Sopir bajaj main handphone, di jalanan yang macet sangat rapat. Berhenti ia dihimpit, tak punya jalan lain. Menunggu saja, nanti akan cair juga, asal sabar, asal tak dikejar waktu.
Barang bertumpuk di tubuh bajaj. Menempel di sana-sini. Sarat muatannya, sampai tumpah ruah, semua bukan miliknya.
Bajaj itu seperti hidup ini juga. Barang bertumpuk bagai masalah, yang harus diangkutnya dan diletakkan kemudian di tempat yang tepat. Masalah ada yang dia buat sendiri, ada yang dititipkan orang kepadanya. Masalah harus ia bawa, dengan sabar, seberat apapun dia, jika percaya pasti ada penyelesaian pada masanya, dan ditaruh nanti hingga ringan bebannya.
Masalah bukan sepenuhnya harus dikeluhkan ke sana ke mari, bukan orang yang menyelesaikan tapi diri sendiri yang harus cari solusinya. Masalah memang bisa jadi beban jika menganggap hidup terdiri dari masalah semua, punya masalah paling berat dari siapapun. Bangga pada masalahnya, membuktikan ia tak bisa menangani masalahnya.
Lihatlah abang bajaj, santai saja dia. Dia hanya perlu meyakinkan, tak ada satu pun barang titipannya jatuh, atau dikutil orang lain. Kepercayaan pelanggannya nomor satu. Diangkut sepuluh, diturunkan sepuluh juga. Di tempat yang dituju, bukan ke tempat lainnya yang tak tercatat di alamat.
Hidup harus bisa dipercaya. Semua barang yang diangkut memang bukan punyanya. Ia hanya membawa. Bukan memiliki. Hidup begitu pula. Semua penuh titipan. Tak satupun ternyata milik hakikinya, kecuali diri dan nama baiknya. Semua harus dikembalikan pada pemiliknya. Sesuka apapun pada barang yang diangkutnya.
Bajaj pasti berlalu. Semacet apapun jalanan, seterhimpit apapun dirinya, pasti tak akan selamanya demikian. Kesulitan akan terurai dengan sendirinya, jika mau sabar menunggu waktunya.
Bajaj pasti berlalu. Hidup pun tak berhenti di satu titik saja. Serumit apapun macetnya akan terurai pada waktunya. Seberat apapun bebannya, akan berkurang pada saatnya.
22 Mei 2018
DIAN ANDRYANTO
Buku #sayabelajarhidup ke-9 Nusantara Berkisah 01 (2018)