NYALANYALI.COM, Kisah – Empat bulan lalu, hampir setiap pagi aku dan istri mendapati sesisir pisang menggantung di pintu. Semula kami tak tahu, misteri pisang itu, pada akhirnya aku memergoki lelaki tua ini mengendap-endap menggantungkan sesisir pisang ambon, ulah Bang Belang.
Namanya aneh, tapi itu memang namanya. Lelaki tua yang masih mendorong gerobak pisangnya keliling kampung, jelang siang baru pisang-pisang itu ia gantungkan di jalanan. Satu istri, empat anak, satu menantu, dua cucu menjadi tanggungannya.
Satu hari ia tak nampak, aku dan istri melihat dia tergolek di rumahnya yang sempit, bersisian dengan kandang ayam. Ia harus operasi batu ginjal, kondisinya sangat lemah. Setelah dia pulang dari rumah sakit, kami menengoknya lagi. “Terima kasih sudah dateng”. Hanya itu yang dikatakannya. Matanya berkaca-kaca. Bibirnya bergerak-gerak tanpa suara. Genggaman tangannya kuat seolah tak ingin dilepaskan. Istrinya mengatakan, hanya kami yang menyempatkan datang, tetangga pun tidak.
Pisang-pisang Bang Belang pun menjadi menu wajib hiasan di gagang pintu. Kegigihannya adalah contoh, ketidakputusasaannya adalah ajaran.
Pondok Labu, 4 Februari 2015
DIAN ANDRYANTO
Penulis #sayabelajarhidup
BACA:
Mata Kiri dan Mata Kananmu Tak Sama
Aku Sudah Dirumahkan
Aku dan Rahwana
Apa Kabar Indonesiaku