NYALANYALI.COM, Kisah – …. “Jika begitu, kau saja sebagai pelengkapnya!!!”, kutuk Bandung Bondowoso sambil mengarahkan jari telunjuknya kepada Roro Jonggrang, yang bukan sekadar ucapan dan jari telunjuk saja, tapi ada sesuatu bermuatan energi dahsyat bernama supata. Roro Jonggrang pun seketika berubah menjadi patung batu untuk menggenapi bangunan candi yang keseribu, karena sumpah itu.
Alkisah, Roro Jonggrang menolak halus lamaran Bandung Bondowoso dengan memberikannya syarat agar dibuatkan seribu candi dalam waktu semalam, harus selesai sebelum fajar, karena sang putri berkeyakinan bahwa syarat tersebut adalah hal yang mustahil untuk dipenuhi. Tetapi di luar dugaan, Bandung Bondowoso yang dibantu pasukan jin mampu mengerjakannya dengan cepat, hingga akhirnya tinggal satu candi yang belum diselesaikan, karena mendadak terdengar hiruk pikuk orang menumbuk padi dan kokok ayam bersahutan, mirip pertanda fajar akan menyingsing. Pasukan jin panik meninggalkan tempat itu dan berhasillah siasat Roro Jonggrang membatalkan pembangunan candi ke-seribu.
Kisah cinta Jawa Klasik ini tertulis dalam manuskrip kuno ‘Babad Prambanan’. Kisah serupa juga sering kita dengar dalam tradisi lisan masyarakat Jawa. Tradisi lisan tentang kisah serupa juga terdapat di beberapa wilayah, seperti ‘Sangkuriang dan Dayang Sumbi (Legenda Tangkuban Prahu)’, ‘Legenda Telaga Wurung’ (cerita lokal di Kabupaten Wonosobo), ‘Legenda Candi Bogang’ (cerita lokal diKabupaten Wonosobo), dan dimungkinkan masih banyak kisah serupa di Nusantara.
Selanjutnya, bagaimana pembacaan sejarahnya? apakah hanya berhenti di wilayah itu tanpa berkeinginan mengkajinya lebih dalam? Tidakkah terpikir bahwa cerita tersebut hanyalah sebuah sandi yang harus ditafsirkan untuk menuju pada sejarah yang sebenarnya, mengingat masyarakat Jawa memiliki kesenangan akan simbol dan sanepadalam segala hal yang ingin dijaganya?Sebuah penelitian akan lebih baik jika dilakukan melalui multi disiplin ilmu, artinya kepurbakalaan tidak hanya menjadi milik ranah ilmu Sejarah dan Arkeologi saja.
Belajar menganalisa Candi Prambanan, mungkinkah bangunan megah bertingkat dengan full ornamen dari bawah sampai atas tersebut adalah karya jin? Bentuk bangungan berundak (punden) sangat artistik dari segi arsitektur, sebagai cermin dari tingkat kecerdasan tinggi leluhur bangsa ini.Bandung Bondowoso, ia lah sosok yang dikisahkan sebagai pemimpin pembangunan seribu candi.Raksasa kah ia seperti yang dikisahkan, ataukah lebih tepatnya seorang arsitek handal di eranya? Lantas, apakah sebenarnya yang ia kerjakan dalam batas waktu semalam? Membangun seribu bangunan secara fisik, ataukah mengkonsep sebuah grand designseribu bangunan? Pembangunan yang belum selesai atau sengaja tidak diselesaikan atas tujuan tertentu, selalu terselip sandi ‘wanita cantik, kokok ayam, fajar menyingsing, dan suara menumbuk padi’. Kenapa???
Banyak pertanyaan yang sampai saat ini masih berada di wilayah apakah, bagaimana, mengapa, siapa, kapan, di mana, dan mungkinkah. Menurut penuturan tokoh masyarakat setempat, sebelum tahun 1980 di sekitar bangunan Prambanan tidak dijumpai rumput, bukan karena tanah yang tidak subur, melainkan sengaja dibuat agar rumput tidak tumbuh, dikarenakan leluhur ingin membuat penggambaran Prambanan laksana bangunan megah yang berlokasi di atas kahyangan (planet). Di waktu-waktu tertentu akan ada embusan angin yang membawa terbang tanah-tanah halus laksana mega di awang-awang.
Ketidaktahuan para ilmuwan akan simbol-simbol leluhur yang dilekatkan pada Prambanan, di tahun-tahun selanjutnya diadakan proyek penambahan tanah dan program penanaman rumput atas nama keindahan. Ya, memang indah, tetapi di balik itu justru mengubah makna yang melekat di dalamnya. Prambanan telah berubah. Dan, bangsa ini semakin kehilangan kebesarannya.
AGUSTIN ARIANI
Buku #sayabelajarhidup ke-9, Nusantara Berkisah 01 (2018)
BACA:
Cahaya Merah Dari Timur