NYALANYALI.COM – Satu dari 17 peserta, awalnya tidak merasa kurang sepakat jika dalam pelatihan ini banyak membahas pekerja migran yang mengalami masalah sejak proses pemberangkatan, masa kerja sampai kepulangan.
Dia merasa tak pernah ada masalah ketika bekerja di Taiwan. Dia bersama teman-temannya merasa enak kerja di pabrik. bebas keluar atau libur, gaji lancar dan kenyamanan lainnya. dan yang selalu dia sampaikan adalah enak-enaknya menjadi pekerja migran di pabrik tanpa melihat kondisi pekerja migran sebagai PRT.
Sayangnya ini langsung dipatahkan dengan sharing Pak Sekdes yang duduk di sebelahnya. Empat anggota keluarganya yang bekerja juga hanya satu yang tidak mengalami masalah. bahkan dua di antara adiknya akhirnya menjadi pekerja migran ilegal karena kabur setelah tidak tahan dengan penyiksaan majikannya.
Adik-adiknya yang sedang bekerja di Taiwan, setiap komunikasi dengan keluarga, lebih sering memberi kabar tidak baik di tempat kerjanya.
Dan, satu peserta perempuan sharing tentang pengalaman pahitnya dia bekerja di dua rumah majikan, dan dia harus salat di toilet karena majikan melarang salat di kamar.
Jadi, jangan membandingkan kondisi tempat kerja laki-laki di pabrik dengan pekerja migran perempuan di sektor domestik/PRT.
Sejak proses sampai kembali, perlakuan-perlakuan yang di terima oleh sponsor/calo/agency/majikan itu jauh berbeda.
Jangan karena sudah dalam posisi nyaman, lalu rasa empati terhadap PRT menjadi luntur. Karena kepedulian itu akan mengubah situasi dari yang tidak baik, berubah menjadi baik.
Semoga esok hari akan mengubah mindset-mu dari yang tidak peduli menjadi empati.
MAIZIDAH SALAS
Aktivis Pekerja Migran Indonesia