Setiap manusia pasti memiliki kelemahan, namun bagaimana jikalau seseorang itu memiliki keterbatasan fisik yang pada akhirnya harus berjuang penuh untuk hidup. Dengan keadaan seperti itu memungkinkan untuk prustasi dan menyerah.
Berbeda dengan insan yang satu ini. Memiliki sebuah keterbatasan tidak membuatnya bersungut-sungut dan menyerah. Hidup selalu dipenuhi dengan rasa syukur serta tidak mudah menyerah dengan keadaan yang dialami. Dia adalah marta tambunan.
Marta Tambunan lahir dari pasangan suami istri, T tambunan dan T sianipar. Dilahirkan ke dunia dengan normal pada tanggal 23 Maret 1987 di desa Nagurguran Kecamatan Parsoburan. Pada umur 3 tahun ia menderita penyakit campak yang berakibat fatal terhadap penglihatannya. Penyakit ini membuat Marta tidak bisa melihat atau buta.
Anak ke-7 dari 9 bersaudara ini akhirnya menjalani aktivitas tanpa melihat. Menjalani hidup seperti itu membuat marta mampu menaklukkan dunia ini.
Pertama kali marta menginjakan kaki ke kota Medan untuk menempuh pendidikan formal pada tahun 1997. Sekolah yang dituju adalah Sekolah Luar Biasa Karya Murni A ( SLB KARYA MURNI A) . disekolah inilah Marta mencicipi pendidikan.
Tuhan memiliki sebuah rencana baik buat marta. Di SLB tempatnya mengasah ilmu, dia dipertemukan dengan guru yang tepat. Binton Panjaitan dan Ramlan Tarigan, demikian nama sang guru yang relawan itu. Ditangan guru inilah marta mulai dibentuk dan diarahkan kemampuan bakatnya.
Binton Panjaitan dan Ramlan Tarigan membawa Marta menginjak tanah empek-empek Palembang dalam kejuaraan Pekan Paralympic Pelajar Nasional (PEPARPENAS) . Dengan persiapan latihan yang sangat minim, Marta mampu mempersembahkan medali Perunggu dalam cabang Atletik lompat jauh untuk sumatera Utara ( SUMUT). Selang tahun antara 2004-2008, marta kembali beraktivitas seperti biasa di sekolah.
Keterbatasan dalam melihat tidak membuat marta berhenti untuk berprestasi. Peluang itu menghampirinya. tahun 2008 marta dipanggil untuk memperkuat SUMUT dalam event Pekan Paralypic Nasional ( PEPARNAS) di Kalimantan. Event PEPARNAS merupakan satu kesempatan baik untuk mengukir prestasi. Persiapan yang singkat dalam waktu 6 bulan, Marta terus berjuang walau lelah dan jenuh . Perjuangan itu tidak sia-sia, marta mampu mendulang 1 medali emas dan perunggu untuk SUMUT.
Marta saat diwawancarai mengatakan dirinya tidak pernah menyesali hidupnya . “ Aku tidak pernah lagi menyesali hidup ku walau tidak bisa melihat karena aku bisa melihat melalui mata hatiku,” ujarnya sembari tertawa terbahak-bahak. Baginya hidup bukan sekedar melihat secara kasat mata, tetapi mempersembahkan yang terbaik untuk bangsa melalui bakat dan talenta.
Tahun 2015 Marta kembali mengharumkan nama baik SUMUT dan Indonesia di event Asian Para games di Singapore. Dalam kesempatan ini, dirinya mampu menyabet Medali perunggu.
Walau demikian prestasi yang diraihnya cukup membanggakan, namun tidak pernah berpikir untuk menyombongkan prestasinya. Baginya prestasi adalah sebuah karya persembahan bagi bangsa ini.” Prestasi tidak perlu untuk saya sombongkan. Semuanya ini merupakan titipan Tuhan bagi saya sebagai karya yang dipersembahkan untuk bangsa ini” ujarnya dengan nada lembut.
Marta kembali meceritakan kisah hidupnya di kota medan.” Hidup bagiku di kota besar ini merupakan perjuangan yang harus kutempuh. Tinggal sendiri dan kemana-mana sendiri. Bukan berarti saya putus asa dan merasa terpinggirkan. Aku bangga dengan diriku,” kata dia.
Marta sering mengalami kejadian-kejadian lucu yang membuatnya menyesali kebutaanya. Seperti pada saat berjalan masuk selokan. Sebenarnya hal ini tidak terlalu serius baginya. Dalam hatinya sambil tersenyum mengatakan, “ waduh inilah kalau tidak bisa melihat, asyik jatuh keselokan aja”. Hal demikian tidak membuat marta menjadi pribadi yang mudah menyerah karena menurutnya kejadian itu sama sekali tidak berpengaruh bagi hidupnya.
Oktober 2019 ini menjadi tahun ke dua baginya mengikuti PEPARNAS ke XV di tanah legenda Bandung. Persiapan matang telah dia lakukan bersama Timnya. Menurutnya tahun ini menjadi tahun persiapan matang baginya. “ Latihannya yang cukup lama dan panjang membuat kami telah siap berlaga di kota Bandung,” katanya. Marta berharapa dalam kesempatan ini dia mampu memberi yang terbaik bagi Sumut. “ aku sangat berharap dalam event PEPARNAS, aku mampu memberi yang terbaik bagi Sumut. Doa dan dukungan masyarakat kota Medan sangat kami harapkan supaya nanti Tuhan memberikan yang terbaik bagi kami,” kata dia, berharap..
Marta menyampaikan sebuah pesan berharga bagi setiap insan. “ Jangan pernah menyerah dalam hidup sekalipun memiliki keterbatasan dan kelemahan. Keterbatasan kita jangan di buat alasan untuk tidak berbuat bagi bangsa ini. Tetaplah optimis dan semangat”. Pesannya sambil tertawa manis.
Saat ini Marta sedang ikut mengelola usaha panti pijat di daerah Martubung. Usaha ini dilakoninya bersama teman-temannya. Marta salah satu dari beberapa orang temanya menjadi owner usaha panti Pijat tersebut. (LS)
Naskah dan Foto: Lindung Silaban – Deli Serdang, Sumatera Utara
e-mail: lindungsilaban29@gmail.com
Buku #sayabelajarhidup ke-11: NUSANTARA BERKISAH 2 – ORANG-ORANG SAKTI (2019)