Muzdalifah Namaku, Aku Penyintas Kanker Payudara

NYALANYALI.COM, Penyintas Hebat – Muzdalifah, namaku. Seorang guru SMP di Sungguminasa, Sulawesi Selatan. Saya seorang ibu dari seorang putri. Saya adalah salah satu dari sekian pejuang kanker.

Pada April 2015, saya merasakan ada benjolan sebesar kelereng di payudara sebelah kiri. Saat itu saya mau operasi tetapi tidak bisa, karena sebelum operasi saya harus cek foto paru-paru dan jantung, Saat itu diketahui ada maslah dengan jantung saya, hasil EKG rekam jantung, saya divonis Jantung koroner.

Kata dokter, jantung saya harus diobati dulu sebelum dilakukan tindakan operasi itu. Ketika saya meminum obat jantung, sepertinya saya tidak sanggup, karena reaksi ke tubuh saya sangat lain. Telinga saya sampai berdengung, wajah menjadi bengkak dan kepala saya sangat sakit. Jadi, saya buang obat itu, saya fokus mengobati benjolan saya dengan minum ramuan herbal yaitu daun benalu batu saya rebus dan saya minum 3 kali sehari tiap hari.

Bulan Desember 2016, saya sudah tidak sanggup merasakan sakit di payudara ini ,setiap saya melangkah dan menapakkan kaki kiri saya, serasa urat-urat di payudara sebelah kiri seperti ketarik.

Akhirnya, saya beranikan diri ke rumah sakit lagi. Saya periksa jantung dan Alhamdulillah hasil EKG rekam jantungku normal. Dokter jantung memberikan rujukan ke dokter bedah.

Januari 2016, saya operasi di Rumah Sakit Awal Bross di Makassar. Benjolan di payudaraku yang sudah membesar sebesar bakso kemudian diangkat dan hasilnya saya divonis Kanker payudara harus menjalani kemoterapi sebanyak 6 siklus dan payudara saya harus di angkat. 

Sewaktu Dokter membacakan hasil patologi, seketika saya membayangkan diriku serasa dibungkus kain kafan, saat itu pukul 23.00, saya yang dari pukul 19.00 antre di Poli Bedah merasakan  badanku semakin menggigil karena dinginnya AC ditambah vonis dari dokter yang membuatku keringat dingin ketakutan. Saat itu saya ditemani adik sepupuku, saya cuma bisa menangis, kenapa harus saya ya Allah, kalau saya mati siapa yang akan menjaga anakku. Anakku sudah ditinggak oleh ayahnya, haruskah dia kehilangan ibunya juga? Hanya itu yang bisa saya ucapkan, adik sepupuku cuma bisa merangkul dan memelukku,

Esoknya, saya memberitahu saudara-saudaraku, Saya harus memberitahu mereka karena saya sudah tidak punya suami lagi, saya single parent. Saya mempunyai 6 saudara laki-laki dan satu kakak perempuan tertua, dengan memberitahukan mereka perihal yang dikatakan dokter bahwa saya harus melakukan pengobatan kemoterapi.

Kakakku yang tertua perempuan tidak setuju, karena pemahaman dia, orang yang sudah di kemo akan mati, karena ada temannya seperti itu. Kakakku yang ketiga mengatakan insya Allah akan baik-baik saja karena istri dari direktur di kantornya alhamdulillah sudah menjalani kemo dan sehat-sehat saja. Saudaraku yang lain setuju dengan kakakku yang ketiga, hanya kakak perempuanku yang tidak setuju.

Muzdalifah dan Putrinya, Afia Diva – Dok. Pribadi

Atas persetujuan saudara-saudara itu akhirnya saya mengikuti proses pengobatan yaitu harus menjalani kemoterapi sebanyak 3 siklus kemudian operasi pengangkatan (masektomi), kemudian 3 siklus kemo lagi.

Saya hanya bisa pasrah dan ikhlas menjalani takdir yang digariskan  Allah SWT, saya harus bisa dan kuat, demi anakku. Hanya satu doa yang kupanjatkan , “Ya Allah Ya Rabbi, berikanlah rezekimu berupa umur panjang, berikanlah aku kesempatan untuk tetap mendampingi putriku, saya masih ingin menjaga dan merawatnya”. Subhanallah, Allah Maha Pengasih dan penyayang Allah menghadirkan orang-orang yang baik, sahabat-sahabat yang peduli, keluarga yang sangat memberi semangat selama saya menjalani proses pengobatanku.

Sebelum kemoterapi pertam, seorang temanku  di SMA yang saat itu bekerja di sebuah swalayan mengirimiku buah-buahan yang banyak untuk persiapan kemo. Setiap pagi, sebelum makan apapun saya dahului makan buah-buahan.

Pada saat kemo pertama, saat itu sangat menegangkan daripada ketika operasi. Saya sangat cemas, saya sangat khawatir tidak bisa melewati semua proses itu. Di ruang khusus kemo terdapat 5 ranjang yang pasiennya menjalani kemo semua, sebelum kemo, kami diberi 3 suntikan yaitu anti alergi, anti nyeri dan anti biotik, setelah itu diinfus satu botol cairan, kemudian obat kemo.

Itu belum selesai, masih ada satu botol cairan lagi,,setelah itu satu botol obat untuk menjaga fungsi hati agar tetap stabil, setelah itu, masih ada satu botol cairan lagi. Pada saat obat kemo masuk, kita tidak diperbolehkan ke toilet karena  takutnya jarum infusnya goyang dan cairan obatnya tersumbat. Jadi kita harus memakai popok atau dikateter.

