TALAK TIGA

NYALANYALI.COM, Cerita – “Kalau tidak sanggup kasih makan anak saya, bilang! Jangan diam-diam begini!” ujar pak Maksum sambil menggendong putrinya dari rumah suaminya.

Setiap ada sedikit permasalahan rumah tangga anaknya, pak Maksum langsung datang dan membawa pulang Rohani, anak sulungnya. Orang tua yang selalu ikut campur pada urusan rumah tangganya, kata orang, terlalu sayang pada anak tetapi salah kaprah. Andi sebagai mantunya tidak dianggap ada. Sungguh kasihan nasib rumah tangga mereka, Rohani dan Andi.

Sebagai karyawan kecil, Andi hanya bisa memberikan kehidupan pas-pasan kepada istrinya, Rohani. Namun rumah tangga mereka sebetulnya sudah cukup harmonis. Rohani penyandang disabilitas. Orang bilang Rohani sakit polio, kedua kakinya lemas dan mengecil. Namun begitu tak mengurangi rasa cintanya kepada istrinya. Masalah terbesarnya adalah ketika keluarga mertuanya selalu ikut campur pada setiap urusan. Merasa orang kaya sehingga selalu mengecilkan kemampuan Andi sebagai suami anaknya.

Dengan susah payah Rohani melahirkan anak pertamanya. Bisa dibayangkan betapa sulitnya dia. Dengan kaki lemas harus mengurus bayi dan rumah tangganya. Namun Andi selalu siap siaga. Selain disiapkan asisiten, dia juga merawat langsung istri dan bayinya. Ketika sedang menikmati kebahagiaan dengan lahirnya anak pertama, datang mertuanya megacaukan semuanya.

“Anakku hanya kamu siapkan seperti ini? Kamu tidak becus jadi suami dan bapak bagi cucu saya!”

Andi bengong ketika mertuanya menggendong istri dan anaknya dimasukan ke dalam mobil dan dibawa pulang. Kesehatan Rohani belum pulih untuk melakukan perjalanan jauh. Namun Andi selalu tak bisa berkata-kata.

Enam bulan kemudian Andi menyusul istrinya atas nasihat dari keluarga besarnya. Bagaimana pun keadaannya, suami dan istri harus tinggal satu rumah.

“Tidak bisa kamu ambil begitu saja anak dan cucu saya! Memang kamu sanggup memenuhi keutuhannya? Sudah ,ceraikan saja anak kami!”

Rohani menangis. Sungguh , di antara empat saudaranya, dialah yang paling menderita. Adik-adiknya bisa bersekolah dan kuliah ke manapun mereka mau, sementara dirinya hanya menjadi anak “kasihanan” anak yang hanya selalu dikasihani karena kekurangan fisiknya. Tak boleh ada orang “menyentuhnya” apa lagi sampai menyakitinya.

Andi adalah dewa penolong bagi Rohani. Tetapi tetap dalam pengawasan orang tuanya yang selalu membatasi.

Talak satu jatuh pada pernikahan mereka. Andi tak ingin menimbulkan pertentangan, kalau masalahnya dari harta benda, dia bersedia mundur meski hatinya hancur.

Rohani mengambil dua tongkat di samping kiri dan kanannya hendak berdiri dan menghampiri suaminya yang duduk tepekur di depan bapaknya. Tetap lagi-lagi bapaknya melarangnya dan menyuruh duduk kembali.

“Tidak usah kamu mendekati suamimu yang tak mampu bertanggung jawab itu! Kamu tidak boleh ikut Andi, biar Ibu mengurus bayimu !” bentak bapaknya.

Dua tahun lamanya Andi dan Rohani menanggung derita atas ketidakbijakan orang tuanya. Suatu hari keluarga Maksum, mertuanya itu datang dengan mengantarkan anak dan cucunya. Hati Andi berbunga-bunga.

“Bapak antarkan anak dan istrimu supaya hidup bersamamu.Tunjukan tanggungjawabmu sebagai suami yang baik!”

Mereka rujuk kembali. Andi berusaha memperbaiki ekonominya demi memberi kepercayaan kepada mertuanya. Diam-diam dia ikut seleksi penerimaan pegawai pada sebuah BUMN .

