NYALANYALI.COM, Penyintas Hebat – Dua minggu berat badan saya naik sampai 17 kilogram. Tentu saja itu membingungkan. Tidak masuk akal. Kejadian tahun 2008 itu, menjadi awal perjuangan saya sebagai penyintas.
Selama tiga bulan, mulai Agustus 2008 saya mengalami pendarahan dari saluran anus, Semula saya pikir mungkin ambeien. Namun, karena tidak ada indikasi kearah ambeien maka dokter mencoba untuk memeriksa lebih intens, dengan Colonoscopy.
Hasilnya, terdeteksi ada massa yang terdapat di usus, mendekati area pelepasan. Setelah dibiopsi, ternyata seperti yang diduga oleh tim dokter bahwa ada kanker dengan stadium lanjut.
Dokter menyarankan untuk mulai melakukan penanganan kanker ini melalui kemoterapi. Harapannya, ini dapat menolong agar tidak terjadi penyebaran dan pembusukan di usus. Setelah melewati proses ini hingga 12 kali kemoterapi. Proses ini lumayan, membuat sahya tak berambut.
Makin hari rasanya semakin tidak kuat menanggung kemoterapi ini. Akhirnya, pada akhir 2009, saya mencoba pengobatan alternatif. Sebuah sistem untuk mengembalikan kekuatan badan untuk menghalangi kanker berkembang.
Indonesian Holistic Tourist Hospital (IHTH) Yang berada di Wanayasa Purwakarta, memberikan saya semangat baru untuk menjadi pemenang dalam pertarungan ini. Di bawah pengawasan Dr. Husen A. Bajry M.D., pH.D., berusaha menstimulasi pola pikir, bahwa tubuh kita adalah dokter untuk kita.
Mendetoks tubuh yang selama ini penuh dengan racun benar-benar kerja keras. Tahap-tahap detoks yang bertahap, hampir enam bulan saya tinggal di rumah sakit ini, terapi demi terapi dijalani.
Pak Husen selalu mengatakan kepada kami para pasien,IHTH bukan lah rumah sakit, namun rumah sehat.
Dan, memang IHTH ini mendukung semua pasien tentang tubuhnya. Setelah enam bulan mondok di sini, saya bisa menurunkan berat badan hingga 27 kg. Dan, massa pada usus pun mulai mengecil. Tetap dengan terus berkonsultasi kepada Pak Husen dan tetap berusaha menata pola makan yang seimbang.
Kalimat yang selalu dikatakan Pak Husein kepada saya, “Obat dari kanker adalah mati. Namun, kapankah mati itu akan datang? Mungkin besok, setahun atau 30 tahun lagi? Siapa yang tahu? Namun sembari menunggu kematian itu, Allah akan bertanya, ‘Apa ikhtiarmu? Apa yang kau isi dirimu sembari menunggu kematian? Itu yang mesti dijawab, karena menangis bukan solusi. Dan kematian, adalah milik semua orang.”
Setelah enam bulan saya lalui semua proses di sana dengan rasa lumayan nyaman. Qadarallah, badan mulai bengkak kembali. Berdasarkan keyakinan yang telah diterapkan, “TUBUHmu adalah DOKTERmu”.
Maka saya langsung melakukan pengecekan, kenapa tiba tiba badan saya membengkak kembali?
Qadarallah dari semua hasil laboratorium dan penelitian lainnya. Saya menderita SLE LUPUS kerusakan autoImun.
Kadang seperti makan buah simalakama. Dimakan pil-pil steroid, malah kankernya yang mulai diam akibatnya nanti berkembang. Ternyata steroid obat dari Lupus, bisa mengaktifkan sel kanker yang memang sebelumnya sudah ada.
Dengan kondisi terparah ini, akhirnya saya bercerai dengan ayah dari dua anak saya. Alasannya, dia sudah tidak punya kesanggupan buat berjihad dengan saya, menemani saya melalui semua ini.
Saya bisa memaklumi. Berat memang buat para keluarga yang didalamnya ada pasien kanker. Saya berusaha untuk memaafkan keputusannya.
