NYALANYALI.COM, Perjalanan – Ada banyak pilihan untuk menikmati Brugge, kota tua di Belgia ini; ikut city tour naik bis, berjalan kaki, menyewa sepeda, naik kereta kuda, atau berperahu. Jika ingin melanjutkan perjalanan dengan lebih santai, kereta kuda alternatifnya. Di depan Balai Kota tersedia andong berhias yang ditarik sepasang kuda yang gagah.
BACA:
Jalan-jalan ke Brugge (01): Sepenggal Venesia di Belgia
Kali ini saya ingin menikmati Brugge dari sisi berbeda. Ya. Saya memilih naik kapal untuk menikmati kanal-kanal Brugge yang indah ini. Tersedia beberapa tempat pemberhentian, namun yang paling terkenal adalah pemberhentian dekat Burg. Hanya butuh waktu 15 mernit untuk menunggu, dan kapalpun sudah berangkat meninggalkan dermaga.
Kapten kapal, pria setengah baya dengan senyum yang selalu mengembang itu menceritakan tentang Kota Brugge, sejarah gedung-gedung, jembatan, sampai pohon-pohon yang dilalui. Menikmati kota dengan menyusuri sungai ditemani kawanan angsa, benar-benar menjadi pengalaman tak terlupakan.
Kota tua ini bila dilihat dari kanal benar-benar molek.Pepohonan yang rimbun tampak menghiasi sepanjang kanal, ujung daunnya menyentuh air. Sementara angsa yang berenang kesana kemariseolah-olah tak terusik oleh perahu motor yang melinasinya. Sungguh romantis.
Grachten atau kanal memang menjadi ciri khas dan kebangaan Brugge, tak salah bila kota abad pertengahan Eropa yang masih terawat dengan baik ini ditetapkan sebagai World Heritage Sites oleh UNESCO.
Lokasi paling romantis lainnya yang tak boleh dilewatkan adalah ‘the lake of love’, letaknya di Minnewater. Dahulu kawasan ini merupakan bagian dari pelabuhan. Rumah-rumah dalam biara (biara Beguin ) ini mengelilingi sebuah taman dengan hamparan rumput hijau di sepanjang aliran sungai, dilengkapi pepohonan rindang yang menjulang, gemericik air sungai, kicau burung, dan desiran angin benar-benar menghadirkan kedamaian.
Jelang sore, selepas menikmati keindahan beberapa lokasi wisata andalan Brugge , saya putuskan untuk berjalan kaki untuk menikmati kota ini lebih lama. Jalan setapak nan sepi dengan bangunan tua disekelilingnya mengingatkan saya pada film In Brugge. Film yang dibintangi oleh Collin Farrel ini dinilai berhasil menyajikan keindahan Eropa dari sisi berbeda
Saat melintasi area pertokoan yang menjul kue dan coklat, terrcium aroma yang amat menggoda. Wanginya serasa memanggil setiap orang yang lewat untuk mampir. Inilah buah tangan paling popular disini, coklat asal Brugge memang berbeda. Tak hanya lezat, tapi juga sangat unik bentuknya.
Etalase toko-toko coklat disini mirip toko mainan, dengan aneka bentuk dan warna ditambah dekorasi nan menawan. Dan, dari sedemikian banyak toko cokelat di daerah tersebut, The Chocolate Line yang terletak di jalan Simon Stevinplein 19 menjadi yang terpopuler. Ciri khas lain dari Brugge adalah renda. Belgia menjadi salah satu yang mempelopori munculnya kerajinan tangan merenda atau denteleri ini di abad XV. Semula renda hanya dikenakan untuk leher baju, namun kemudian berkembang menjadi mode yang amat disukai oleh para bangsawan di masa itu. Kabarnya, Ratu Elizabeth I dari Inggris mengoleksi 3.000 baju renda asal Brugge, begitu pula dengan istri kaisar Prancis, Eugenie yang konon juga amat kesengsem dengan baju berenda berlabel “B” ini.
Banyak toko yang menjual renda dalam berbagai ukuran, dengan bermacam ornamen dan hiasan yang cantik Tetapi jangan Tanya harganya Banyak toko yang menjual renda dalam berbagai ukuran, dengan bermacam ornamen dan hiasan yang cantik. Tapi jangan ditanya soal harganya, karena semua dibuat dengan tangan harganya pun jadi selangit.
Selama menyusuri lorong-lorong ini, saya beberapa kali bertemu dengan kereta-kereta yang bergaya aristrokat lalu lalang ditarik kuda Eropa yang tinggi besar. Suara kakinya yang menggema hingga ke ujung-ujung lorong benar-benar membawa saya ke kehidupan berabad silam.
Sayang saya hanya punya waktu sehari menelusurinya. Keindahan kanap-kanalnya, belum lagi bau harum kue panggang yang mampir di hidung saat melintasi kedai kopi yang berserak di penjuru kota ini, sungguh luar biasa.
BACA JUGA:
Jalan-jalan ke Kairo (01): The Mother of World
Jalan-jalan ke Kairo (02): Jelajah Piramida Bertemu Sphinx Lihat Firaun