NYALANYALI.COM – Siapalah bisa seperti Artidjo Alkostar? Berhenti saat berjaya. Berhenti ketika namanya tengah harum-harumnya. Berhenti ketika banyak keberuntungan berpihak padanya.
Usianya telah 70 tahun. Pensiun ia jadi hakim agung yang sejak 18 tahun lalu ia sandang. Sebanyak 19.708 berkas perkara telah ditanganinya. 800 perkara lebih di antaranya terkait kasus korupsi.
Ia menangani perkara dugaan korupsi mantan Presiden Soeharto, Perkara kasus Bank Bali/BLBI dengan terdakwa Djoko S. Tjandra hingga kasus perkara bom Bali.
Perkara korupsi Jaksa Urip Tri Guna, perkara Anggodo Widjoyo, perkara Gayus Tambunan serta kasus pembunuhan yang salah satunya terdakwa mantan ketua KPK Antasari Azhar.
Ia pun telah memutus perkara mantan Presiden PKS Lutfi Hasan Ishaaq, Mantan Anggota DPR fraksi Partai Demokrat Anggelina Sondakh, Mantan Ketua MK Akil Mochtar, Mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, hingga mantan Kakorlantas Polri, Irjen Pol Djoko Susilo. Ia pula yang menolak Peninjaunan Kembali (PK) yang diajukan mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahja Purnama alias Ahok.
Artidjo Alkostar, nama dia.
Jeri orang kepadanya, palu keadilan di tangannya bisa berdentum-dentum, beberapa yang mengajukan kasasi ke MA malah tambah berat hukumnya. Ia tak bisa dibeli. Ia tak kenal kompromi. Dia bagai Thor dalam dunia nyata.
Ini hari-hari terakhirnya di gedung MA. Ia bersiap pensiun. Sebenarnya ia bisa melanjutkan jadi pengacara, pasti berlimpah perkara datang padanya, makin kondang dia, bisa makin kaya dia. Tapi ia tak mau itu. “Itu masa lalu saya,” katanya. Dia memilih berhenti di ujung kemashyurannya.
Artidjo ingin menikmati masa tuanya dengan angon, menggembala kambing di Situbondo tempat kelahirannya dan menunggui warung makannya di Sumenep, Madura, asal orang tuanya. Ia ingin menikmati masa tuanya dari hiruk pikuk segala kepentingan.
Artidjo meletakkan palunya dalam keagungan. Lelaki tua itu akan melangkah keluar gedung MA, tempat tertinggi keadilan disandarkan di negeri ini. Ia melepaskan jubah saat sinar wibawanya terang cemerlang. Ia tinggalkan semua.
Menjauhi segala perkara. Meski akan banyak yang tertawa, palunya tak lagi perkasa pada mereka yang bersalah. Tak ada lagi tulisan di dinding ruangannya, ” Tidak menerima tamu yang berperkara”. Siapa lagi yang akan lantang berkata, “Sogok aku. Kau kutangkap!”
Artidjo, nama dia.
Lelaki langka di mayapada. Ia menghentikan langkahnya ketika puja dan sanjung bertebaran tertuju padanya. Dia mampu menghentikan nafsunya. Tak sembarang orang bisa seperti dia.
***
Kambing-kambing di tanah lapang, lelaki tua mengawasi di bawah pohon rindang. Tak ada kemudian yang mengenalinya kembali.
Tapi sejarah tak pernah berdusta. Telah tercatat sepanjang masa, seorang hakim agung teguh pendiriannya, tak putus nyali segala ancaman, tak mudah digoda segala kenikmatan dunia.
Artidjo, nama dia, yang mampu menghentikan langkahnya ketika ia tengah berjaya.
31 Mei 2018
S. DIAN ANDRYANTO
Penulis
Buku #sayabelajarhidup ke-8 NYALA NYALI (2018)