NYALANYALI.COM, Kisah – Beberapa waktu lalu, ketika aku terburu-buru melangkahkan kaki ke suatu pusat perbelanjaan di tengah kota Jakarta yang dapat dibilang terbesar di Ibu Kota, ada sesuatu yang janggal mengapa semua orang tertunduk melihat ke arah kakiku?
Tak lama aku tersadar, ketika hendak melakukan transaksi di slah satu kasir, salah satu penjaga etalase memandangku dari atas hingga bawah membuatku merasa semakin risih. Saat aku melihat ke bawah ternyata sandal jepitlah asal muasal dari perkara ini.
Hal ini mengingatkanku pada seorang yang memiliki pengaruh besar dalam hidupku, kata-katanya tentu selalu terngiang di kepalaku. Begini katanya,
“Sebagai seorang perempuan, hargai dirimu dengan berpakaian selalu rapi dan jangan pernah sekalipun pergi keluar rumah menggunakan sandal jepit.”
Pada saat itu tentu aku mulai heran, apa yang salah dengan sandal jepit, semua orang memakainya dengan santai untuk pergi ke mana saja. Tapi, perkara demi perkara menyadarkanku akan nasihat tersebut, yang masih selalu kuingat peristiwa sewaktu kuliah dulu, ada sebuah restoran di Jakarta Selatan melarang masuk orang-orang yang menggunakan sandal jepit. Saat itu peraturan tersebut masih baru dan kebetulan ketika itu aku perlu masuk untuk bertemu teman-temanku. Dengan kecewa aku membatalkan janji karena dilarang masuk para petugas keamanannya. Mulai dari perkara tersebut aku tak pernah lagi menggunakan sandal jepit untuk pergi keluar rumah.
Palar Pardi Sandjaja alias Peng Tjin orang itu. Ia merupakan orang yang kujadikan panutan dalam hidupku, terlahir dari keluarga serba kekurangan namun di hari tuanya ia bisa menjadi seseorang yang sangat dikagumi. Bahkan saat ini beliau dan seluruh keluarga telah menetap di Amerika. Hidupnya penuh dengan perjuangan tidak hanya keringat namun ia pun tidak memikirkan dirinya sendiri saat bekerja keras itu, semua ia lakukan demi keluarganya. Pernah menjabat sebagai rektor salah satu universitas di Depok, dan menempuh pendidikannya hingga tingkat Doktor (S3) walaupun beliau tidak dapat meraih gelar profesornya karena satu dan lain hal.
Saat pertama kali membantunya sebagai asisten dosen di universitas internasional di daerah Karawaci, sempat merasa pesimis dengannya karena selama hidupku mengenal beliau, ia adalah pribadi yang sangat disiplin dan terkenal kaku di keluarga, namun pemikiran tersebut langsung sirna ketika beliau menunjukkan cara mengajar yang berbeda dari dosen-dosen senior seangkatannya, membuatku menyesal tidak membantu beliau mengajar lebih cepat.
Ia menggunakan metode bercerita disertai dengan humor yang membuat para mahasiswa merasa nyaman dengan cara mengajarnya walaupun usia diantara mereka terpaut hampir setengah abad namun rasa sayanglah yang timbul diantara mahasiswa dan beliau.
Alasanku menjadi asistennya karena ingin menyelesaikan skripsiku saat itu, tapi pelajaran seumur hiduplah yang kudapat dan kubawa hingga saat ini. Beliau juga yang memacuku untuk menyelesaikan pendidikan S2 ku.
“Pendidikan itu penting, jadikan selalu nomor satu.”
Kata-kata itulah yang ia ulang-ulang setiap ada kesempatan mengobrol denganku. Walaupun aku ini perempuan dan mungkin suatu saat aku akan meninggalkan dunia pekerjaan namun beliau selalu mendorongku untuk menempuh pendidikan setinggi-tingginya. Doa dan Harapan terbaik selalu untuknya, Paman yang terpisah jauh di benua sana.
LULUK KERTOPATI
Buku #sayabelajarhidup ke-11 Nusantara Berkisah 2: Orang-orang Sakti (2019)