NYALANYALI.COM – Tak mau kalah dibekap kebosanan nyaris setahun pandemi Covid-19 ini, memunculkan kreativitas untuk membuat hari-hari jadi lebih bermakna. Hobi bertanam dan memelihara tanaman buat sebagian orang menjadi jalan keluar yang mengasyikkan.
Bagaimana tidak? Menanam, merawat, melihat perkembangan tanaman sejak tunas hingga berbunga adalah kebahagiaan yang sulit dinilai. Bukankah kebahagiaan mampu meningkatkan imun tubuh pula?
Merawat tanaman pun bisa menjadi cermin karakter pemiliknya. Seorang penulis ternama dari Amerika Serikat, Erma Bombeck mengatakan, “Jangan pernah pergi ke dokter yang tanaman di kantornya mati”.
Dan, sekaliber pentolan the Beatles, John Lennon punya ungkapan indah tentang tanaman, “Cinta itu seperti tanaman yang berharga. Kau harus teratur menyiraminya, sungguh-sungguh merawatnya, dan memupuknya.”
Dan, kali ini, kerabat NyalaNyali.com dari berbagai daerah mengisahkan betapa mengasyikkannya bercocok tanam di pekarangan rumah mereka.

Dinar
Jaksa – Sawangan, Depok
“Sebenarnya dari dulu suka tanaman, karena segar dipandang mata, ada hijau-hijau, tapi untuk benar-benar berkebun atau mulai belajar menanam baru setahun belakangan ini. Sungguh, tanaman itu indah banget, setiap tanaman pun punya keunikannya tersendiri.
Sejak bercocok tanam ini, saya jadi berani pegang cacing, hunting tanaman sampai pelosok-pelosok Sawangan agar dapat harga murah ha-ha-ha. Jenis calathea, saya paling suka jenis tanaman ini karena indah bentuknya, daunnya pun unik jika sudah sore, daunnya kuncup dan akan mekar kembali paginya.
Soal budget tanaman, saya agak pelit untuk mengeluarkan banyak uang. Sayang kalau terlalu mahal, jadi budget saya untuk jenis apapun maksimal Rp 100 ribu.”

Mimi Daryati
Ibu Rumah Tangga – Pondok Labu, Jakarta Selatan
“Tanaman ini, selain indah dilihat dan terasa sejuk di pekarangan rumah, ternyata sekarang pas pandemic Covid-19 ,lumayan bisa jadi penghasilan juga. Awalnya dulu suka lihat kedua orang tua senang dengan tanaman walaupun mereka berbeda tipe sukanya. Senang saja liat di halaman rumah banyak tanaman. Sejak tiga tahun lalu, tepatnya setelah resign dari kantor, saya mulai mengurus tanaman sendiri.
Saya jarang berburu tanaman yang sedang ngehits, justru yang menarik beberapa tanamanku yang semula beli murah, bahkan ada yang dikasih mertua buat kurawat ternyata lagi ngehits dan banyak diburu orang saat ini. Harganya jadi lumayan fantastis
Awalnya saya suka tanaman jenis pakis, dulu banyak banget punya tanaman pakis. Mulai setahun ini saya mulai suka tanaman lainnya, tetapi tetap lebih senang tanaman yang warna hijau, maksudnya tidak terlalu senang yang ada bunganya atau yang berwarna warni. Maunya yang berdaun saja dan berwarna hijau. Alasannya simple, merasa lebih sejuk saja, seperti di pegunungan.
Budget tertentu tidak ada, kalo ada lebihan uang belanja atau dari hasil penjualan tanaman. Biasanya saya suka beli yang baru, tapi saya lebih suka ngembangin yang masih ada aja.”

Fitri Andriani
Karyawan – Bogor
“Jenis tanaman yang sangat saya sukai adalah aglonema, karena suka warna daunnya. Juga, bunga begonia karena saya baru tahu bunga ini, jadi masih penasaran.
Sejak kecil saya sudah suka tanaman, karena ada ketenangan, ada kebahagian dan kesenangan dalam diri saya ketika menikmati warna-warna bunga dan daun. Menariknya hobi tanaman ini, saya selalu ingin tahu macam-macam jenis tanaman yang sedang saya sukai, dan saya suka mencari tahu bagaimana menangani tanaman itu.”