Ketika obat kemo sudah mengalir ke dalam tubuh, tenggorokan langsung terasa panas seperti terbakar, badan langsung keringatan kegerahan, ruangan yang AC-nya sudah sangat dingin tapi kami tetap keringatan, banjir keringat.

Saya hanya 3 hari di rumah sakit setelah itu diperbolehkan pulang ke rumah. Hari pertama di rumah, jangankan makan, minumpun tidak sanggup, kerongkongan sangat pahit sekali, saya sampai menangis, saya tidak sanggup, saya menyerah, saya bilang ke saudara, “Saya tidak bisa makan, minum, bagaimana caranya saya bisa kemo kedua nanti dua minggu lagi, sementara ini saja saya sudah tidak kuat. Tidak bisa makan, tolong jaga anak saya, biarkanlah saya mati perlahan, saya tidak sanggup”. Saya mengatakan demikian karena saya merasa  mual-mual terus, makan sedikit sudah muntah, 

Hari ketiga, seluruh badan saya kaku. Paha dan kaki saya tidak bisa digerakkan. Saya lumpuh, kepala rasanya mau pecah. Semua saudaraku menangis, melihatku tidak berdaya Kakakku memelukku, ”Sabar adekku,,kamu harus semangat, kamu harus bisa, ada anakmu yang butuh kamu, kamu harus kuat, kamu hasrus sehat panjang umur agar kamu bisa lihat anakmu berhasil sekolahnya,”.

Kata-kata dan dorongan semangat dari keluarga sangat kami butuhkan, buat kami para penyintas kanker, hanya itu yang bisa membangkitkan semangat kami untuk tetap kuat menjalani segala proses pengobatan.

Pada hari ke-5 rambut saya mulai rontok, langsung tercabut tidak terasa seakan pori-pori di kepala saya melebar sehingga rambut sampai akarnya terlepas rontok begitu saja tak bersisa.

Alhamdulillah, kemo pertama sudah aku lewati satu minggu di rumah. Satu minggu kemudian kembali mengajar, setelah itu kemo kedua, ketiga dan masektomi. Operasi pengangkatan payudara belangsung sangat lama, saya masuk ruang operasi pukul 15.00 sampai pukul 19.00. Saya berada di ruang pemulihan jam 19.00 sampai 22.00. Saya baru sadar tengah malam saat pindah ke kamar perawatan, sungguh suatu perjuangan antara hidup dan mati . Itu yang kurasakan.

Setelah operasi pengangkatan, saya tetap pergi mengajar ke sekolah dengan tetap ada selang terpasang di badanku, karena dokter memasang 2 selang drain untuk sisa darah bekas operasi. Dua botol infus yang berisi darah kumasukkan dalam tas selempangku sebelah kiri kerena selangnya masih tetap terpasang di dada sebelah kiri yang masih di perban.

Kemo keempat dan ke enam saya sudah terbiasa. Sebelum kemo, saya harus konsul ke dokter Poli dulu, antre di Poli ini membuat saya harus berangkat dari rumahku di Palangga, sesudah salat subuh, menempuh perjalanan sekitar 10 kilometer ke RS Awal Bross di Makassar. Penantian yang cukup panjang.

Setelah bertemu dokter, saya diberi rujukan untuk opname kemo, setelah itu saya pulang dan sampai di rumah telah larut, pukul 22.00. begitu proses konsultasi yang harus saya jalani. Setelah mendapat kamar, saya di sana selama tiga hari.

Pada Januari 2016 hingga April 2017, saya keluar-masuk rumah sakit. Alhamdulillah, semua sudah kulewati proses pengobatan sudah kujalani sendiri.

Kanker yang kuderita adalah qadarullah, takdir yang digariskan Allah buat saya, yang harus saya jalani, awalnya saya sangat sedih tapi lama kelamaan di balik sakitku ternyata Allah menghadirkan orang-orang yang baik dan sangat peduli kepadaku. Sahabat-sahabat dan keluarga yang sangat memberikan semangat, teman-teman mengajar yang sangat menyayangiku.

Kankerku ini, kupikir muncul karena ada amarah yang terpendam dan menjadi dendam sehingga menjadi bibit kanker dalam tubuhku. Hati perempuan mana yang tidak sakit dan dendam, pada 2010 suamiku meninggalkanku dan mengambil semua tabunganku. Pada 2014, baru kutahu ternyata dia tinggal di dekat perumahanku yang tiap hari saya lewati, saya mau melabrak tapi saya punya harga diri, saya seorang pendidik, saya tidak mau ribut, saya cuma bisa diam, tapi menyimpan sakit hati dan menyimpan dendam. Pada 2015 muncullah benjolan di payudaraku.

Seorang ustad mengatakan kepadaku,”Tidak akan sembuh dan hilang kanker yang ada dalam tubuhmu kalau kamu masih menyimpan dendam, ikhlaskan, maafkan”. Sejak itu, aku berusaha untuk mengikhalaskan dan memaafkan mantan suamiku, karena biar bagaimanapun saya menolak, kalau memang sudah takdir yang telah digariskan, saya tetap akan berpisah dengannya.

Alhamdulillahm aku sudah melalui itu semua. Memaafkan dan mengikhlaskan semua yang sudah terjadi. Semakin hari kondisi semakin membaik. Aku kembali aktif mengajar anak-anak didikku tanpa halangan. Dan, bersyukur bisa memandang dengan bahagia mengikuti pertumbuhan putriku yang sekarang remaja. Muzdalifah, namaku. Aku penyintas kanker.

MUZDALIFAH MAHMUD
Guru SMPN Sungguminasa – Sulawesi Selatan

Bagikan :

Advertisement