PPKM Mikro Cenderung Kontraproduktif, Pemerintah Perlu Kaji Ulang

NYALANYALI.COM, Rilis – Kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM Jawa – Bali telah dilaksanakan empat minggu berturut-turut melihat kenaikan kasus positif yang terus meningkat. 

Mengacu pada Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan untuk Pengendalian Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), kini kebijakan tersebut berganti menjadi PPKM Mikro yang berlaku pada tanggal 9 Februari hingga 22 Februari 2021.

Peneliti Bidang Sosial The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII), Vunny Wijaya menilai bahwa kebijakan terkait pencegahan dan penanganan COVID-19 memang cenderung dinamis atau berubah-ubah. Secara teknis dari nama kebijakannya juga berubah, dari PSBB ke PPKM hingga PPKM Mikro. Situasi itu pun cenderung menimbulkan kebingungan. 

“Misalnya pembatasan personil perkantoran dari sebelumnya maksimal 25% Work from Office (WFO), menjadi 50 persen WFO. Jam operasi mall juga ditambah hingga pukul 21.00 dari sebelumnya hanya sampai pukul 20.00. Demikian juga dengan restoran, dan kapasitas pengunjung yang makan di tempat, dari maksimal 25 persen menjadi 50 persen. Peraturan tersebut cenderung kontradiktif dengan sebelumnya. Alih-alih menekan kasus justru kasus dikhawatirkan meningkat signifikan,” jelas Vunny.

Vunny melanjutkan, keputusan berubahnya PSBB ke PPKM menjadi PPKM Mikro ini perlu dikaji ulang oleh Pemerintah. Pada dasarnya perubahan kebijakan yang dinamis juga tidak dialami Indonesia saja. Negara-negara yang lebih baik dalam upaya mencegah dan menangani kasus  juga terus beradaptasi memperbaiki kebijakannya. 

Vunny melihat upaya yang dilakukan misalnya oleh Korea Selatan (Korsel). Jika Indonesia mempraktikkan PSBB dan PPKM, Pemerintah Korsel mempraktikkan kebijakan “3 Level Social Distancing”. 

Kebijakan tersebut dibuat berdasarkan pola atau jumlah infeksi mingguan dan kapasitas RS dalam menampung pasien kritis. Dalam masing-masing levelnya diatur pembatasan jumlah orang yang diperbolehkan berkumpul pada fasilitas tertentu. 

Mengutip dari situs Korea Herald (01/11/2020), kebijakan ini direvisi menjadi 5 level melihat pandemi COVID-19 yang berkepanjangan, yang terdiri dari Level 1, 1.5, 2, 2.5, dan 3. Masih dalam artikel tersebut, Perdana Menteri Korsel Chung Sye-kyun menyampaikan bahwa pembagian level-level tersebut tergantung pada cakupan dan besarnya penyebaran virus. 

Pembatasan juga disesuaikan untuk berbagai fasilitas dan wilayah tergantung pada tingkat risiko dan keadaan. Bagaimana pun, peraturan ini  juga perlu diiringi dengan penguatan standar pencegahan virus. 

“Kita bisa melihat lebih lengkap kebijakan yang dibuat Korsel tersebut melalui situs Mason Korea https://masonkorea.gmu.edu/corona/national-regulations-in-korea/social-distancing. Kebijakan Korsel ini dapat menjadi salah satu alternatif pemecahan masalah dalam memperbaiki kebijakan PSBB/PPKM. Adanya level-level mempermudah masyarakat memahami dan mempraktikkan setiap aturan yang ada,” kata Vunny.

Bagikan :

Advertisement