Emphysema, Tanda Seru untuk Perokok

NYALANYALI.COM, Kesehatan – Agusman tampak bingung. Pria perokok berusia 32 tahun itu heran dengan perubahan kondisi tubuhnya dalam enam bulan terakhir. Saat ini, karyawan perusahaan sekuritas di bilangan Sudirman tersebut cepat sekali lelah. Berjalan beberapa puluh meter saja telah membuatnya tersengal-sengal. Sebuah kondisi yang tak pernah dia alami sebelumnya.

Pria yang dalam sehari-hari bisa menghabiskan dua bungkus rokok itu pun masih tampak heran ketika hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa dirinya menderita emphysema. Nama penyakit itu terlalu asing di telinganya. Belum hilang rasa herannya, ia kembali harus terkejut ketika sang dokter memintanya untuk menghentikan kebiasaannya mengisap rokok.

Emphysema memang jarang terdengar, tapi jangan pernah menganggap remeh. Bersama asma dan bronkitis, emphysema adalah bagian dari penyakit paru-paru kronis atau chronic obstructive pulmonary disease, yang sering dikenal dengan istilah COPD. Penyakit ini sering muncul tanpa gejala dan tidak terdiagnosis.

Emphysema muncul tanpa disadari. Biasanya dalam enam bulan sampai dua tahun sejak pertama kali terkena baru dampaknya mulai terasa.

Data dari Pfizer Inc., sebuah produsen obat-obatan, menunjukkan bahwa 90 persen dari perokok berisiko terkena penyakit ini. Menurut data tersebut, biasanya penderita adalah mereka yang telah menghabiskan 20 batang rokok sehari selama 20 tahun. Asap rokok yang masuk ke paru-paru merusak kantong-kantong udara dalam paru-paru. Rokok memiliki sekitar 600 racun yang dapat merusak paru-paru.

Selain karena merokok, pada beberapa penderita, emphysema muncul karena faktor keturunan. Kasus genetika ini tergolong langka. Pemicunya adalah defisiensi Alpha-1 Antitrypsin, yang merupakan faktor yang melindungi paru-paru. Ketika terjadi penurunan kemampuan pada Alpha-1 Antitrypsin, maka risiko kerusakan kantong udara di paru-paru akan semakin besar.   

Kerusakan dinding kantong-kantong udara di paru-paru menyebabkan kemampuan paru-paru untuk menyerap oksigen dan melepaskan karbon dioksida menurun. Jika dibiarkan terus tanpa penanganan, maka kondisi penderita semakin parah. Paru-paru dipaksa untuk bekerja ekstra untuk mengeluarkan udara. Energi yang dibutuhkan untuk kerja paru-paru tersebut bisa mencapai 20 persen dari energi yang dimiliki tubuh.

Dalam kondisi tidak beraktivitas saja, kebutuhan energi sudah sangat besar, apalagi kalau melakukan aktivitas. Emphysema membuat penderitanya cenderung kehilangan nafsu makan, karena lagi-lagi harus mengeluarkan energi berlebih hanya untuk makan. Hal ini dengan sendirinya menyebabkan penderita mengalami penurunan berat badan cukup drastis. Dan, sudah pasti penderita akan tersiksa sepanjang sisa hidupnya.

Para ahli medis menilai emphysema sulit disembuhkan, namun bisa dilakukan upaya pencegahan untuk mengurangi penderitaan. Pencegahan paling sederhana adalah dengan berhenti merokok, karena merokok merupakan penyebab utama emphysema yang paling besar. Persoalan terbesar bagi para perokok adalah keengganan untuk meninggalkan kebiasaan tersebut. “Tak pernah ada kata terlambat untuk berhenti merokok,” ujar Thomas L. Petty, MD, Professor of Medicine dari University of Colorado.

Perokok, menurut Thomas, umumnya akan resisten ketika dianjurkan untuk berhenti merokok. Saat terkena penyakit, seperti emphysema, barulah muncul kesadaran. Tidak terlambat, hanya saja sejauh bisa dihindari mengapa memilih risiko lebih besar? Anda pilih mana, berhenti merokok atau membiarkan sampai terkena penyakit?

URRY KARTOPATI

Dari Berbagai Sumber

Bagikan :

Advertisement