Pengamat Perbatasan Fauzan: Saya Pernah Diteror!

NYALANYALI.COMFauzan, pengamat perbatasan kandidat Ph.D dari Universiti Utara Malaysia ini menyebut BJ Habibie, sebagai tokoh yang ia kagumi. “Beliau cerdas dan menginspirasi, namun juga berani mengambil keputusan seperti saat melakukan referendum terhadap Timor Timur,” kata pria kelahiran Sukoharjo ini.

Staf pengajar Hubungan Internasional UPN Yogyakarta ini menjelaskan, kemudian Timor Leste dari provinsi menjadi negara tetangga dalam perkembangannya. Artinya, persoalan perbatasan pun mengemuka.

Selain dengan Timor Leste, Indonesia berbatasan darat dengan Malaysia di Pulau Kalimantan dan Papua Nugini.  Sedangkan batas maritim, Indonesia berbatasan dengan 10 negara yaitu India, Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, Filipina, Republik Palau, Papua Nugini, Timor Leste, dan Australia.

Tak dimungkiri, perbatasan antarnegara masih menjadi persoalan. “Ada banyak bentuk pelanggaran hukum yang terjadi di kawasan perbatasan, seperti penyelundupan barang, penyelundupan narkoba, penyelundupan senjata ringan, perdagangan manusia, pencurian ikan, dan lain-lain,” kata suami Yolanda Medya Nova Dewi dan ayah tiga putri ini, menjelaskan.

Fauzan yang memiliki prinsip hidup dum spiro, spero (Selama saya masih bernapas, saya akan terus berusaha/berjuang) ini menungkapkan berbagai persoalan di perbatasan, bukan saja dampak hukum internasional tapi juga situasi sosial dan budaya masyarakat di perbatasan. Kepada Redaksi NyalaNyali.com, ia menyampaikan:

Upaya apa saja yang harus dilakukan pemerintah agar persoalan perbatasan dengan negara-negara tetangga tidak memunculkan “percikan”?
Yang pertama adalah secara intens pemerintah harus melakukan perundingan-perundingan batas negara dengan negara tetangga agar persoalan sengketa perbatasan bisa segera diselesaikan dengan damai. 

Kedua, negara harus hadir di perbatasan dengan melakukan pembangunan di kawasan perbatasan. Infrastruktur di kawasan perbatasan sebagian besar masih minim, seperti akses menuju perbatasan banyak yang masih sulit, apakah itu berupa jalan, moda transportasi melalui sungai dan laut maupun udara. Sebagai contoh, akses untuk menuju wilayah perbatasan di Kecamatan Krayan, Kalimantan Utara masih sulit. Saat ini, akses satu-satunya untuk mencapai wilayah Krayan hanya melalui udara dengan pesawat kecil jenis cessna caravan dan pilatus porter.

Sepanjang mendatangi daerah-daerah perbatasan, secara pribadi pengalaman apa yang menarik bagi Anda?
Sebagian besar daerah perbatasan yang pernah saya kunjungi memiliki karakteristik yang berbeda-beda dan memberikan pengalaman tersendiri bagi saya. Namun dari sekian banyak daerah perbatasan yang pernah saya kunjungi, ada pengalaman yang menarik dan sedikit mengkhawatirkan bagi saya.

Saat itu saya melakukan kunjungan ke Pulau Serasan Natuna untuk riset disertasi saya. Pulau Serasan merupakan gugusan pulau yang berada di bagian timur dari wilayah Natuna. Meskipun secara administasi pulau ini masuk wilayah Natuna, Kepulauan Riau, namun secara geografis lebih dekat dengan Pulau Kalimantan. Sehingga masyarakat di sini lebih banyak melakukan interaksi menggunakan perahu atau pompong dengan wilayah Pemangkat, Sambas Kalbar maupun dengan wilayah Sematan di Serawak Malaysia.

Pulau Serasan dan Natuna memiliki alam bahari yang indah, namun sayangnya belum dikelola dengan baik untuk menjadi destinasi wisata. Dan khusus di Serasan, keindahan alam baharinya banyak mengalami kerusakan yang disebabkan penggunaan bom ikan dan racun potasium oleh nelayan setempat. 

Mereka menyambut positif kedatangan Anda?
Pernah suatu waktu di Serasan, kami didatangi beberapa nelayan setempat yang menggunakan alat tangkap tradisional dan legal. Mereka banyak curhat dan mengeluhkan maraknya penggunaan bom ikan oleh kelompok nelayan lainnya. Kemudian pada saat kami melakukan observasi dengan mengelilingi Pulau Serasan dan melakukan ekspedisi kecil ke pulau kecil terluar yakni ke Pulau Kepala, kami mendapati adanya nelayan yang menggunakan bom ikan di sebuah pulau. Atas kejadian itu, kemudian saya beberapa kali ngetwit dan mention ke Bu Susi Pudjiastuti, Menteri KKP saat itu. 

