NYALANYALI.COM – Menghormati Ibu tidak hanya di Hari Ibu saja tentunya. Bagaimana mungkin tak selalu mengingat perempuan yang mengandung, melahirkan, dan membesarkan kita ini. Bagaimana mungkin tidak menghargai perempuan yang selalu bersama dan memberikan nilai-nilai hidup sejak pertama mata membuka, sejak pertama kaki bisa melangkah, dan sejak pertama telinga bisa mendengar.
Surga di bawah telapak kaki Ibu, bukan sekadar kata-kata. Perempuan inilah yang kasihnya sepanjang jalan, tak hanya sepanjang galah.
Kerabat NyalaNyali.com mengungkapkan perasaannya tentang Ibu. Betapa berartinya Ibu bagi mereka dan kita:
Gon Toro
ASN – Siantar, Sumatera Utrara
“Ibu saya Sri Rahayu, 78 Tahun usianya saat ini. Seorang Ibu bagi saya adalah kunci pintu surga atas segala baktiku pada Ibu. Tak pernah lepas aku berdoa lima kali sehari agar beliau diberi kesehatan dan umur yang panjang agar kian lama baktiku dirasa. Secara fisik kami selalu berjauhan sejak masa sekolah hingga dewasa berumah tangga. Beliau di Boja, Semarang, Jawa Tengah sedang aku di Pematangsiantar Sumatera Utara. Namun aku menjag nya, merawatnya dan menyayanginya dari jauh dengan segenap jiwaku.
Bertelpon sekadar bertegursapa dan selalu meminta maaf, sambil memastikan apakah belanja online ku sudah pas sandal kesehatannya, sudah nyamankah sajadah sandarnya, sudah tepatkah meja portabel untuk peranti makannya. Dan juga memastikan apakah paket yang aku kirim jilbab, tas, vitamin, susu, cemilan sehat dan periodik transferan sudah sampai diterima dengan baik. Aku berbakti padanya dari jauh. Tak jarang kami terisak bersamaan saat saling bertelepon.
Sungguh, aku ingin terus memijat kakinya sambil bercerita banyak hal. Pengalaman beliau saat umroh, cerita masa lalu berjuang bersama karena bapak sudah tiada sejak aku kecil, cerita kondisi tetangga-tetangga terkini hingga cerita masa-masa yang akan datang.
Ibu saya tipe pendiam, tak pernah keluar kata-kata nasihat dari mulutnya. Selain pesan harus hati-hati dalam bekerja, yang sabar dalam berkeluarga dan jangan lupa salat lima waktu ditunaikan. Ibu perempuan yang tangguh, yang saya kenal.”
Gaby Arrieta Diandra
Wiraswasta – Jakarta
“Rini nama Ibuku. Ibu adalah wanita yang paling berarti dalam hidupku, wanita yang sangat tangguh, dan penuh kasih sayang. Ibu begitu perhatian dengan anak-anaknya, kedekatan kami pun bisa dilihat dari hari-hari yang dilalui, semuanya tidak lepas dari rasa kasih sayangnya.
Hal-hal yang biasa kami lakukan Bersama, memasak didapur dan ngobrol sambil menikmati teh hangat di waktu lIbur, sharing dalam segala hal, dan nonton bareng acara televisi kesukaan kami.
Kata-kata Ibu yang paling membekas itu adalah nasihatnya untuk kehidupan kami, Ibu selalu mengingatkannya setiap saat, seperti Ibu selalu khawatir kalau aku pulang kemalaman dan telat makan. Sayangilah Ibumu, turutilah perkataannya, karna Ibu selalu ingin yang terbaik untuk anaknya. Ibu adalah wonder woman-ku.”
Kumala Iman Dina
Praktisi Public Relations – Jakarta
“Ibuku, H. Irma Harziliya bagian dari jiwaku. Kita pernah bersama dalam satu tubuh. Hubungan tentu saja begitu dekat, lahir dan batin. Tanpa bicara atau ungkapan, kami saling mengerti, merasakan dan memahami. Kami berdua dulu membahasakannya, bahasa kami pakai bahasa mata. Kalau nggak bisa kontak mata, ya kontak mata dengan batin. Bicara dalam hati, akan terkoneksi. Kadang kami berdua tertawa setelahnya.
Banyak hal yang ingin terus saya lakukan bersamanya. Semua aktivitas sehari-hari, ibadah bersama. Salat jamaah, mengaji, menyiapkannya mandi, makannya, nemenin ngobrol, tidur, jalan-jalan, bercerita, bercanda bareng, ziarah ke makam ayah, mengangkatnya ke tempat tidur dan lainnya. Terutama waktu nemenin Ibu tidur, dia suka bercerita dari hati ke hati sambil memelukku sampai beliau tertidur.
Kata-katanya yang membekas dan selalu saya kenang adalah, “Selalu ada Allah (Tuhan) yang melihat dan menjagamu. Jangan pernah takut apapun, dan jalani apa yang kamu yakini itu baik dan benar.”
