Imogiri, Peraduan Akhir Para Raja Mataram

NYALANYALI.COM, Wisata – Tak seperti bukit-bukit di sekitarnya yang sudah gundul, bukit yang satu ini rimbun oleh pepohonan, mulai dari pohon jati yang berusia ratusan tahun, pohon beringin, kepel, pala, hingga pohon bambu. Bahkan sesekali masih terdengar kicau burung serta semilir angina nan sejuk. Benar-benar sebuah tempat yang tepat untuk beristirahat.

Imogiri memang tempat peristirahatan terakhir bagi Raja Mataram (Surakarta dan Yogyakarta) beserta keturunannya. Makam ini dibangun sekitar 1632 M oleh Sultan Agung, dengan arsitektur bergaya Hindu. Pintu gerbang makam dibuat dari susunan batu bata merah tanpa semen menyerupai candi, sementara makamnya lebih bernuansa Jawa, dengan tampilan ala rumah joglo lengkap dengan pendoponya.

Komplek makam ini disebut juga Pajimatan Imogiri. Letaknya sekitar 20 km sebelah selatan Yogyakarta, tepatnya di Kabupaten Bantul. Karena berada di puncak bukit, maka untuk mencapainya harus menaiki anak yang jumlahnya 409, sungguh sebuah perjuangan yang tak mudah. Selain itu, untuk masuk ke komplek makam ini diharuskan pula mengenakan pakaian adat Jawa, terutama jika ingin beziarah ke nisan para raja.

Makam-makam disini memiliki bangunan khusus. Pada bagian tengah terdapat makam Sultan Agung yang posisinya berada di puncak bukit Imogiri. Kemudian di bagian kanannya terdapat sederet komplek makam para sultan KratonYogyakarta, mulai dari Sultan Hamengku Buwono (HB) I dan III yang disebut Kasuwargan, kemudian disebelahnya adalah  Besiaran yang terdiri dari makam Sultan HB IV,V, dan VI. Paling ujung terdapat makan Sultan HB VII, VIII, dan IX , dinamai Saptorenggo.

Sementara kompleks makan di sisi kiri merupakan makam para sunan dari Kraton Surakarta, mulai dari Susuhunan Paku Buwono III, hingga Susuhunan Paku Buwono XI. Mereka yang dimakamkan di tempat ini antara lain : Sultan Agung Hanyakrakusuma, Sri Ratu Batang, Amangkurat Amral, Amangkurat Mas, Paku Buwana I, Amangkurat Jawi, Paku Buwona II sampai dengan Paku Buwono XI.  Dari Kasultanan Yogyakarta antara lain; Hamengku Buwonao I sampai Hamengku Buwana IX, kecuali HB II yang dimakamkan di Astana Kotagede.

Setiap bulan Muharram (Sura) banyak peziarah yang datang ke Imogiri. Mereka tak hanya datang untuk berdoa, bahkan ada pula yang membakar kemenyan dan dupa wangi di sana. Terlihat jelas akulturasi budaya antara Hindu, Jawa, dan Islam yang begitu kental disni. Tak terjadi konflik, justru budaya ini nyatanya mampu menciptakan kedamaian. Bagi para peziarah, semalaman berdoa hingga pagi membuat hati lapang.

Fasilitas di kawasan ini pun cukup lengkap. Selain masjid, disini tersedia pula lapangan parkir yang cukup luas yang letaknya di sebelah barat gerbang masuk (sebelum tangga). Namun bagi kerabat istana atau tamu khusus, disediakan parkir di bagian atas tak jauh dari makam, sehingga tidak perlu meniti tangga. yang jumlahnya ratusan tersebut.

Tingginya makam Imogiri sesungguhnya bisa dibaca sebagai sebuah simbol. Bahwa untuk mencapai ketenteraman, orang harus melalui cobaan. Apalagi ada kepercayaan sebagian orang Jawa bahwa gunung merupakan salah satu tempat tinggal para dewa.

URRY KARTOPATI

Bagikan :

Advertisement