NYALANYALI.COM, Kisah – Saya dalam ambulans yang membawa jenazah Norman Edwin, setelah diturunkan dari kargo pesawat Garuda. Petugas petugas imigrasi dan bea cukai mengawasi dengan ketat.
Kemudian, dibongkar peti kayu bagian luar, dikeluarkan peti jenazah untuk dimasukkan dan menuju tempat penyambutan dibandara Soekarno-Hatta. Keluarga, handai taulan dan beberapa Menteri ada pula di sana.
Setelah evakuasi dari titik terakhirnya, menjelang puncak Aconcagua beberapa minggu, jenazah dibawa jalan darat dari Argentina ke Santiago, Chile, kemudian diterbangkan menuju Jakarta.
Penyambutan yang luar biasa mulai Bandara Soetta, konvoi sekitar 142 mobil, keluar di Tol Semanggi, disambut Indro Warkop dengan komunitas HDCI menuju kampus UI Salemba.
Di sana, mobil sudah penuh. Mobil parkir malang melintang, bahkan ada pencinta alam (PA) dari luar Jawa yang “nenda” di tempat parkir kampus UI Salemba sejak semalam.
Ada yang menarik. cerita dari Mensetneg Moerdiono. Saat tengah menerima kunjungan tamu kepala negara asing, Presiden Soeharto berbisik pada Moerdiono, “Sudah datang belum jenazahnya? Sudah, kesana saja.” Moerdiono segera Ke Salemba, jenazah sudah tiba, kebetulan bareng dengan saya masuk ke dalam dengan membuka pagar betis anggota Mapala UI.
Pemakaman di TPU Tanah kusir tepat saat magrib, di bawah hujan rintik-rintik. Sambutan dilakukan Menpora Akbar Tanjung, berikutnya Jakob Oetama. Dan, sudah disediakan dua liang lahat untuk Norman Edwin dan Didiek Samsu, tapi keluarga Didiek bersikukuh untuk memakamkan putra tercintanya di pemakaman keluarga dekat rumah mereka.
Norman Edwin dan Didiek Samsu tak berbaring bersisian, tak seperti saat selalu bersama menuju impian pendakian Aconcaqua, gunung yang membentang sepanjang Argentina-Chile. Semua kejadian ini, Maret 1992.
SYAMSIRWAN ICHIEN