Berjuang sendirian dengan kanker dan lulus itu cukup melelahkan saya, bolak-balik mengandalkan adik saya yang kebetulan berprofesi sebagai dokter.
Pada 2010, kemudian saya memutuskan menikah dengan seorang WNA asal Kairo. Keluarga suami saya ini yang mencoba untuk menanggung biaya saya berobat di negaranya.
Ketika saya mengandung anak terkecil, saya merasakan tiba-tiba ada benjolan di leher saya sebesar kacang tanah. Saya merasakan di tubuh saya ada sesuatu lagi. Ternyata benar, terbukti. Dengan kondisi hamil anak terakhir, ditemukan metastase ke tyroid dan empedu.
Mengetahui keadaan ini, rasanya seperti kena hantam kereta api.
Suami saya selalu mengingatkan, “Jangan pernah drop. Metastase atau tidak, toh, kamu memang sudah punya kanker itu. Jadi tak usah khawatir, itu sama saja. Hanya ingat, kamu mesti berusaha berkali lipat untuk tetap kuat”.
Dan, setelah tiga kali operasi pengangkatan tyroid, kemudian enam bulan setelahnya empedu saya sudah tidak bisa diselamatkan, karena jaringan kanker itu sudah masuk ke empedu. Rasanya mau marah, tapi bingung, kepada siapa?
Suami saya selalu bilang, “Apa sih yang paling ditakutkan oleh penderita kanker?”
Saya jawab, “Kematian”.
“Kanker belum tentu menjadi jalan kematian,” kata suami. “Tapi, kematian akan datang ketika tugas kamu di dunia sudah selesai. Sebelum tiket kematian itu ditanganmu, teruslah hidup dengan tiket VIP ini, berdiri terdepan, mencari cintanya Allah”.

Akhirnya, saya putuskan, senantiasa berusaha untuk menanti kematian itu seperti menunggu kekasih hati. Mencoba berdamai dengan hati. Berusaha selalu berpikir positif. Memaafkan apa saja, karena mungkin itu adalah saat kamu terakhir bersama dunia ini.
Ternyata, saya jadi “melihat”. Jangan melihat kanker dari sudut menjadi pasien. Dan menjadi orang termalang di dunia. Mencoba melihat kanker adalah sebuah bentuk kesempatan besar untuk datang kepada Allah sebagai Tamu VIP. Alhamdulillah.
Saya terus mengisi hati,dengan keyakinan itu. Saya berusaha hidup normal. Tidak menuntut untuk menjadi spesial hanya karena saya penderita kanker. Mencoba memahami keluarga terdekat saya. Bahwa keluarga pasien adalah juga pasien, yang tak mampu berteriak ketika hatinya menjerit karena rasa takut kehilangan.
Jadi, jangan pernah lupa memahami perasaan keluarga kita, di saat itu, kalau kita asah, kita akan membuat keluarga kita tetap bergerak tanpa harus ada yang menahan hati. Atas dasar itulah saya mencoba memaafkan suami pertama yang meninggalkan saya. Dan, tetap mendapat perlakuan semestinya dari suami yang sekarang.
Sembari terus berikhtiar untuk terus sembuh dan berdamai dengan diri sendiri, saya jalankan ELYNAZ Catering. Itu adalah usaha yang ditawarkan suami saya untuk dijalankan, sembari mengisi hari-hari saya yang memang harus lebih banyak di rumah.
Dan, ternyata sesakit apapun saya, ketika ada order masak, malah jadi sembuh.
Sampai saat ini, kanker yang ada di usus saya tetap ada, walaupun sudah sangat menipis massa nya, masih sesekali mengalami pendarahan karena kanker ini. Namun saya mencoba terus teguh menyemangati diri. Teruslah berserah diri pada Allah. Waktu akan tiba, bila memang harus tiba.
PIPIN ZULFIKARA – Bandar Lampung
BACA:
17 Hari Menginap di Rumah Sakit darurat Covid-19
Penyintas Covid-19Merasakan Kesempatan Hidup kedua