Dialog Singkat Gus Dur dan Azis

NYALANYALI.COM, Kisah – Adalah Azis, 54 tahun, pria penyandang tuna netra yang lebih memilih jalan spiritual untuk menapaki ujian hidup yang menghampirinya. Berkeliling daerah, melanglang buana dia menemui orang-orang yang dianggapnya mumpuni dan memliki kapasitas keilmuan. Bukan meminta sumbangan, bukan pula meminta didoakan agar menjadi kaya.

“Saya berkeliling daerah hanya untuk meminta nasihat dari orang-orang saleh, agar saya tenang menjalani hidup, selalu bersyukur,” kata Azis saat ditemui di pojok halaman komplek Masjid Luar Batang, tempat dia mencari rejeki.

Sesekali dia memanggil, seraya mengisyaratkan dagangannya kepada para penjiarah dengan khasnya, “Ayo dikopi, dikopi”.

Pada 2006, sebelum memutuskan untuk berdagang kopi di Masjid Luar Batang, Azis terdorong langkahnya untuk menemui Presiden RI ke-4 KH. Abdurrahman Wahid alias Gus Dur di kediaman pribadinya di Ciganjur, Jakarta Selatan.

Nekat dia ke Ciganjur, apa adanya, tak dipoles penampilan. 

Sampailah di depan gerbang rumah Gus Dur, dihampiri oleh petugas.

“Bapak mau ada perlu apa, mau bertemu siapa?” Azis menirukan suara petugas yang menghampirinya.

“Saya mau bertemu Gus Dur,” sahutnya.

“Mau minta sumbangan ya, Pak?” kata petugas.

Dengan polosnya tanpa rasa khawatir dipersulit, Azis lugas menjawab, “Ya terserah saya nanti kalau sudah bertemu Gus Dur, mau apa saja.”

Dialog selesai dengan hasil Azis bisa bertemu Gus Dur setelah pulang ke Tanah Air, sebab saat itu Mantan Ketum PBNU tersebut sedang berada di luar negeri.

Menunggu selama empat hari di Masjid  Al Munawaroh yang berada persis di depan rumah Gus Dur dilakoninya. Pada pagi di hari ke-4, Azis diinformasikan bahwa dia sudah bisa menemui Gus Dur. Dituntun oleh petugas, bertemu lah pada Gus Dur, dialog singkat terjadi.

“Ada perlu apa, Pak, datang ke sini?” tanya Gus Dur, ditirukan Azis.

Langsung pada sasaran, setelah menceritakan lika-liku perjalanan hidupnya, Azis meminta nasihat.

“Saya minta nasihat, Bah (sapaan Azis ke Gus Dur).”

Tak langsung memberinya, Gus Dur seraya menangkis permintaan Azis. “Minta nasihat ko sama saya, lah wong saya saja tidak bisa menasihati diri sendiri.”

Tak ada kata yang keluar dari mulut Azis, lebih memilih bungkam mendengar ucapan Gus Dur, sampai keluar nasihat.

“Hidup itu kuncinya sabar, istiqomah, jangan meninggalkan ibadah,” keluar nasihat dari Gus Dur.

Sederhana, padat, singkat nasihatnya. Tapi menjadi bekal berarti untuk orang seperti Azis. Seorang yang menerima kenyataan tak dapat melihat sejak usia remaja, pedagang tuna netra yang bangkrut warung kelontongannya. Dari bekal tersebut, mantap langkahnya untuk berdagang kopi di pojok halaman Komplek Masjid Luar Batang, Penjaringan, sekadar usaha mencari nafkah, tak muluk ekspektasi hidupnya. 

Pantang baginya untuk mengemis, meski kondisinya “melegitimasi” untuk melakukan hal itu. Tak hanya Azis yang berdagang di sana, ada puluhan penjual kopi dengan tempat yang lebih menarik. Tak masalah bagi Azis, menurutnya rezeki tak akan pernah tertukar. 

“Tugas kita sebatas usaha, berdoa dan sabar.”

NORMAN SENJAYA

Buku #sayabelajarhidup ke-11 Nusantara Berkisah 02: Orang-orang Sakti

Bagikan :

Advertisement