Kemudian?
Pada waktu kunjungan kedua ke Natuna, saya sempat berkunjung ke Pangkalan TNI AL (Lanal) Ranai, untuk melakukan wawancara dengan komandan Lanal (Danlanal) namun gagal karena mendadak beliau harus pergi ke Batam untuk Rakor. Pada saat saya di Lanal itu, saya dapati ada belasan nelayan Serasan yang ditangkap dan sedang diidentifikasi di Lanal.

Nelayan-nelayan ini ditangkap oleh kapal patroli Lanal karena didapati sedang melakukan aksinya menangkap ikan dengan menggunakan bom ikan dan racun potasium di perairan sekitar Pulau Serasan. Pada saat itu, saya secara sembunyi-sembunyi sempat mangambil beberapa foto mereka, namun kemudian ketahuan oleh salah satu aparat dan saya diminta untuk menghapus semua foto yang saya ambil di tempat itu.

Beberapa hari kemudian dalam perjalanan laut dari Natuna – Serasan menuju Pontianak saya beberapa kali ditelpon dan di-SMS oleh orang yang tidak saya kenal dan isinya bernada mengancam saya atas penangkapan nelayan-nelayan Serasan oleh kapal patroli Lanal Ranai.

Mengapa orang itu mengancam Anda?
Peneror ini menganggap sayalah yang telah melaporkan mereka dan kemudian terjadi penangkapan terhadap nelayan-nelayan tersebut. Bahkan ketika saya sudah sampai di Jogja, SMS bernada makian dan ancaman itu beberapa kali masih saya terima dari beberapa nomer yang berbeda. 

Bagaimana dengan pelanggaran wilayah oleh nelayan atau kapal asing lain?
Kasus pelanggaran wilayah oleh nelayan atau kapal asing masih marak terjadi di wilayah perairan Indonesia. Ada beberapa wilayah perairan Indonesia yang rawan pencurian ikan, yaitu Laut Natuna Utara, Selat Malaka, Laut Sulawesi dan Laut Banda. Namun dalam beberapa tahun terakhir, wilayah Laut Natuna Utara semakin memanas karena tidak hanya berkaitan dengan kasus pencurian ikan, namun juga berkaitan dengan klaim sepihak dan provokasi pihak Cina.

Bagaimana dengan kasus-kasus perdagangan manusia melalui daerah perbatasan?
Sejauh ini kasus perdagangan manusia juga masih sering terjadi melalui kawasan perbatasan. Sepanjang perairan Selat Malaka hingga ke bawah, sering menjadi perlintasan perdagangan manusia ke wilayah Malaysia dan Singapura. Demikian juga beberapa titik seperti Entikong dan Sebatik, menjadi jalur lintas batas perdagangan manusia dengan modus TKI.

Adakah pula masalah kependudukan, data diri warga di daerah perbatasan ini? Bagaimana mengatasinya?
Ya, di kawasan perbatasan antara Indonesia dan Malaysia, khususnya di perbatasan Kalimantan Utara dengan Sabah sering muncul masalah kependukukan di mana warganegara Indonesia selain memiliki KTP juga mempunyai ID (identity card)  Malaysia. Hal ini terjadi karena selama ini Malaysia telah melakukan berbagai pembangunan di sekitar kawasan perbatasan, kemudian memberikan kemudahan pelayanan sosial kepada masyarakat Indonesia di sekitar perbatasan, bahkan memberikan ID kewarganegaraan Malaysia kepada masyararat Indonesia yang biasanya digunakan dalam kegiatan politik (pemilu) di Malaysia.

Dengan kepemilikan ID ini, warganegara Indonesia bisa mendapatkan santunan setiap bulannya dari pemerintah Malaysia dan juga mendapatkan jaminan kesehatan. Sementara pemerintah Indonesia masih kurang perhatian dan minim dalam membangun kawasan perbatasan.

Nah, untuk mengatasi masalah itu apa yang harus dilakukan pemerintah Indonesia?
Pemerintah Indonesia harus lebih gencar dalam membangun kawasan perbatasannya, termasuk dalam menyediakan fasilitas-fasilitas pelayanan sosial bagi warganegaranya yang tinggal di perbatasan. Selain itu, pemerintah Indonesia juga harus menata dan mempermudah sistem pelayanan administrasi di desa-desa perbatasan untuk meminimalkan kasus kepemilikan identitas ganda. Karena rendahnya standar sistem pelayanan administrasi di desa perbatasan ini, banyak masyarakat yang tidak memiliki KTP, namun justru memiliki ID Malaysia.

BACA JUGA:
Pengamat Perbatasan Fauzan: Indonesia Merasa Tidak Punya Batas Maritim dengan Cina

Bagikan :

Advertisement