NYALANYALI.COM – Orang lebih mengenalnya dengan nama Embie C. Noer, dibandingkan nama aslinya Rumli Chairil Noer. Pekerja seni yang telah makan asam garam ini, tahun ini diganjar Penghargaan Life Achiefment pada Festival Film Bandung 2020 untuk segala kiprah dan pengabdiannya di bidang film khususnya.
Ketua LSP-P3 (Lembaga Sertifikasi Profesi) Kreator Film Dan Televisi Indonesia ini telah menjadi music director bekerja sama dengan berbagai sutradara ternama negeri ini, sebut saja Arifin C Noer yang juga abangnya, Nyak Abas Acup, Ami Proyono, Matnoor Tindaon, Wim Umboh, Imam Tantowi, Chaerul Umam, Dedi Setiadi, U-Wei Haji Syaari (Malaysia) dan lainnya.
Menjadi music director tidak hanya untuk film dan televisi, pria kelahiran Kota Cirebon, 17 Juli 1955 ini berkecimpung pula di dunia teater. Ia pernah sebagai music director untuk Teater Koma (N.Riantiarno), Teater Ketjil (Arifin C Noer), Teater Malaysia (U-Wei Haji Syaari), Teater Saja (Ikranagara) dan sebagainya.
BACA:
Embie C Noer tentang Film Pengkhianatan G 30 S/PKI dan Sikap Represif Karya Seni
Dan, yang tak kalah menarik adalah konsistensi dan kepedulian suami Wieka Wahida ini terhadap kesenian daerah. Ia yang kerap menjadi Juri FLS2N, Festival Karawitan Tingkat Nasional ini mengungkapkan kepada Redaksi NyalaNyali.com tentang keprihatinannya terhadap ruang pekerja seni di daerah yang semakin sempit, dan makin lebih sempit lagi saat pandemi Covid-19 ini.
Bagaimana kondisi kesenian daerah kita saat ini?
Kondisi kesenian daerah kita saat ini lumayan baik tapi tetap perlu perhatian serius semua pihak karena kondisinya fundamentalnya masih ringkih akibat perkembangan yang digarap secara formal yang dituju masih disekitar permukaan, sedangkan akarnya dibiarkan terus meranggas. Lingkungan hidup di daerah yang semakin ‘moderen’ tidak kondusif bagi kehidupan kesenian daerah untuk hidup tumbuh secara alamiah sehat sesuai fungsinya.
Sesempit apa ruang pekerja seni di daerah-daerah? Mengapa?
Benar, ruang pekerja seni daerah makin sempit karena tata ruang budaya sosial yang menempatkan seni daerah sebagai kegiatan yang dipersiapkan sekenanya kadang mengada-ada, untuk ditampilkan pada acara tahunan di ultah daerah, delegasi ajang kompetisi dan, suguhan jika ada tamu dari pusat atau turis.
Apa yang harus dilakukan pemerintah dan lembaga lainnya untuk terus mendorong kesenian daerah tidak hilang akarnya?
Masyarakat daerah didorong melalui program kesejahteraan sosial untuk menghargai kesenian daerahnya sebagai proses kehidupan bersama, sebagai peristiwa lahir dan batin di mana luapan jiwa rasa kegembiraan digelar bersama rasa syukur atas keberkahan kekayaan khas budayanya yang arif, cerdas dan kreatif selaras dengan kondisi alam lingkungan.
Bagaimana pula dunia film dan televisi kita?
Perfilman Indonesia berkembang pesat. Kegiatan perfilman tumbuh di mana-mana. Hal ini berkat dukungan teknologi digital yang mempermudah dalam proses perekaman dan pengolahan gambar dan suara, disamping harga peralatannya yang sederhana relatif murah. Demikian pula televisi, saat ini sangat mudah untuk setiap orang menonton televisi bahkan memiliki pemancar televisi sendiri melalui chanel YouTube, dan chanel lainnya.
Sayangnya kegairahan ini belum ditanggapi secara sungguh-sungguh oleh Indonesia, artinya apa yang tengah tumbuh marak di mana-mana dibiarkan tumbuh alamiah liar apa adanya. Kondisinya ini hanya menyuburkan konsumerisme buta pada budaya informasi multimedia tanpa sistem antisipasi dan apresiasi pada dampak dan manfaatnya.
Apakah tuntutan komersial tinggi bisa mematikan kreativitas pekerja seni film dan TV? Dan berakhir kepada penyajian tontonan dengan kualitas rendah?
Tuntutan tinggi pada nilai komersial tidak hanya akan mematikan kreativitas insan film dan televisi tetapi akan menghancurkan kepercayaan publik penonton terhadap karya anak bangsa, jika tidak diimbangi dengan penataan pada kualitas sistem perencanaan produksinya.
Setiap produksi harus dirancang menurut standar rasional sesuai prosedur yang berlaku untuk mendukung proses kreatif tetap terjaga kualitasnya, sehingga produk yang dihasilkan merupakan produk kreatif berkualitas yang bernilai komersial dan dikerjakakan sesuai kaidah-kaidah standar sinematografi.
Bagaimana meningkatkan kompetensi pekerja seni itu sendiri?
Untuk meningkatkan kompetensi pekerja seni dengan meningkatkan wawasan pengetahuan, kemampuan dan keterampilan teknis serta sikap perilaku kerja pada setiap bidangnya. Ketiga hal tersebut harus dilakukan secara bersama-sama melalui sanggar, balai latihan, pendidikan formal.
Seberapa besar ruang berkesenian terbuka lebar bagi pekerja seni?
Ruang berkesenian di Indonesia belum terbuka lebar karena belum ada konsep pengembangan yang terpadu. Ruang dalam arti tempat untuk kegiatan kesenian berserakan di mana-mana tetapi tidak memiliki standar teknis peruntukannya.
Tempat kesenian harus mendukung agar kegiatan kesenian dapat optimal bukan sebaliknya, banyak tempat kegiatan kesenian justru merusak kesenian. Ruang berkesenian dalam arti luas, lebih parah lagi karena belum adanya kesadaran yang merata bahwa keberadaan kesenian yang sesuai dan berkualitas bagi suatu masyarakat adalah ‘oksigen’ agar jiwa mendapat asupan energi untuk membangun kualitas dan matabat kehidupan.
Apakah di negeri ini pekerja seni bisa mendapat penghidupan yang layak khusunya seni tradisional?
Jawabannya adalah ‘ya’ – bagi sebagian kecil; dan ‘tidak’ untuk sebagian besar lainnya. Ini akibat dari yang tadi saya jelaskan; belum adanya kesadaran yang merata bahwa keberadaan kesenian yang sesuai dan berkualitas bagi suatu masyarakat adalah ‘oksigen’ agar jiwa mendapat asupan energi untuk membangun kualitas dan martabat kehidupan.
Manakala ketidaksadaran ini terjadi pada para pengambil kebijakan maka pasar kesenian kita tidak memiliki kecerdasan; mana yang harus dibeli dengan mahal, dengan murah, dengan gratis, atau dengan satu sistem dan proses sosial yang harus diperjuangkan.