Angan Ingin dan Angin

Angan duduk sendirian ditepi jaman..
telanjang dada
gak pake sendal
tapi kerebongan sarung.
Banyak juga angin-angin yg lalulalang
kadang menghampiri
sekedar ber “apakabar”
kemudian lenyap disemak-semak hirukpikuk kehidupan.

Di cuaca yg anomali ditambah pandemi yg seperti ini
angan dan ingin jungkirbalik “ngejedak”
jatuh tanpa bisa menyelamatkan diri.
Paling ringan benjol-benjol
geger otak
pinggang retak
Fatalnya tewas tanpa penghormatan.

Doa-doa dan ucapan belasungkawa berterbangan deh….
mindstream
dan terasa sekali basabasinya.
Semoga khusnul khotimah.

Angan bergidik bulu-kuduknya
takut mati
tapi gak punya solusi.
Ingin mendadak jumawa
memberikan kiat bagaimana menyiapkan kematian dengan baik.
Amal dan ibadah katanya….
Belum juga menjadi angan sudah mengalami ketakutan yang luar biasa
Setelah ingin
malah menjadi hantu
dan hilang deh ditiup angin.
Angan sih selalu setia..
ingin yang selalu keliru mengkalkulasinya.
Apalagi angin…
kerapkali salah mengurai yang tersirat.

Ternyata bukan cuma cuaca yang mengalami anomali
tapi juga mainset
etika
moral
komitmen
dan
Kemanusiaan.
Tuhan jadi semakin absurd.

“Diam kamu Godot..”
bentak pak Jarwo.

DIMAS BUDI SUSILO

Bagikan :

Advertisement