Saya ingin jika bisa, tetap seperti dulu, ketika beliau hidup, selalu minta doa dan ridhonya setiap aku melangkah, dan menjalani masa-masa kebersamaan dengnnya sehari-hari. Semua Alhamdulillah rasanya sudah lengkap. Tinggal menyempurnakan lagi.
Ibu begitu sempurna, layaknya Wakil Tuhan saja di dunia. Itu mungkin sebabnya ada kata-kata ridho Allah tergantung ridho Ibu. Dari seorang Ibu kita bisa tahu kedudukan beliau dimata sang Maha Khalik. Siapapun dan bagaimana beliau dan juga status seorang Ibu dan kepinterannya, dialah manusia satu-satunya yang Allah tunjukkan untuk mendapatkan ridho Illahi di dunia akhirat. Untuk mendapat segala kemudahan, keberkahan dalam menjalankan hidup.”
Emmy Maro
Aktivis sosial, pemilik Celyn Café di Mali – Alor, NTT
“Nama lengkapnya Susana Enggelina Maro Djaha. Dia Ibu saya. Biasa kami panggil Mama Engge, kalau dalam rumah kami, anak-anak panggil Ma Eng. Maro marga Bapak, Djaha marga lahir Mama.
Buatku mama seperti air. Saya tidak terlalu dekat dengan Mama, tapi sejak Papa meninggal, Mama seperti air buat saya, selalu ada dalam segala hal buat saya dan seperti penyegar jiwaku. Paling senang kalau ngobrol banyak hal dengan Mama, dan menemaninya ke salon walau hanya gunting rambut, karena bisa naik motor bareng keliling kota berdua.
Kata-kata Mama yang rasanya akan terus terkenang, “Jangan takut, jangan menyerah, harus bisa, dan sabar.” Dan buat saya, Mama adalah segalanya, dan segalanya adalah Mama.”
Amey Tjan
Karyawan swasta – Jakarta
“Meymey Tjan, nama Ibuku. Buat aku, Mama itu ibarat mesin ,ya, Mama adalah motor penggeraknya. Mama orang yang selalu memastikan segala sesuatunya berada tepat pada jalurnya. Beliau orang yang perfeksionis, jadi selalu memastikan semua sempurna. Aku dan Mama sama-sama suka coffee, kesIbukan masing-masing membuat kami jarang duduk ngopi atau ngeteh bareng sambil makan kue, hal kek gini kadang aku rindukan
Kata-kata mama yang paling membekas itu, “Jadi orang jangan seperti paku yang harus digetok dulu, harus ada inisiatif. Satu lagi, orang bodoh bisa belajar jadi pintar setidaknya menjadi tahu, tapi orang malas itu kartu mati sudah. Apalagi orang bodoh ditambah malas, sudah tidak tertolong lagi”.
Christo Korohama
Penulis, Wiraswasta – Larantuka, Flores Timur, NTT
“Ibu bagi saya pribadi seperti Tuhan di dunia. Tak ada yang tak mampu dilakukan oleh Ibu dalam segala keterbatasan manusiawinya. Saya dekat dengan Ibu yang selalu saya sapa dengan Mama. Dekat sekali. Teringat ketika hendak mencapai akhir hidupnya Mama menunggu saya, semua keluarga telah ada. Saya masih dalam perjalanan dari sebuah acara. Setelah tiba, saya menemuinya. Menciumnya, lalu Mama mengembuskan napas terakhir.
Selama hidupnya, saya biasa menemani dia membuat roti pada malam hari, untuk kemudian dijual keesokan harinya. Saat seperti ini adalah saat kami bercerita banyak hal. Saling curhat. Mama selalu mengatakan, “Lakukan semua hal dengan cinta, dan Tuhan akan selalu membantumu”. Kalimat itu selalu saya kenang.
Mama sudah tiada, kalau ini hari beliau masih ada, saya hanya ingin memeluknya dan bercerita banyak hal dengannya. Mama adalah cinta.”
Deasy Selvianti
Ibu rumah tangga, entrepreneur kuliner online – Bogor
“Gina Triyanti, nama Ibu saya. Bagi saya, Ibu adalah segalanya, wanita yang melalui raga dan dengan segenap jiwanya bersedia melahirkan saya ke ke dunia untuk melihat indahnya dunia. Saya memanggilnya dengan sebutan Mama. Karena bila tidak ada Mama, saya tidak akan hadir ke dunia ini. Hubungan saya dekat sekali, sampai kadang seperti sedang mengobrol dengan teman.
Banyak kegiatan yang kerap kami lakukan bersama, biasanya kami suka saling curhat, memasak bareng sambil ngobrol atau ngeteh bersama sambil bercerita.
Pesan Mama yang selalu saya ingat, “Pandai-pandai bersyukur atas semua anugerah dan rezeki yang Allah beri dalam hidup kita, dan rezeki itu bukan hanya dinilai sekadar materi.” Ibu adalah malaikatku.”
