9 Catatan Bambang Widjojanto: Belum Ada Tidak Lanjut Pernyataan Presiden Jokowi Soal TWK

NYALANYALI.COM, Jakarta – Pernyataan Presiden Joko Widodo atau Jokowi terkait sorotan publik terhadap non-job kepada 75 pegawai KPK, terkait tes wawasan kebangsaan (TWK) untuk alih status menjadi aparatur sipil negara (ASN).

“Hasil tes wawasan kebangsaan terhadap pegawai KPK hendaknya menjadi masukan untuk langkah-langkah perbaikan KPK, baik terhadap individu-individu maupun institusi KPK, dan tidak serta merta dijadikan dasar untuk memberhentikan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tak lolos tes,” kata Jokowi dalam pernyataanya, Senin, 17 Mei 2021.

Namun hingga ini hari, belum ada tindak lanjut dari pimpinan KPK terhadap perintah Presoden Jokowi tersebut. Pimpinan KPK periode 2012-2015, Bambang Widjojanto memberikan 9 catatan, sebagai berikut:

1. Pernyataan Presiden soal TWK Pegawai KPK ternyata diabaikan krn belum ditindaklanjuti secara tuntas, clean and clear, baik oleh Pimpinan KPK, Menpan RB selaku pembantu Presiden maupun BKN suatu institusi negara.

2. Lembaga di atas juga tidak mengajukan alasan yang dapat menjelaskan, kenapa pernyataan Presiden yang didalamnya mengandung kebijakan sekaligus sebagai perintah itu secara sengaja tidak segera ditindaklanjuti? 

3. Tindakan mengabaikan dn atau mengingkari kebijakan Presiden di atas, tidak hanya dapat mencederai kehormatan Presiden maupun lembaga kepresidenan tapi juga disebut sebagai tindakan melawan kebijakan atasan yang akuntabel.

4. Pada ada situasi kritikal, faktual dan sensitif berkaitan dengan surat Ketua KPK yang menonjobkan 75 orang dengan meminta mereka menyerahkan tugas dan kewenangannya pada atasannya langsung padahal sebagian mereka adalah penyelidik dan penyidik, adalah perbuatan melawan hukum

5. Bila surat Ketua KPK yang tidak segera dicabut maka akan punya konsekwensi hukum pada mereka yang kapasitasnya sebagai penyidik dan penyelidik yang punya kewenangan melakukan tindakan pro justisia karena tindakan mereka tersebut dapat dipersoalkan dan bermasalah secara hukum.

6. Situasi di atas itu dapat menjadi pintu masuk dan celah hukum bagi para koruptor untuk menggugat tindakan hukum penyelidik dan penyidik KPK yang dinonjobkan oleh Ketua KPK sendiri.

7. Disisi lainnya, Ketua KPK dan Pimpinan lain KPK adalah penanggungjawab tertinggi pemberantasan korupsi. Tindakannya yang melawan perintah Presiden tidak hanya dapat dikualifikasi semacam insubordinasi atau pembangkangan sehingga merupakan tindakan melanggar hukum; tapi juga disebut obstruction of justice karena secara langsung atau tidak, telah merintangi tindakan penyelidikan dan penyidikan. Hal ini merupakan kejahatan sesuai  UU Tipikor.

8. Untuk menghindari situasi yang lebih buruk lagi pada upaya pemberantasan korupsi maka demi hukum kebijakan nonjob dari Ketua KPK harus dinyatakan batal demi hukum dan 75 Pegawai KPK mendapatakan legalitasnya kembali.

9. Kebijakan Ketua KPK dan Pimpinan lainnya harus diperiksa oleh Komisi Ombudsman, apakah telah terjadi maladminstration; prosedur  menonjobkan pegawai KPK harus diperiksa oleh Komisi ASN; Ketua KPK harus diperiksa oleh Dewan untuk melihat indikasi pelanggaran etik dan perilaku serta untuk diberhentikan sementara; anggota Dewas yang membuat pernyataan sehingga menimbulkan potensi konflik kepentingan harus diperiksa Dewan Etik Independen; metode TWK harus diperiksa oleh Komnas HAM agar tidak diisntrumentasi sebagai alat kepentingan kekuasaan yang potebsial disalahgunakan.

Bagikan :

Advertisement