Aku Tidak Punya Ibu

NYALANYALI.COM, Cerita – Namaku Bintang, sebut saja begitu. Kami dua bersaudara. Meski hidup serba pas-pasan nyaris tak ada lebihnya tetapi aku cukup bahagia.

Bapakku buruh serabutan. Ibuku membantu pekerjaan rumah tangga di rumah orang kaya. 

Meski hidup di kontrakan yang begitu rupa, tidak seperti kontrakan teman-temanku, tapi orang tuaku tak pernah terlambat membayar sewanya. Kami pun tak kurang makan, sekedar makan nasi garam, kecap dan kerupuk, alhamdulillah selalu ada.

Tiba-tiba ibuku sakit. Tak lama kemudian meninggal dunia. Sedih dan hancur bukan kepalang. Di rumah serasa gelap dan sesak. Hidup menjadi tak karuan. Karena secara ekonomi, ibukulah yang menopang dengan gaji bulanan sebagai pembantu rumah orang kaya. Sedangkan bapakku jarang menerima panggilan untuk mengerjakan pekerjaan orang lain.

Akhirnya aku tinggal dengan bibi. Bibi adalah adik ayahku. Meski anaknya ada sembilan, tapi hidup bibi jauh lebih lumayan. Jadi bibi menanggung hidup 10 anak setelah aku datang.

Hidup mulai agak lapang di dada. Meski masih banyak kendala ketika harus mengerjakan tugas daring dari sekolah. Karena bibiku hanya punya satu hp untuk belajar daring anak-anaknya, sedangkan aku tidak punya.

Meski demikian, aku merasa lebih nyaman tinggal bersama bibi ketimbang tinggal dengan Bapak.

Tugas daring sangat sulit kusetorkan kepada guru karena tidak kebagian waktu untuk meminjam hp. Aku hanya bisa mengisi link daftar hadir tanpa bisa mengumpulkan tugas. Bahkan semua pengumuman dari sekolah, aku sama sekali tidak pernah tahu apa isinya.

Empat bulan aku tinggal bersama bibi, tiba-tiba bibi sakit dan meninggal. Hidupku makin hancur lebur. Aku kehilangan kehangatan seorang ibu untuk kedua kalinya.

Akhirnya, antara bapakku dan bibi bungsu membagi pengasuhan sembilan anak almarhumah bibi. Bibi bungsu sendiri punya anak tiga. Kemudian aku tinggal bersama bibi bungsu.

Meski bibi bungsu kondisi ekonominya sangat jauh dari bibi almarhum, tapi aku suka tinggal di sana. Aku suka dengan rumah yang ada sosok ibu. Meski bukan ibu kandungku tapi bibi bungsu sangat sayang kepadaku.

Suatu hari bibi sakit dan didiagnose kanker otak atau tumor otak, aku kurang paham. Tak lama kemudian bibi bungsu pun meninggal dunia.

Hidupku tiarap. Ndlosor …se-ndlosornya.

Aku hancur lebur.

Setiap wanita yang kuhormati, kusayangi dan kucintai karena mereka juga menyayangiku dengan penuh kehangatan meski dalam keterbatasan, meninggalkanku dan tak akan kembali lagi. Mereka pergi untuk selama-lamanya.

Kini bapakku harus mengurus anak-anak yang banyak. Anak bapak dua, anak bibi sembilan ditambah anak bibi bungsu tiga. Total Bapakku menanggung 14 anak piatu. Dan aku yang paling besar. Saat ini aku kelas VII SMP.

Setiap hari guru menyebut namaku di grup kelas dan grup mapel. Aku paham karena aku sama sekali tidak pernah mengirimkan jawaban tugas. Sebetulnya aku bingung, tapi aku juga tidak tahu harus bagaimana. Sekolah memberi solusi untuk mengerjakan tugas di sekolah, tapi aku tak punya cukup ongkos.

Kemarin bapak dan aku datang ke sekolah. Sebetulnya sudah lama dipanggil tapi baru bisa datang setelah dapat pinjaman sepeda motor dari tetangga.

Dulu bu guru pernah home visit ke rumahku. Tapi waktu itu aku dan bapak masih bingung bagaimana harus menjalani sekolah dalam situasi seperti ini.

Beberapa guru memberiku uang untuk keperluan dan ongkos minggu depan agar aku bisa menyerahkan tugas yang kutulis dibuku, dikumpulkan kemudian disetorkan seminggu sekali.

Aku ingin terus bersekolah meski dalam keadaan yang sangat terbatas. Sekolahku memang tidak bayar. Aku juga dapat KJP. Tetapi kemampuan bapakku dalam mencari nafkah sangatlah terbatas. Apa lagi tanggungjawab bapak kini semakin berat dengan mengasuh anak- anak almarhumah bibi-bibiku. Jadi saat ini bapak masih mendahulukan keperluan rumah (perut) dari pada membeli HP.

Jakarta, 6 Februari 2021

NUNING INDRIASTUTI SUDARMO

Bagikan :

Advertisement