Estiningsih Budianti
Ibu Rumah Tangga – Pangkalan Jati, Cinere
“Kapan suka tanaman? Rasanya mengalir begitu saja, mungkin karena sudah akrab dengan lingkungan rumah cukup banyak tanaman yang ditata apik oleh Bapak, sehingga menarik perhatian saya. Suka tanaman karena warna bunga dan corak daunnya aneka ragam, bentuk pohon, ranting yang begitu serasi.
Menariknya hobi tanaman ini, banyak manfaatnya bisa untuk kesehatan, dikonsumsi, buat penyejuk mata dalam rumah dan membuat asri lingkungan. Meskipun tidak ada jenis tanaman yang secara spesifik saya suka, karena masing-masing punya keunikan dan keindahannya tersendiri.
Budget khusus tidak ada, tergantung cara dan media apa yang kita inginkan, misalkan untuk pupuk, saya biasa pakai sampah dapur yang sudah dibuat kompos, memanfaatkan bahan yang ada di rumah saja.
Cerita menarik, suatu saat kami liburan ke Malang, di dekat tempat penginapan saat itu banyak penjual tanaman dan kami membeli beberapa tanaman karena khawatir rusak, inginnya bisa ditaruh saja di kabin pesawat, ternyata harus pakai prosedur karantina dahulu, wah, harus urus sana sini dengan waktu yang cukup mepet. Akhirnya, sampai juga tanamannya di pekarangan kami.”

Agustinus Suparman
Pensiunan PNS DepKes – Pondok Labu, Jakarta Selatan
“Sudah sejak muda saya senang tanaman, bukan hanya tanaman tapi binatang peliharaan seperti unggas, burung, ikan, anjing, bahkan kura-kura pun saya suka.
Menariknya memelihara tanaman, bisa melihat pertumbuhan tanaman yang ditanam sejak awal, dari biji atau pemecahan tanaman, proses bertumbuh, pemeliharaan seperti beri pupuk dan obat hama, lalu lihat hasilnya kemudian bisa berbuah atau berbunga.
Tananan ndak perlu yang mahal, tapi dirawat dengan baik, ada yang dikasih orang terus diperbanyak. Kalaupun ada yang beli, yang murah-murah saja. Semua jenis tanaman menyenangkan, baik buah, sayur, atau bunga cuma kendala lahan, jadi pakai dalam pot-pot.
Hobi ini bisa untuk tambah imun di masa seperti sekarang. Sudah bisa buat senang, bisa isi waktu, dan nggak mahal, serta merasa berguna.”

Carla Wardani
Ibu Rumah Tangga – Pondok Gede, Bekasi
“Saat anthurium booming, saya mulai menyukai tanaman sekitar tahun 2008. Kebetulan kami punya sisa lahan di rumah, kemudian kami mencoba mengisinya deng berbagai tanaman. Selain memberi kesan asri suasana rumah, sebagai sarana bersosialisasi, juga untuk kesehatan.
Ada kesan yang melekat saat kami dengan beberapa rekan, berburu tanaman sampai daerah Cipanas. Kami berangkat malam hari untuk mengejar waktu, agar jam 6 pagi sampai di TKP, perburuan yang sangat berkesan hanya demi sebuah anthurium.
Jenis tanaman lain yang saya suka adalah aglonema yang kami punya sejak 2009, sampai saat ini masih kami rawat. Saya sangat menyukai warna dan tekstur yang berbeda dengan tanaman lain yang sejenis , dengan corak daun yang berbeda.
Fokus saya saat ini, bagaimana hobi punya tanaman hias dapat tersalur seefisien mungkin dengan memanfaatkan limbah bekas minuman sebagai media pot, sehingga tidak ada budget untuk membeli pot. Konsep kami, hobi tersalurkan dengan zero garbage limbah plastik, dengan mengolah limbah tersebut menjadi pot dan botol mineral sebagai penyangga pot.”

