NYALANYALI.COM – Buah jatuh tak jauh dari pohonnya, entah sejak kapan ungkapan ini dikenal, tapi memang kerap banyak benarnya. Tokoh wawancara kali ini, dr. Ayuthia Putri Sedyawan, BMedSc., SpJP., FIHA pun demikian.
“Cita-cita menjadi dokter adalah cita-cita saya sejak kecil, karena kedua orang tua saya juga berprofesi sebagai dokter,” kata bungsu dari dua bersaudara pasangan Dr dr Edy Sedyawan MSc dan dr Jetty Sedyawan SpJP FIHA. “Saya sudah melihat kehidupan mereka, saya ingin seperti mereka, ingin jadi diokter,” katanya.
Perempuan kelahiran Jakarta, 19 Maret 1982 ini, mengikuti jejak ibunya mengambil spesialisasi jantung dan pembuluh darah. “Secara keilmuan saya suka, dan sangat logis. Spesialis jantung dan pembuluh darah ini, menurut saya keduanya sangat menarik. Kasus-kasus emergency dan kronis melihat dan mengobservasinya dari waktu ke waktu penuh dengan tantangan,” kata ibu dua anak ini.
Penyuka travelling dan pemilik prinsip hidup “Do your best, God will take the rest,” ini kerap menjadi pembicara di berbagai diskusi kesehatan. Ia menyampaikan pengetahuannya tentang penyakit jantung koroner (PJK) dengan bahasa yang mudah dipahami masyarakat dari berbagai kalangan.
Dr Ayuthia yang juga pengurus Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia Cabang DKI Jakarta (PERKI Jaya) menyampaikan tentang bahayanya PJK itu. Salah satunya mengenai angka kematian akibat sakit jantung coroner yang meningkat. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, angka kejadian penyakit jantung dan pembuluh darah semakin meningkat dari tahun ke tahun. Setidaknya, 15 dari 1000 orang, atau sekitar 2.784.064 individu di Indonesia menderita penyakit jantung.
Bahkan dari data PERKI, di seluruh dunia, PJK pada tahun 2020 menjadi pembunuh pertama tersering yakni sebesar 36 persen dari seluruh kematian, angka ini dua kali lebih tinggi dari angka kematian akibat kanker. Di Indonesia dilaporkan PJK (yang dikelompokkan menjadi penyakit sistem sirkulasi) merupakan penyebab utama dan pertama dari seluruh kematian, yakni sebesar 26,4 persen, angka ini empat kali lebih tinggi dari angka kematian yang disebabkan oleh kanker (6 persen). Dengan kata lain, lebih kurang satu diantara empat orang yang meninggal di Indonesia adalah akibat PJK.
Redaksi NyalaNyali.com menanyakan tentang perlunya menjaga Kesehatan jantung kepada peraih Cumlaude, Dean’s Merit Award (Melbourne University) dan Best Physcian Award (Garuda indonesia) itu, Berikut petikannya:
Apakah ada kecenderungan penyakit jantung coroner juga menyerang usia produktif atau usia muda?
Benar sekali. Jantung koroner tidak lagi dimonopoli usia tua.
Apa penyebabnya?
Lifestile atau gaya hidup tidak sehat atau kurang baik untuk Kesehatan. Biasanya karena kurang olahraga atau kurang gerak, merokok, kolesterol tingi, darah tinggi atau hipertensi, tingkat stress tinggi, diabetes atau gula darah tinggi. Penderita penyakit jantung koroner sudah bergeser, tidak lagi pada usia tua saja. Saat ini, usia muda tidak sedikit pula yang kena sakit jantung coroner ini.
Itu sebabnya kita harus menjaga lifestyle atau gaya hidup dengan lebih sehat. Banyak yang mengabaikan dengan mengonsumsi makanan kurang baik, kaya akan lemak, tinggi akan garam, tinggi kalori, kurang seratan. Dan Jangan lupa, merokok dalam bentuk apapun tetap menjadi salah satu risiko jantung koroner.
Penyebab lain?
Faktor risiko lain seperti gender atau jenis kelamin menjadi salah satu faktor risiko, selian juga usia dan genetik. Makin tinggi usia makiin tinggi pula faktor risiko, jika ada keturunan sakit jantung pun harus diwaspadai.
Bagaimana sih gejala yang dirasakan saat serangan jantung itu?
Gejala seperti nyeri dada di bagian kiri, yang tidak dapat ditunjuk satu jari, menjalar ke lengan, ke leher bahkan ke punggung, Atau, dirasakan sesak nafas yang hebat dan tiba-tiba mual, muntah, keluar keringat dingin yang sampai membasahi sekujur tubuh. Jika mengalami gejala seperti itu, kita perlu curiga, jangan-jangan kita mengalami serangan jantung.
Kalau itu terjadi, apa yang harus kita lakukan?
Jika itu terjadi, yang harus dilakukan tetap tenang, langsung ke rumah saki. Jangan menunda-nunda, karena kalau memang itu suatu serangan jantung waktu begitu penting. Begitu kita memperlambat kehadiran kita ke rumah sakit, makin besar kerusakan yang terjadi akibat tersumbatnya pembuluh darah koroner tersebut.
Lalu untuk mencegah sakit jantung koroner, apa yang bisa kita lakukan?
Ini yang selalu saya katakan kepada pasien-pasien, yaitu SEHAT,
Apakah itu?
S artinya seimbangkan gizi, E yaitu enyahkan rokok, H hadapi stres dengan baik tentu saja kita tidak dapat menghindari stres tapi kita harus bisa menghadapi stres dengan baik, A awasi tekanan darah, dan T teratur berolahraga.
Untuk olahraga, di masa pandemi begini susah juga, ya?
Tentu saja berolahjraga dengan tetap mengedepankan protokol kesehatan, jadi tidak boleh olahraga dengan berkumpuldan bergerombol apalagi di tempat keramaian yang kita nggak tahu kondisi kesehatan orang-orang tersebut bagaimana. Tetaplah kedepankan 3 M itu (mencuci tangan, menggunakan masker, menjaga jarak – Red).
Adakah olahraga khusus agar jantung sehat?
Olahraga untuk menjaga kesehatan jantung sebenarnya dilakukan minimal 150 menit per minggu, dibagi lima kali dalam seminggu, sekali olahraga cukup 30 menit. Dan bisa ditingkatan menjadi 300 menit per minggu.
Olahraga jenis apa?
Olahraga dengan intensitas yang ringan sampai sedang, jadi tidak perlu olahraga yang berat-berat.