*****

Namun kebahagiaan Andi tak berlangsung lama. Begitu Rohani hamil anak kedua, datang lagi keluarga mertuanya dengan segala alasan dan akhirnya membawa Rohani pulang ke rumahnya. Kelahiran anak ke dua di rumah mertuanya. Andi tetap datang dan mengirimkan keperluan istri dan anak-anaknya. Tentu sebatas maksimal kemampuannya.

Sebulan sekali Andi harus pulang ke rumah mertua untuk menjenguk anak dan istrinya . Lelah dengan rumah tangganya yang diatur mertuanya, Andi mengajak istri dan anak-anaknya pulang ke rumah mereka. Tetapi lagi-lagi mertuanya melarang dengan alasan Andi tak becus memenuhi kebutuhan anak dan cucunya. Hingga akhirnya mereka harus bercerai lagi, jatuhlah talak dua bagi keduanya.

Meskipun sudah talak dua, Andi tidak juga mencari pengganti istrinya. Di matanya Rohani adalah istri sholeha meski dengan fisik yang tidak sempurna dan cenderung mengandalkannya.

Tapi sekali-kali dia tidak keberatan. Rasa cintanya sama besar dengan rasa kasihannya. Wanita yang baik namun Allah beri kekurangan pada fisiknya. Setiap saat dia berharap dan selalu berdoa semoga ada keajaiban bagi rumah tangganya.

Di luar dugaan Andi diterima di BUMN. Bahagia bukan main. Kepercayaan diri mulai muncul sehingga berani melamar lagi istrinya. Pak Maksum mengizinkan mereka rujuk lagi dan membawanya pulang ke rumahnya. Karena sudah merasa yakin Andi bisa memenuhi kebutuhan anak dan cucunya dengan baik.

Tetapi lagi-lagi pak Maksum berulah dengan membandingkan Andi dengan mantu-mantu yang lain. Meski sudah menjadi pegawai BUMN, Andi masih dinilai tidak mampu memenuhi kebutuhan anak dan cucunya. Meski menangis meraung-raung, Rohani tetap digendong dan dibawa pulang bersama dua anaknya.

Lama sekali keluarga besar Andi mencari jalan keluar. Biasanya tidak pernah turut campur, tetapi karena sudah takal dua, maka semua keluarga turun tangan. Jangan sampai jatuh talak tiga. Tetapi karena ukuran keluarga Maksum adalah materi, maka Andi menyerah. Jatuhlah talak tiga.

Hari berjalan cepat. Anak-anak Andi sudah menjadi gadis cantik yang tidak berkekurangan. Mereka bisa mengenyam pendidikan tinggi di kota lain. Setiap ada kesempatan mereka pulang ke rumah bapaknya. Pak Maksum dan istrinya semakin tua, tak lagi bisa melindungi Rohani. Anak-anak yang lain sudah mempunya kehidupan masing-masing. Fisik Rohani makin hari makin ringkih. Andi sudah tak bisa lagi meyentuhnya.

Suatu hari keluarga Maksum mengundang keluarga besar Andi. Namun keluarga Andi tidak ada yang bersedia datang, selain Andi sendiri.

“Bapak minta maaf atas sikap bapak selama ini. Apakah kamu tidak menemukan cara untuk rujuk dengan anak saya?”

Andi menggelang. Dia tidak mau main-main dengan agama yang dianutnya. Ketika ingin rujuk dengan istri yang sudah ditalak tiga, maka harus menikah dulu dengan orang lain. Sementara pernikahan itu tidak boleh untuk main-main agar bisa kembali kepada istrnya. Dia tidak ingin menikah lagi! Cukup luka pernikahan atas perlakuan mertuanya. Saat ini fokus membiayai dan memberi pendidikan terbaik bagi anak-anaknya.

“Biarlah menjadi urusan Allah saja, Pak. Saya tidak berani main-main dengan ini!” jawab Andi mantap.

Tiba-tiba Rohani menjerit histeris. Didorong kursi rodanya kuat-kuat hingga menabrak lemari kaca tempat ibunya menyimpan berbagai macam pajangan keramik. Dua tongkat yang biasa dia gunakan untuk membantunya berjalan dia lemparkan ke arah bapaknya sehingga mengenai kepalanya. Darah mengucur dari kepala bapaknya yang sudah sangat sepuh itu. Rohani hatinya mengeras. Marah pada bapaknya.

Jakarta, 30 April 2021
NUNING INDRIASTUTI SUDARMO

Bagikan :

Advertisement