Sebuah Jawaban

NYALANYALI.COM – Kenapa ambil jurusan International and European Trade and Tax Law? Waktu sebelum berangkat, tidak hanya pimpinan yang bertanya soal kenapa saya memilih mengambil jurusan International and European Trade and Tax Law dibanding pidana murni misalnya, beberapa sahabat pun menanyakan hal yang sama.

Sesungguhnya saya terinspirasi dengan beberapa pakar kejahatan korporasi dan lintas negara. Ada Prof Kevin E Davis dan Prof. Jenifer Arlend serta Prof. V. S. Khana di US dan Pak Yunus Husein di Indonesia. Mereka bisa bicara secara detail mengenai bagaiman foreign bribery bekerja dan menjelaskan bagaimana menemukan pertanggungjawaban pidana koproasi bisa tergambar secara jelas karena memahami bagaimana merger dan akuisisi sampai kontrak internasional bekerja selain pengetahuan pidana.

Pun mengingat pendekatan pertanggungjawaban pindaa korporasi banyak mengadopsi pendekatan pertanggungjawaban perdata sebetulnya, misalnya vicarious liability.

Saya merasa di KPK banyak guru yang membuat saya bisa belajar banyak hukum pidana, mulai dari senior Jaksa-Jaksa yang luar biasa sampai senior-senior penyidik serta in house lawyer yang mumpuni. Untuk itu, saya mau belajar hal lain yang belum saya pahami secara baik yaitu bagaimana melihat persoalan korupsi dari sisi aturan bisnis. Bukankah itu tujuan belajar?

Walaupun cara belajar orang berbeda-beda. Ada yang fokus ambil S1-S3 pidana itu pun sangat bagus karena lebih fokus.

Alhamdulillah, saya tidak menyesal dengan pilihan ini. Dari contract international law saya belajar bagaimana penyelesaian dan keabsahan kontrak ketika ada korupsi didalamnya. Banyak pertanyaan misalnya keabsahan kontrak antara perusahaan Indoensia dan luar negeri ketika ada putusan foreign bribery yang sekarang saya menemukan titik terangnya.

Kuliah Investment and Sustainability, memberikan gambaran bagaimana interaksi antara supply chain pada tingkat internasional serta kaitannya dengan foreign bribery serta konsekuensinya khsusnya dari para ahli CSR. Disini juga saya memahami bagwa CSR dipahami secara salah selama ini, CSR itu adalah standard dalam supply chain terkait lingkungan, korupsi, tenaga kerja dan HAM serta bukan hanya orang kasih sumbangan terus difoto.

Pada investment and corruption, saya belajar, bagaimana isu korupsi bisa dijadikan defense dalam persidangan Investor-State Dispute Settlement (ISDS) baik melalui arbitase, ICSID standar maupun court (sekarang mulai diterapkan di EU) serta bagaimana klausula itu penting dalam perjanjian investasi khususnya BIT. Dari Transnational Merger and Acquisition, saya belajar bagaimana pembuktian control atas suatu korporasi atau group korporasi yang ternyata alternatifnya banyak sekali.

Competition and Corruption membuat persinggungan erat antara korupsi dan hukum kompetisi termasuk pada kasus pengadaan barang dan jasa. Belum lagi soal transnational litigation terkait korban korupsi baik dari sisi perusahaan maupun negara ketika foreign bribery diterapkan.

Project besar dalam hidup saya dalam bidang keilmuan adalah mimpi untuk dapat mengoneksikan hukum pidana dan hukum bisnis dalam pemberantasan kejahatan korporasi khususnya. Mimpi yang masih membutuhkan banyak pembelajaran ke depan.

Catatan beberapa bulan sebelum pulang.

Lund, 17 Maret 2021

LAKSO ANINDITO
Mahasiswa Swedish Institute Scholarships for Global Professionals
Lund, Swedia

Bagikan :

Advertisement