Kephatetan Budaya Bangsa

NYALANYALI.COM, Kisah – Mengenang Pak Sri Hastanto.


Pak Sri Hastanto saya kenal pertama kali saat beliau tampil dalam Pekan Komponis Muda Pertama yang diadakan tahun delapan puluhan bertempat di Teater Arena, TIM. Tampil bersama almarhum Mas Rahayu Supaggah dan Mas Al Suwandi membawakan karya Gambuh.

Yang menarik pada Pak Sri Hastanto kemudian adalah perhatiannya pada persoalan Pathet dalam karawitan Jawa. Transkripsi diskusi soal Pathet ini tercatat cukup lengkap dalam buku DKJ.


Secara pribadi persoalan pathet ini membawa pada kesaradan utuh sebuah karya seni, dalam hal ini seni karawitan (musik khas kita). Ini tentu bukan kesimpulan hasil kerja akademis yang didukung oleh riset dan eksperimen. Kesadaran utuh yang dirasakan semata-mata merupakan sensasi rasa pribadi. Hanya ini faktanya.


Merenungi sejenak soal pathet, di pagi yang cerah ini, muncul rasa bangga sekaligus rasa haru. Rasa ini muncul manakala membaca selintas tulisan Aris Setiawan (ISI Surakarta) Konsep dan Pemikiran Diyat Sariredjo tentang Pathet.


Merenungi konsep pathet karawitan Jawa yang tak pernah tepat dan mencukupi jika dipadankan dengan ‘nada dasar’, fikiran menuntun perasaan pada satu kesadaran terhadap konsep memulai, konsep memimpin, dan konsep ruang lingkup yang tidak semata ada dalam ukuran keindahan, logika, tetapi juga yang jauh lebih penting adalah etika, sistem nilai yang lebih mendasar. Karena itu wajar jika istilah pathet menjadi titik krusial pada karya budaya seni karawitan Jawa sebab dari ‘kepathetan’ (kepatutan) itulah akan tumbuh menumbuhkan sebagai hasil sebuah kerja budaya fikiran dan perasaan.

14 Juni 2021

EMBIE C. NOER

Komunitas Karawitan Indonesia

Bagikan :

Advertisement