Anggarini
Karyawan Swasta – Semarang
“Saya baru suka tanaman semenjak pandemi, karena WfH (work from home) akhirnya jadi kenal tanaman. Dan, tanaman ini ternyata bisa membuat perasaan jadi tenang, happy, dan pikiran jadi fresh.
Menariknya hobi ini mengetahui bentuk tanaman, warna, dan prosesnya. Karena proses berkebun ternyata gampang-gampang susah. Perlu kesabaran dan ketelatenan. Karena karakter tanaman itu beda-beda dan unik.
Dulu, awal suka tanaman itu saya senang dengan jenis tanaman krokot, karena bunganya warna warni. Dan bunga itu banyak ditanam di lapangan pusat kota (Simpang Lima, Semarang). Saya pernah petik bunga itu dan saya tanam di rumah. Mengambilnya juga takut sebenarnya, takut ketahuan Satpol PP ha-ha-ha. Tapi, ternyata di FB banyak yang jual, akhirnya sering beli di FB.
Sekarang selain krokot, saya suka jenis tanaman aglonema dan keladi, karena warnanya bagus dan bentuknya unik. Saya baru tahu ternyata krokot yang tadinya dianggap bunga liar ternyata jenisnya lebih dari 300. Dan keladi yang tadinya tanaman yang tumbuh di sungai ternyata banyak macamnya dan jadi mahal sekarang.
Soal budget, jelas ada untuk hobi ini, terutama sekarang. Karena tanaman hutan pun sekarang harganya bisa mencapai jutaan rupiah. Belum lagi media tanamnya. Untuk mendapatkan tanaman yang bagus diperlukan 2 bulan sekali penggantian media tanam dengan beberapa macam campuran seperti akar pakis, perlite, sekam bakar, dan lainnya”.

Basuki Mangkusudharma
Penyuka tanaman, Pensiunan PT Indosat – Jakarta
“Saya suka tanam menanam sejak masih anak-anak, mengikuti orang tua yang suka menanam bunga dan tanaman buah-buahan. Pertama kali menanam kacang brul (kacang tanah), tomat dan terong. Kakak saya yang sudah besar suka mengokulasi singkong dengan singkong karet , ubi jalar diokulasi dengan pohon terompet-terompetan yang biasa ditanam sebagai pagar di kampung. Hasil dari okulasi itu ternyata menghasilkan umbi-umbian yang sangat besar. Ini menginspirasikan saya untuk mencoba juga.
Sejak saat itu, saya menyukai tanaman karena sangat terlihat hasilnya, dengan pemeliharaan yang baik dan upaya-upaya pembudidayaan, maka akan menghasilkan lebih dari biasanya. Tidak ada keringat tanpa hasil.
Sebetulnya saya sangat mencintai tanaman sayuran, herbs dan sejenisnya. Namun akhir-akhir ini saya tertarik untuk menanam anggur impor, karena sesuatu yang baru, bervariasi jenis dan bentuk buahnya. Tanaman anggur impor yang berupa table grape atau buah meja mulai dikenal di Indonesia pada 2017, sebelumnya kita hanya mengenal anggur yang masam dan kecil-kecil buahnya.
Tahun 2019 dan 2020 sangat marak penyuka tanaman anggur impor dan kebanyakan kaum muda pula. Ini kabar yang sangat menggembirakan. Semangat mereka untuk menanam dan menghasilkan anggur semakin meningkat, berlomba-lomba untuk menghasilkan yang terbaik. Hobbiest dan petani anggur mulai menyebar luas seluruh pelosok Tanah Air. Meskipun masih skala hobiest namun sudah sangat menggembirakan kerena menumbuhkan minat anak-anak muda mencintai tanaman yang bisa menghasilkan buah-buahan berkualitas untuk memenuhi kebutuhan buah pada rumah tangga.”

