NYALANYALI.COM – Tahun Baru Imlek 2572 tahun ini jatuh pada 12 Februari. Imlek biasanya identik dengan acara bagi-bagi ang pao. Padahal, acara Imlek sebenarnya lebih menitikberatkan pada acara sembahyang sebagai sebuah wujud syukur dan berharap agar tahun depan mendapatkan lebih banyak rezeki, mengingat para leluhur, dan sebagai sarana silaturahmi dengan kerabat dan tetangga.
“Perayaan Imlek sebenarnya bermula dari sebuah perayaan yang dilakukan oleh para petani di Tiongkok. Mereka merayakannya dalam rangka menyambut musim semi,” tutur Herlina, warga Janur Kuning, Kelapa Gading Permai.
Oleh karena berasal dari kebudayaan petani, lanjut wanita berusia lebih dari 65 tahun itu, maka segala bentuk persembahannya adalah berupa berbagai jenis makanan. Pada setiap acara sembahyang Imlek, idealnya disajikan 12 macam masakan dan 12 macam kue yang mewakili lambang-lambang shio yang berjumlah 12. “Kendati belakangan, lambat laun jumlah sajian itu berkurang,” tambahnya.
Saat merayakan tahun baru Imlek, kebanyakan orang Tionghoa membuat sam seng (tiga macam daging). Sam seng terdiri dari tiga jenis macam binatang yaitu ikan bandeng, ayam betina, dan daging babi. Pada dasarnya, sam seng ini melambangkan tiga unsur alam yaitu langit, bumi dan air, karena dengan adanya tiga unsur alam inilah manusia dapat hidup.
Akan tetapi, sam seng juga dimaknai secara simbolik sebagai perlambang sifat hewan agar manusia tidak meniru tabiat yang dilakukan oleh ketiga jenis hewan tersebut. Ambil contoh, babi yang memiliki makna simbolis sebagai binatang pemalas yang kerjanya hanya makan dan tidur. Ayam yang suka pindah-pindah pada saat makan, sehinggga ketika makanan yang ada di depan matanya belum habis pun sudah mau pindah lagi ke tempat lain. Ayam sebagai perlambang sifat yang serakah.
Begitu pula dengan ikan bandeng. Oleh karena kulit ikan bandeng bersisik, maka diumpamakan seperti seekor ular, dengan pengertian agar manusia tidak bertindak jahat pada orang lain.
Kendati begitu, ada pula yang menghubungkan ikan bandeng sebagai perlambang rezeki. Dalam bahasa Mandarin, kata “ikan” dilafalkan dengan kata “yu” yang berarti rezeki. Oleh sebab itu, pedagang ikan bandeng banyak bermunculan saat perayaan Imlek tiba.
Selain sam seng, hidangan lain yang wajib adalah mie/siu mie. Makanan berbahan pokok terigu itu dimaknai sebagai panjang umur. Mie ini harus disajikan tanpa putus dari ujung awal ke ujung akhir. Dengan artian, manusia diharapkan dapat berumur panjang.
Penganan wajib lain saat Imlek adalah kue keranjang atau nian gao. Kue ini mendapat nama dari cetakannya yang terbuat dari keranjang. Nian sendiri berarti tahun dan Gao berarti kue dan juga terdengar seperti kata tinggi. Tak mengherankan jika kue keranjang sering disusun tinggi atau bertingkat. Susunannya, semakin ke atas semakin kecil.
Penyusunan kue keranjang yang bertingkat itu juga memiliki makna peningkatan dalam hal rezeki atau kemakmuran. Pada zaman dahulu banyaknya atau tingginya kue keranjang menandakan kemakmuran keluarga pemilik rumah. Biasanya kue keranjang disusun ke atas dengan kue mangkok berwarna merah di bagian atasnya. Ini adalah sebagai simbol kehidupan manis yang kian menanjak dan mekar seperti kue mangkok.
Kue wajib lainnya adalah kue lapis legit sebagai pelambang datangnya rezeki yang berlapis-lapis dan saling tumpang tindih di tahun yang akan datang. Sehingga dengan demikian bisa
dapat merasakan kehidupan yang lebih lebih manis dan lebih legit lagi.
Selain sam seng, kue keranjang, dan kue lapis legit, hidangan lain yang disajikan adalah jeruk. Jeruk yang dihidangkan kerap masih terdapat daunnya, sehingga melambangkan kekayaan akan bertumbuh terus. Kata “jeruk” dalam bahasa Mandarin bunyinya hampir sama dengan “Da Ji”, yang berarti besar rezeki.
Buah lain yang ikut disajikan adalah Apel. Masih dalam bahasa Mandiri, Apel mempunyai arti “ping ping an an” sama artinya dengan “Da li” yang berarti, besar kesehatan dan keselamatan. Begitu pula dengan buah pear yang melambangkan kebahagiaan (Sun sun li li).
Meski demikian, ada pula buah-buahan yang harus dihindari seperti salak atau durian, terkecuali nanas karena namanya Wang Li yang ucapannya mirip dengan kata Wang (berjaya). Di samping itu, nanas juga bisa dilambangkan sebagai mahkota raja. Makanan berupa bubur juga tidak boleh hadir dalam hidangan sembahyang maupun suguhan Tahun Baru Imlek. Sebab, hidangan itu melambangkan kemiskinan.
Makanya, pada setiap meja sembahyang terdapat ketiga macam buah ini selalu menghiasi yang mengartikan “Da Ji Da Li Sun sun li li” yang berarti pula “Besar rezeki, besar kesehatan dan keselamatan serta besar pula kebahagiaan”.
Selain buah-buahan dianjurkan juga untuk makan manisan seperti kolang kaling (buah atep) agar pikiran bisa menjadi jernih terus dan juga agar-agar yang sebaiknya disajikan dalam bentuk bintang agar kehidupan maupun jabatannya di masa yang akan datang bisa menjadi lebih terang dan bersinar.
Tradisi makanan khas Imlek tiap suku-suku Tionghoa di Indonesia pasti berbeda. Misalnya saja, suku Hokkian yang tinggal di Jawa Tengah pasti berbeda dengan yang tinggal di Surabaya, Jakarta, atau Palembang. Namun yang menjadi catatan, hidangan sarat makna simbolik itu akan sirna sia-sia bila manusianya tidak menerapkan dalam kehidupan sehari-hari.“Xin Nian Kuai Le Gong Xi Fa Cai. Selamat Tahun Baru. Semoga berbahagia dan mendapat berkah berlimpah.”