Nita Aradhani
Ibu rumah tangga – Jakarta
“Aku punya dua Ibu. Ibu kandung dan Ibu asuhku. Aku merasakan Ibuku adalah pengayomku. Dulu, aku tak begitu dekat dengan Ibuku, tak pernah sedekat ini sebelumnya, baru begitu dekat di hari tua beliau.
Aku ingat selalu bersama beliau, dalam setahun 3-4 kali menemani Ibu pulang ke Solo. Itu sudah tak bisa lagi kami lakukan karena Ibu sudah tiada. Hal yang ingin tetap aku lakukan dengannya adalah mengobrol dan mendengar tawa Ibu yang ceria dan bikin ketagihan dengarnya. Ibuku betul-betul sosok suju, super jujur.
Aku sangat bersyukur, dIbukakan hati dan Allah kabulkan doaku yang dalam beberapa tahun memohon untuk bisa merasakan yang namanya kangen, dan mungkin cinta? sama Ibu di usiaku sekarang ini. Tak habis-habis rasa syukurku Allah kabulkan doaku beberapa tahun sebelum Ibu berpulang.
Sekarang setelah beliau wafat, aku sangat bersungguh-sungguh mengusahakan mengunjungi makam ke 4 orang berharga dalam hidupku, Bapak Ibu kandung dan Bapak Ibu asuhku di Solo empat kali dalam setahun seperti yang selalu dilakukan Ibuku semasa hidupnya.”
Nyoman Sudara
Purna tugas Manager Administrasi Umum & Fasilitas Bidang General Affairs PT PLN (Persero) Unit induk DistrIbusi Bali – Denpasar, Bali
“Mendiang Ibu saya bernama Ni Kt Jabereg, beliau lahir 1925 dan wafat 1993. Ibu saya seorang perempuan istimewa, untuk itu bagi seorang anak apapun kesalahannya, seorang Ibu selalu bisa memaafkan. Ibu sangat dekat dan sebagai teman serta pelayan dengan hati, serratus persen dilakukannya dalam sisa umur yang menjelang renta saat itu.
Hal-hal apa yang ingin saya lakukan bersamanya, yaitu bercerita masa lalunya dengan bersemangat dan antusias, bagaimana dalam kekurangan membesarkan 11 anaknya, dengan tabiat serta karakter anak yang berbeda-beda. Sangat menarik, lucu dan berkesan, yang zaman sekarang jarang ada.
“Kamu tidak boleh malas dan miskin, karena dengan miskin pasti memberatkan orang lain, caranya hanya dengan sekolah, kamu punya pengetahuan dan pintar modal awal kamu tidak menjadi orang miskin,” itu pesannya yang selalu saya ingat sampai sekarang.
Jika Ibu masih ada hari ini, saya sangat ingin mengajaknya jalan-jalan ke mancanegara. Sayang sudah tak bisa terlaksana. Ibu saya sosok yang bersemangat, antusias, jujur, pantang menyerah, ulet, selalu tersenyum dalam kesusahan.”
Saraswati Wulandari
Wiraswasta properti, entrepreneur kuliner – Jakarta
“Urwaci nama Ibuku. Kalau bisa kusebut, duniaku ya Ibuku, karena karena Ibu yang kupanggil Mama dan cucunya memanggil Mama Uti itu adalah orang yang pertama-tama mengajarkan kita dalam segala hal.
Aku dan Mama sangat dekat dari dulu, bukan saja rumah kami berseberangan, tapi juga hampir setiap hari aku menjenguknya dan mengantarkannya saat ia kontrol ke rumah sakit.
Meski kondisinya tak seperti dulu karena kesehatannya, aku aku ingin sekali seperti dulu selalu bersama-sama memasak, berserita apa saja dan jalan-jalan. Mama selalu menyampaikan, “Harus jadi orang yang jujur, menjadi diri sendiri, percaya diri, selalu hormati orang yang lebih tua dari kita”.
Nilai-nilai ini yang akan terus kusampaikan kepada putriku: Anindya Ramandya Ratri Putri”
Anindya Ramandya Ratri Putri
Siswi kelas X, SMA Sumbangsih – Jakarta
“Sasraswati Wulandari, Mama Lala adalah Ibuku. Ibu adalah wanita yang hebat yang pernah kutemui di dunia ini. Ia yang membesarkanku, merawatku dengan ikhlas dan semua kerja kerasnya untukku yang tak bisa digantikan dengansiapapun dan apapun di dunia ini. Restu serta doa darinya yang sangat berpengaruh dalam hidupku.
Aku dan Ibuku cukup dekat, kami cukup sering bertukar cerita satu sama lain mengenai kehidupan kami masing-masing. Akhir-akhir ini kami juga sering nonton bareng di rumah.
Kami sering jalan-jalan, karena Ibuku masih suka jalan kesana kemari dibanding ayahku, jadinya aku suka he-he-he. AKu selalu kangen teriakannya memanggilku, “Deeeek….”. Mama Lala, pahlawanku.”
TIM REDAKSI NYALANYALI