Jazz: Irama Semangat Pembebasan

NYALANYALI.COM,  Musik – Kapten John Smith, bukanlah legenda tanpa juntrung. Ia muncul sebagai salah seorang penjelajah Dunia Baru (Amerika) di abad pertengahan. Kapten asal Inggris itu lebih banyak dikenal sebagai sosok penting dalam kisah klasik Pochahontas. Namun, kiprahnya sebagai kartografis yang senang bermusik menjadi cikal hadirnya musik jazz di gendang telinga sampai saat ini. Meskipun tak secara langsung.

Nah, kehadiran orang-orang negro ke Amerika khususnya di wilayah Utara tak bisa dipisahkan dengan kiprah Kapten John Smith itu. Pada 1589, ia membawa 20 budak dari Afrika Barat ke James Town, yang 30 tahun berselang dikenal dengan Virginia. Mereka menjadi nenek moyang negro Amerika di Virginia.

Para budak dari Afrika, khususnya Kongo di Virginia kemudian berkembang pesat. Asimalasi budaya terus berkelanjutan. Di segala lini kehidupan. Termasuk dalam bermusik. Jazz, menjadi salah satu bentuk ungkapan kreasi “rintihan sekaligus kebebasan” jiwa para budak yang tersia-sia. 

Jazz identik dengan musik etnik negro Amerika. Banyak yang paham dengan hal itu. Saat mereka terbebas dari perbudakan di pertanian-pertanian Amerika bagian selatan, sebagian dari mereka menemukan sisa-sisa alat musik yang ditinggalkan korps musik angkatan bersenjata konfederasi. Spontan mereka memainkannya, tentu saja bunyi yang keluar jauh dari standar musik akademis.

Apakah itu sumber musik jazz? Tak ada yang betul-betul myakininya. Beragamnya sumber dan pengaruh yang saling-silang membuat defenisi sumber musik jazz makin ruwet dan kompleks.

Bisa jadi jazz merupakan perkawinan antara musik etnik dari Afrika Barat dan Afrika Tengah, yang sudah bercampur dengan musik para majikan yang membawa mereka ke Amerika, antara lain musik bertradisi Italia, Spanyol, Prancis, Inggris, Jerman, Belanda, Irlandia. Kemudian, di Amerika sebagai koloni baru berbaur dengan segala macam tradisi musik, baik yang popular (folk, komedi, minstrel, street band, musik dibar/teater, ragtime, dixieland, gospel, zedeco, terutama blues) maupun yang spesifik (marching band militer, work song, lagu masa panen, nyayian spiritual, musik Karibia, dan Hawaii) memang menjadi sulit membuat paparan yang sederhana.

Adonan yang “aneka rasa” itu justru memperkaya jazz sebagai aliran musik yang akomodatif. Posisi jazz juga spesifik, sering tak sepenuhnya diterima sebagai musik serius terutama oleh orang-orang yang terlalu fanatik terhadap musik klasik, meskipun kenyataanya tak sedikit komposer besar klasik mencipta dalam tema jazz antara lain George Gershwin dengan Rhapsody in Blue-nya. Sebaliknya beberapa  komposer jazz menghasilkan karya setingkat karya klasik seperti yang ditelurkan salah seorang dedengkot jazz: Edward Kennedy “Duke” Ellington (antara lain lewat Second Sacred Concert).

Kalangan musik etnik, justru lebih mudah “menerima” jazz. Musik India, Jepang, gamelan Jawa, Afrika, serta jenis musik lainnya yang biasa disebut orient sebagai musik tradisional yang banyak mengandung unsur improvisasi dan sinkopasi, seperti jazz.

Fenomena “World Music”, satu cara berekpresi dalam musik yang mengambil sumber dari seluruh dunia, dua dasa warsa terakhir membuat perbedaan dalam aneka jenis musik sudah mencair. Semua saling mempengaruhi. Jazz, salah satunya.

PUNTO DEWO & URRY KARTOPATI

Sumber: Majalah MANLY

Bagikan :

Advertisement