraturan tanpa sanksi lebih baik tidak usah dibuat dan dimplementasikan. Percuma, dan itu terbukti selama ini. Sanksi hanya bisa diatur di UU dan Perda. Rezim kali ini hobinya menerobos aturan baku termasuk di UU Cipta Kerja itu. Jadi kondisi kita bisa semakin buruk.