NYALANYALI.COM, Cerita – Seorang kawan berkabar ia sudah dirumahkan. Perusahaannya sudah tak sanggup lagi menggaji karyawannya. Minim pemasukan, tak punya simpanan lebih buat nutup pengeluaran. Pemimpinnya merasa hanya itu yang bisa ia lakukan.
Kawan lain berkabar masih sedikit beruntung, di tempatnya bekerja belum sampai dilakukan merumahkan orang, hanya gaji pegawainya di potong agar cash flow perusahaan masih bisa berputar.
Ada kawan lagi sepekan lalu berkabar, di tempatnya bekerja mulai dilakukan penyisiran. Tenaga honorer diselesaikan, kemudian tenaga kontrak diputus kerja, tenaga tak produktif mulai di rumahkan dan pegawai memasuki pensiun dipercepat pensiunnya. “Entah apa lagi setelah ini, penyisiran pengurangan pegawai terus dilakukan, napas perusahaan Senin Kamis,” katanya.
Kawan, tak perlu terus melihat ke belakang dan banyak pertanyaan yang justru akan menghambat jalan. Mengapa dia yang dipertahankan, mengaku aku yang dirumahkan. Mengapa dia yang masih dipekerjakan, aku yang diberhentikan. Biarkan pimpinan mempertanggungjawabkannya. Berlarilah cepat dari itu semua. Karena bangkit lebih berguna daripada meratap.
Pandemi Covid-19 bukan saja soal gangguan kesehatan, telah makin merambah kepada ancaman ekonomi pula. Rasanya mangkel bila ingat bagaimana pejabat-pejabat negeri ini di awal wabah corona menanggapi dengan guyonan dan santuy. Mungkin mencegah kepanikan massal tapi justru jadi mencemaskan karena ternyata tak tahu mengatasinya kemudian.
Kawan-kawan yang berkabar tadi, sebagian besar bukan bicara tentang dirinya sendiri setelah ini bagaimana? Mereka bercerita tentang istri dan anak-anaknya. Bapak dan ibunya. Keluarga yang dihidupinya dengan bekerja selama itu. Apa yang bisa membuatnya kembali punya penghasilan agar kebutuhan dapur rumahnya terpenuhi, mengebul kembali. Karena ia kepala keluarga, tulang punggungnya.
Kawan-kawan saling bertelepon. Saling menguatkan satu dan lainnya, meski mereka sudah tak sekantor lagi.
Hari ini mereka, siapa tahu besok kita. Tak ada salahnya bersiap sedini mungkin, agar tak terkejut menghadapi segalanya nanti.
Apa lagi yang perlu diteguhkan kecuali keyakinan bisa melampaui ini semua. Jika bisa sedikit menggeliat dan punya peluang jangan sia-siakan setiap kesempatan yang tiba. Meski pun jauh dari profesi yang digeluti selama ini.
Kawan, jangan pernah putus asa. Lihatlah cicak tak bersayap itu, bisa hidup sampai ini hari tanpa mengejar nyamuk yang bisa terbang.
Lihatlah ikan berkubang seumur hidupnya di kolam itu-itu saja, bergerak begitu-begitu saja, ada saja yang bisa ia makan.
Lihatlah camar yang cekatan menyambar ikan dari kedalaman lautan, meski tak bisa sedikit pun ia mampu berenang.
Lihatlah para jago berkokok setiap pagi, meski suaranya tak lagi dipedulikan kalah dari bunyi alarm dengan suara aneka dering, tetap saja ia berkokok. Putus asa bukan miliknya.
Telepon berdering. Di seberang suara kawan bergetar, “Aku sudah dirumahkan,” kata dia. Bukan nasihat panjang lebar yang ia butuhkan, karena yang ia perlukan tempat berkisah. Kemudian bangkit bersama.
Hari ini bisa saja mereka, besok bisa jadi sampai kepada kita. Wabah dan musibah apapun bentuknya tak pernah memilih.
17 Juli 2020
S. DIAN ANDRYANTO
Penulis #sayabelajarhidup