Elisabeth Carolina Samori
Ibu Rumah Tangga, Pejuang Cerebral Palsy di Yayasan Cinta Bella – Timika, Papua
“Dulu sekali, saya hobi menanam bunga. Bunga apa saja, karena di daerah saya banyak anggrek dan mengkoleksinya selain senang bunga adedium. Pada 2006, saya mengikuti lomba pameran anggrek di Timika, seingat saya Ibu Yusuf Kala yang datang, Ketua PAI Indonesia. Itu pengalaman yang Luar biasa karena saya mendapatkan piagam karena ada dua bunga saya yang mendapat piaga.
Dari bunga saya belajar banyak hal tentang keindahan, menghargai alam juga mencintai alam dan lingkungan. Bunga yang indah, dari daun sampai berbunga itu sesuatu yang sangat besar, dari proses menanam hingga berbunga, itu anugerah
Sekarang, saya bisa menjadi petani hidroponik. Menanam sayuran hidroponik untuk kebutuhan nutrisi anak-anak saya, terutama anakku Cintabella yang special. Saya harus bisa, agar anak saya bisa makan sayur segar tanpa bahan kimia dan jus sayiuran hidroponik yang sehat untuk kebutuhan nutrisi anak-anak Spesial
Sampai hari ini, sudah tiga rumah hidroponik. Semula 194 lubang sayuran, sekarang sudah 400 lubang media untuk tanaman dari sawi, selada, kangkung, bayam, rica, hingga tomat. Di Halaman rum,ah Yayasan Cinta Bella, saya juga menanam tanaman untuk obat herbal”.

Rita Dewi
Ibu Rumah Tangga – Pekapuran, Depok
“Tanaman bukan hanya tampak cantik dan memperindah halaman dan rumah, tapi juga bisa menjadi hiburan yang mengasyikkan apalagi saat mulai keluar bunga atau tunas-tunas yang baru.
Saya selalu menyempatkan berburu tanaman yang kusuka yaitu, anggrek. Anggrek adalah bunga abadi yang nggak kenal musim dan zaman. Saya pernah dari Raja Ampat bawa anakan anggrek khas Papua, karena buru-buru nggak sempat packing hanya dimasukkan dalam tas yang dibawa ke kabin, alhamdulilah selamat nggak harus di karantina.
Tidak ada budget khusus untuk perawatan tanaman, Tapi kalau dapat arisan, selalu sisihkan untuk disisihkan buat berburu ke taman anggrek. Sedihnya kalau sering ditinggal nggak ada yang mengurus, tanaman jadi mati”.

Rumyati Vestergaard
Health Dept. – Denmark
“Suka tanam-tanaman ini sejak 2001, bisa untuk menghilangkan kejenuhan. Tumbuhan saya tanam di halaman sehingga halaman menjadi indah.
Saya suka jenis tanaman hortensia, karena bunganya bagus dan tahan lama. Dan untuk budget, setiap summer kami mengeluarkan biaya sekitar Rp 2,5 juta.”

Fotografer, Entrepreneur – Grand Depok City
“Pada awalnya, menyukai tanaman pada 2013 hanya sebagai hiasan rumah agar lebih nyaman dan segar, namun seiring berjalannya waktu, saya tertarik dengan teknik mem-bonsai, banyak influence yang saya pelajari baik dari media YouTube, maupun bertanya langsung ke teman-teman trainer (istilah perawat, pembuat bonsai profesional ) di kawasan Margonda Depok.
Bonsai perlu di komposisiikan atau di program sesuai keinginan kita, dan bertahap sesuai dengan karakter yang kita akan wujudkan dari mulai program perakaran, pembesaran batang dengan gerak dasar, perantingan hingga pengecilan daun.
Dan, setiap perburuan menarik, saya menikmati proses pembuatan dengan biaya yang tidak besar, misalkan membeli bahan dari cangkokan, atau mencari bahan dengan stek batang, kemudian mulai di program baik perakaran, pembesaran batang dengan gerak dasar, perantingan dan program pengecilan daun.
Jenis yang saya suka salah satunya adalah sakuramikro (malphihiaglabra), bunganya seperti sakura tetapi berukuran sangan mini, batangnya pun berkarakter tua sekali sehingga cocok dijadikan sebagai karya bonsai.”
TIM REDAKSI NYALANYALI, URRY KARTOPATI, LALA WULANDARI