NYALANYALI.COM – Aktivis Buruh Migran Indonesia atau BMI, Maizidah Salas seperti tak pernah Lelah melakukan edukasi dan sosialisasi kepada para buruh migran dan keluarganya. Berbagai cara dilakukannya, dari yang formal dalam diskusi dan seminar, hingga webinar saat ini.
Alumnus Fakultas Hukum Universitas Bung Karno yang mengawali sebagai buruh migran ke Korea Selatan dan Taiwan, bahkan menjadi korban human trafficking pun pernah ia rasakan. Itu sebabnya, Maizidah Salas tahu benar modus para calo dan sponsor tenaga kerja, sehingga ia Bersama jaringannya terus melakukan advokasi perdagangan manusia.Kordinator Jaringa Buruh Migran (JBM) Jawa Tengah dan Ketua Serikat Buruh Migran Indonesia DPC Wonosobo ini pun sudah dapat memetakan penyebab orang meninggalkan kampung ke negeri lain.
“Sudah bisa dipastikan bahwa masalah ekonomi pada keluarga menjadi persoalan pertama, dan kedua biasanya ada masalah dalam keluarganya misalkan broken home atau lainnya, ketiga, tidak adanya lapangan pekerjaan yang sesuai minat ataupun kemampuan sesuai pendidikan teman-teman yang bisa dijangkau,” ujarnya.
Maizidah bahkan menyebut alasan keempat yang sering menjerat buruh migran. “Iming-iming dari oknum sponsor atau calo yang menjanjikan akan memberikan atau mencarikan pekerjaan yang baik, majikan yang baik, gaji tinggi, dapat pesangon dan sebagainya. Itu adalah persoalan mendasar mengapa perempuan banyak menjadi pekerja migran sampai hari ini,” kata perempuan kelahiran Wonosobo, 10 Februari 1976 ini.
Peraih penghargaan Trafficking in Person (TIP) Report Heroes dari Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat pada 2018 ini, tidak hanya melakukan edukasi kepada calon maupun buruh migran, tetapi juga keluarganya. Kepada NyalaNyali.com, ia mengisahkan upayanya mendirikan Kampung Buruh Migran Desa Tracap, Wonosobo, Jawa Tengah sejak 2011 lalu. Berikut kutipannya:
Bagaimana gagasan mendirikan Kamoung Buruh Migran ini?
Ide Kamoung Buruh Migran di Wonosobo ini awalnya muncul ketika dulu saya menjadi pekerja migran. Banyak menemuai masalah baik masalag dalam pendidikan, dalam hak dan kewajiban saya sebagai buruh migran, hak keluarga, pendidikan anak dan lainnya. Banyak hal saya alami sehingga saya punya inisiatif mendirikan Kampung Buruh Migran, harapannya di Kampung Buruh Migran ada informasi yang bisa diakses buruh migran dan anggota keluarganya di Kampung Buruh Migran ini.
Sangat menarik, lantas?
Juga memiliki posko yang bisa sebagai tempat mengadu persoalan buruh migran, serta memfasilitasi pendidikan anak-anak buruh migran. Kemudian mengedukasi masyarakat, mengedukasi anak-anak dan remaja terutama anak pekerja migran, paling tidak bisa berkomunikasi yang baik dengan orang tua dalam hal ini karena mereka jauh. Bagaimana mereka bisa mencari teman, bisa bergaul, bisa menginspirasi edukasi yang baik juga.
BACA:
Aktivis Buruh Migran, Maizidah Salas: Perlindungan BMI Masih Lemah
Persoalan utama karena kebutuhan ekonomi sehingga mereka terpaksa bekerja ke luar negeri, bukan?
Benar. Itu sebabnya kami juga melihat dan merasakan sendiri, sebetulnya mereka yang kerja di luar negeri itu salah satu tujuan terbesar adalah mencari pekerjaan yang bisa menghasilan uang.
Nah, kita ingin di Kampung Buruh Migran ini bisa memfasilitasi lapangan pekerjaan kepada teman-teman, kepada masyarakat, bahkan keluarga buruh migran untuk bisa bekerja di daerahnya sendiri. Alhamdulillah, di Kampung Buruh Migran ini sudah banyak kegiatan pemberdayaan ekonomi koperasi, toko sembako, toko simpan pinjam, ternak kambing dan juga pembuatan bahan triplek yang bisa menyerap banyak tenaga kerja di Kampung Buruh Migran.
Edukasi untuk meningkatkan kesadaran buruh migran, apa lagi?
Kami mengedukasi masyarakat melalu film-film yang kita buat, film pendek, kita harapkan film-film ini melalui ini bisa sampai tujuannya. Dan, harapannya film ini bisa mengedukasi masyarakat luas agar bisa terhindar menjadi korban perdagangan manusia. Salah satunya memproduksi film Impian Negeri Berkabut yang diproduksi 2018 lalu.
Tujuan akhir mendirikan Kampung Buruh Migran ini?
Saya inginnya terus membangun sumber daya manusia untuk teman-teman Wonosobo. Bukan hanya untuk para buruh migran saja. Saya sangat senang teman-teman sampai membuat organisasi pemuda di Wonosobo. Karena yang akan memegang dan menjadikan negeri seperti apa kan anak anak muda. Ke depan kita punya wacana anak-anak muda di sini tidak perlu keluar daerah atau keluar negeri, tapi kita bangun daerah sendiri, dengan kemampuan kita sendiri, dengan ide kita masing masing, dengan cara kita sendiri. Yang bisa mengangkat nama keluarga dan daerahnya, syukur sampai mancanegara.