NYALANYALI.COM – Sepekan lalu, awak kehilangan manajer yang sangat mencintai pekerjaannya di Jakarta Smart City (JSC). Seorang anak muda yang juga sangat cinta pada kota dan negerinya. Karena itulah awak panggil pemuda asal Minang ini Uda, paman muda.
Raedi Fadil Zulfahmi nama lengkapnya. Seperti awak, dulu ia jurnalis televisi. Pada usianya yang masih muda, Uda Raedi sudah reportase medan konflik Mindanao, Filipina Selatan, dan Palestina. Dunia jurnalistik yang selalu menerbitkan kangen.
“Saya lihat di Davao, orang yang dicuri mobilnya bisa ketahuan dengan teknologi informasi. Saya pengen mempengaruhi kebijakan, bukan cuma wartawan yang menonton. Karena itu, saya kerja di JSC,” katanya saat kami melepasnya di v-meeting.
Ia sempat terbata dan menahan haru. Uda Raedi merasa belum mencapai cita-citanya untuk kota yang disayanginya. Kami yang sedivisi Marketing & Communication masih melanjutkan last day itu di Warung Bu Ros, tempat makan kesukaannya.
Sambal hijaunya pedas, sambal merahnya lumayan panas. Habis melahap ayam penyet, after tastenya membekas lama di bibir awak. Ia meminta seorang kawan Dokumentasi memotret kami berdua, usai makan malam di warung sederhana yang gerah itu.
Minggu malam lalu, awak WA Uda Raedi. Rupanya ia sudah di Bonn, Jerman. Deutsche Welle (DW) TV memanggilnya, yang akan diikuti dengan rencana kuliah Information Technology di sana. “Jangan lupa humanities, karena ujung teknologi juga manusia,” ujar awak waktu di v-meeting room.

Semalam awak juga di-WA seorang gadis yang baru lulus beasiswa LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan) Kementerian Keuangan. Master fisika UI yang ingin kuliah sains dan masyarakat di Manchester, Inggris. Awak meminjamkannya 12 buku, sejak zaman kolonial Belanda hingga kini.
Siang tadi awak pun disamperin adik angkatan di Sosiologi FISIP UI. Ia cerita sudah ketemu profesor sosio-antropologi Universitas Leiden, Belanda. Gadis master UI itu masih mau perbaiki Bahasa Inggrisnya, sebelum melamar beasiswa LPDP. Ia baru menerbitkan buku yang dihadiahkan buatku.
Melihat tiga anak muda ini, awak teringat dua novel, “Burung-burung Rantau” – Romo Mangun dan “Jalan Menikung” – Umar Kayam. Keduanya sekuel dari novel “Burung-burung Manyar” serta “Para Priyayi”. Kisah sosio-historis negeri ini dari zaman koloni Belanda, Jepang, sampai Indonesia.
Tokoh seperti Lantip akhirnya menjadi kosmopolit. Merantau ke luar negeri, meninggalkan trauma sejarah negeri. Jadi anak semua bangsa di bumi manusia, mengutip dua judul novel Pramoedya Ananta Toer. Manusia merdeka, tak nyantol ortu.
Malam ini awak tatap foto yang Uda Raedi WA dari Bonn, “Saya sudah ketemu Beethoven, Pak!” Foto patung komponis yang diceritakan Goenawan Mohamad dengan mata berkaca-kaca di Kompas TV. Penggubah simfoni Napoleon, tapi kemudian merobek partiturnya sesudah Bonaparte otoriter.
RAMDAN MALIK