Ramadan Tak Pernah Pergi, Sayang…

NYALANYALI.COM – Jika hanya menahan haus dan lapar, tak kan bisa engkau mengalahkan mereka yang papa. Seperti pengemis buta miskin papa yang dari tangannya sendiri Rasulullah menyuapinya.

Jika hanya menahan marah, tak mungkin bisa engkau kalahkan Nabi Yunus, yang dilempar ke laut ganas dan ditelan paus, tetap memaafkan mereka yang melemparkannya.

Jika hanya mencitrakan dirimu lebih baik dari lainnya, apa bedanya kau dengan juru-juru kampanye dimana-mana itu. Seperti Firaun yang mengkampanyekan dirinyalah Tuhan.

Jika hanya mengejar jabatan dan kekayaan duniawi saja dengan segala cara, tak mungkin kau menandingi Nabi Sulaiman, maharaja terkaya, manusia, makhluk ghaib, hewan dan tumbuhan tunduk padanya.

Jika bangga molek dan ketampanannmu berlebihan tak terkira, tak bisa dibandingkan dengan Nabi Yusuf, air tempat wajahnya berkaca pun mengaguminya.

Jika merasa paling terhina, bisakah kau kalahkan Nabi Ayub, yang puluhan tahun dijauhi orang, dipencilkan, penyakit kulit tak tersembuhkan dideritanya, predikat orang termiskin disandangnya. Tak sekalipun ia mengumpat dan menyesali yang menimpanya.

Jika merasa paling sakti tak tersentuh api, tak mempan senjata tajam, dan segala punya ilmu pengasih, bisa jadi kau ikuti jalan para penyihir Firaun yang bisa hadirkan ular-ular seketika.

Jika kau merasa paling hebat tiada tanding namun sujudmu hanya pada Allah, bisakah kau kalahkan Umar bin Khattab, yang memusuhi Rasulullah sedemikian bencinya kemudian berbalik menjadi pelindungnya karena maaf yang keluar dari mulutnya sewangi bunga.

Jika kau merasa paling baik puasa Ramadanmu dari lainnya, siapakah engkau? Yang berani mengambil hak Allah yang akan menilai ibadah puasamu. Tak ada yang tersembunyi dariNya, dalam gelap dan terang, dalam ucapan dan bisikan, dalam perbuatan dan niat.

Bukan Ramadan yang berkemas pergi ini hari, uluk salam sampai bertemu kembali itu kita yang sampaikan. Bukan Ramadan tamu kita, justru kitalah tamunya. Mampukah kita mengunjunginya tahun depan, dalam pengelanaan panjang kita di dunia.

Jika saat Ramadan terasa seperti biasa saja, maka sudah hilanglah suka cita perayaan dan menjalaninya. Maka raib pula rasa manfaatnya, kecuali lapar dan dahaga yang didapat saja.

Seperti koruptor yang berpuasa tapi ia mencuri uang juga, seperti pembunuh yang menghabisi nyawa lainnya meski ia berpuasa, seperti puasa pengumbar benci yang tak menghentikan sumpah serapahnya.

Ramadan tak pernah pergi, sayang…

Mampukah kita mendatanginya dengan bekal hati yang lebih baik tahun depan?

S. DIAN ANDRYANTO
Penulis #sayabelajarhidup

Bagikan :

Advertisement