Abang Seda

NYALANYALI.COM – “Abang diundang petani Dairi. Naik mobil dari Medan enam jam, enggak pakai AC. Buka jendela, kayaknya masuk angin,” cerita Bang Ical saat awak besuk di ICU RS Mayapada Kuningan, Senin lalu. “Abang makan duren?” tanya awak mengingat operasi usus buntunya di RS Carolus semasa abang bujangan dulu, sepulang riset Lembaga Penyelidikan Ekonomi Masyarakat Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (LPEM FEUI) dari Medan. “Banyak, Dan, ada festival duren di sana,” jawabnya sambil ketawa di balik selang hidungnya.

Awak cepat pamit karena Abang terus mau bicara. Dokter Intensive Care Unit Rumah Sakit meminta jangan lama besuk, agar Abang istirahat biar stabil ginjal dan gulanya. Dokter mensyaratkan itu untuk Abang dapat kateter, sebab ada dugaan sumbatan jantung. Hari itu ia akhirnya mau diperiksa ke rumah sakit terdekat dengan apartemennya. Itu pun setelah dibujuk putri satu-satunya, Nabila. Wajahnya pucat dan keluar keringat dingin. Pulang dari Medan Sabtu pekan lalu, ia lemas sesudah ke Dairi, Sumatra Utara, pada Rabu pekan silam.

Selama ini penyakit Abang hanya diabetes dan darah rendah. Jantungnya tak pernah menderita. Ketika membesuknya terakhir kali pada Rabu sore, Abang tertidur. Awak tak tega membangunkannya. Awak senang mendengar dari istrinya, abang akan dikateter Kamis jam 07.30. Niat awak bermalam di RS ditampik istrinya. “Elo besok pagi aja datang ke sini lagi, Dan,” kata istrinya. Awak pun pulang ke Depok Rabu malam. Tapi, sekitar pukul tiga Kamis dini hari, handphone awak berbunyi. Sepupu menelepon, “Dan, cepetan ke rumah sakit!”

Awak panik. Bojo mengantar sampai dapat taksi ke arah rumah Mak di Cijantung. Mak agak lama bersiap. Di jalan tol, Nabila menelepon, “Ayah sudah meninggal, Uda.” Mak yang sudah 88 tahun marah sambil menangis, karena tak diberi tahu abang sakit. Kakak iparnya baru wafat dua minggu lalu. Kami, anak dan mantunya, khawatir, Mak kepikiran. Usai kami bertangisan setiba di rumah sakit, awak menemui Abang yang tak lagi berkisah dan tertawa. “Ummati, ummati, ummati.” Awak ingat Bang Ical pernah mengutip tiga kata terakhir Nabi Muhammad sewaktu sakratul maut.

Di tengah negara-bangsa yang memprihatinkan kini, Abang semakin sering diundang mahasiswa, aktivis, wartawan, petani, dan lain-lain. Tak banyak memang political-economist yang kritis di negeri ini, apalagi dengan argumentasi data yang kuat.

Sehabis menyempatkan demo satu jam di Mahkamah Konstitusi pada 22 Agustus 2024 lalu, awak bilang kepada Abang bertemu Mbak Omi, istri mendiang Nurcholish Madjid. “Rame, Dan? Banyak yang nelepon nih!” ujarnya sambil pegang mikrofon, hendak pidato melepas jenazah ibu mertuanya dari rumah duka yang juga menjadi tempat persemayaman jenazah Abang kemarin.

Awak WA Mas Tosca Santoso, Mas Bambang Widjojanto, Mas Muhamad Isnur, Arif Zulkifli, Mbak Dana Satiman Basri, serta Yoseptin Kristanto, untuk menyebarkan kabar duka pagi kemarin kepada teman-teman Abang. Saat membawa jenazah ke mobil ambulans, Radio Trijaya mewawancarai awak lewat telepon.

Kemarin awak baru ngeh, kenapa bojo mimpi Sri Mulyani dan anak semata wayang yang autis berhari-hari asyik mempelajari sholat jenazah. Menteri Keuangan melayat Abang serta kami sholat jenazahnya.

Rumah duka menjadi sesak para pelayat. Dari Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Panjaitan serta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia yang kerap dikritik Abang, sampai Bang Haris Azhar yang sempat berseteru dengan Pak Luhut di pengadilan. Karangan bunga berjejer di sepanjang jalan, yang paling besar dari Presiden Jokowi. Putra sulung Abang, Anwar Ibrahim (Abi), yang terbang dari Bangkok akhirnya tiba. Mantan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menawarkan memimpin doa dan tahlil.

Setelah Abi menjadi imam sholat jenazah ayahnya, iringan kendaraan panjang menuju Taman Pemakaman Umum (TPU) Menteng Pulo. Tangis awak pecah sesudah masuk liang lahat ayah yang wafat pada 14 Januari 1981. Awak masih kelas V SD waktu itu. Awak makamkan Abang dalam pelukan ayah dan putranya yang masih janin keguguran dulu. Pas melafazkan “hayya alal falah”, azan bukan lagi sekadar seruan sholat buat awak, tapi juga “menyongsong kemenangan” bak artinya.

Awak minta lagi Pak Lukman memimpin doa. Awak mohon pula Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Azwar Anas serta Mas Eros Djarot untuk pidato sambutan. Bang Ical masih rapat perjuangan dengan Mas Eros dua pekan lalu di markas budayawan, musisi, sutradara film, serta jurnalis itu di Bendungan Hilir.

“Jangan berhenti berjuang, pesan Faisal Basri. Ini kehilangan besar buat kami,” tutur Mas Eros. Rekan wartawan dulu, Iwan Setiawan, sempat bercerita naik ojek dari Stasiun Tebet ke rumah duka di Gudang Peluru. “Kok orang baik mati dulu ya, bukan para koruptor itu?” tanya pengojek itu saat Iwan bilang mau melayat Abang.

Jakarta, 6 September 2024

RAMDAN MALIK

Bagikan :

Advertisement