NYALANYALI.COM, Kisah – Warung-warung makan tutup sepanjang pagi hingga petang. Ini musimnya tutup warung. Kisah berulang setiap Ramadan tiba.
Kalau pun ada yang buka, sebagian besar mukanya ditutup rapat. Bahkan ada yang begitu rapatnya ditutup kain bermeter-meter. Warung makan atau toko kain nyaris tak ada beda.
Tak terlihat dari luar, itu sepertinya prinsipnya. Hanya nampak orang yang bergegas masuk, kemudian celingak celinguk sebelum keluar. Hanya terlihat kaki-kaki bersendal di bangku kayu.
Sendok diatur begitu rupa agar tak berdenting menyentuh piring. Bahkan kalau perlu bersuara pelan saja, agar tak dikenali tetangga yang mendengar. Puasa-puasa kok makan.
Makin aneh orang-orang kita. Makin nampak hobi mengurusi orang lain. Di beberapa daerah bahkan muncul surat edaran resmi, warung tutup semua. Tidak boleh ada yang jualan makanan, minuman, dan sebangsanya. Tapi iklan di TV memperlihatkan es campur yang segar di guyur sirup, dan pemain sinetron yang kunyah-kunyah makan enak.
Sweeping dilakukan merajalela. Intinya tidak boleh ada warung makan yang buka. Targetnya semua orang harus kelihatan puasa, wilayahnya terlihat kuat imannya karena nampak berpuasa, dan warung sebagai salah satu simbol pembatal puasa wajib ditutup.
Sesungguhnya, puasa itu untuk siapa?
Dalam hadist, HR Bukhari, disebutkan “Setiap amalan manusia adalah untuknya (manusia itu) kecuali puasa, sebab ia (puasa) hanyalah untukku (Allah) dan Akulah yang akan memberikan ganjaran padanya secara langsung”
Puasa tidak terkena riya sebagaimana (amalan) lainnya terkena riya. “Ketika amalan-amalan yang lain dapat terserang penyakit riya, maka puasa tidak ada yang dapat mengetahui amalan tersebut kecuali Allah, maka Allah sandarkan puasa kepada Diri-Nya,” kata Al-Qurtuby.
Nah, kalau sudah begitu. Warung makan ditutup atau tidak, bukan disitu persoalannya. Mau warung makan buka semua, ngablak-ablak, menebarkan aroma masakan yang menggoda, orang-orang yang meyakini itu hari tak berpuasa nampak makan dengan lahapnya, dilihat orang lalu lalang tak risih pula. Lantas, apa hak kita melarangnya. Ketika pemilik hidup ini sudah menegaskan, puasa itu hanya untukNya. Bukan biar dilihat teman dan tetangga. Bukan untuk bos agar tahu ia puasa. Bukan untuk orang-orang siapapun dia.
Kalau engkau tergoda ada orang makan di depanmu, tanyalah keimananmu sendiri. Kalau engkau terbujuk karena ada orang yang minum cleguk cleguk kelihatan nikmat di depanmu, tanyalah makna puasa untuk dirimu sendiri.
Bukankah semakin banyak godaan, semakin menempa kuat kadar iman seseorang? Kalau perlu uji puasa, masuk warung makan, duduk sekitar 15 menit, kemudian keluar dan rasakan bukti tak tergodanya dirimu. Tapi, kalau tak kuat, segera lambaikan tangan.
Mau dikelilingi ratusan orang makan dan minum, tak masalah pula buatku. Asal, jangan makan lodeh dan baceman ya.. Hehehe
10 Juni 2016
S. DIAN ANDRYANTO
Penulis #satabelajarhidup