NYALANYALI.COM – Tujuhpuluhlima tahun Hari Guru Nasional sudah diperingati. Para pendidik dan pengajar di seluruh penjuru Tanah Air berupaya memberikan yang terbaik bagi anak didiknya. Tak sedikit persoalan yang dihadapi para penerus Ki Hajar Dewantara ini, baik di kota maupun daerah-daerah terpencil. Terlebih di masa pandemi Covid-19 saat ini, kendala tak sedikit ditemui para guru.
Curahan hati para guru selayaknya perlu diberi tempat. Beberapa guru dari berbagai daerah ini mengungkapkan kisah suka dukanya.
“Saya Sebagai Guru yang sudah mengajar selama 17 tahun. Sepanjang pandemi Covid 19 ini, maka sejak itu pembelajaran dilakukan di rumah. Anak-anak tidak diperbolehkan datang ke sekolah. Guru-guru demikian pula. Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) atau pembelajaran Dalam Jaringan (Daring) mengharuskan peserta didik mendapat materi pelajaran dan tugas melalui media elektronik, antara lain handphone.
Hanya handphone android atau smartphone yang memiliki aplikasi Whats app atau google classroom saja yang bisa dipakai. Bagi peserta didik yang mampu, sebuah handphone android itu mungkin mereka sudah miliki, tetapi bagi siswa yang belum mampu jangankan ponsel android, ponsel biasa saja orangtua mereka belum mampu membelinya. Situasi seperti inilah yang menjadi salah satu penyebab pembelajaran daring agak terganggu.
Bagi guru mengajar Daring ada juga Sukanya, karena kami tidak perlu repot-repot berangkat pagi sekali ke sekolah, cukup di rumah, duduk di depan meja dan memberikan materi pelajaran. Tetapi kegiatan ini sangat membosankan, dan pastilah peserta didik juga merasa bosan. Kami sebagai guru sangat merindukan berinteraksi langsung dengan peserta didik. Kami merindukan suasana pagi menyambut mereka di pintu gerbang, kami merindukan suasana dalam kelas.”
***
“Menjadi seorang pendidik atau guru merupakan pekerjaan yang sangat mulia, unik, dan mengasyikkan sebab menjadi guru memerlukan keahlian khusus yakni harus menguasai materi, kelas, dan memahami karakter setiap siswa. Semua itu membutuhkan ketelitian, pemahaman, dan kesabaran maka sudah sepantasnya jika guru disebut sebagai “pahlawan tanpa tanda jasa” sebab semua orang hebat berkat jasa guru. Yang paling menyenangkan dan mengasyikkan saat kita mengajar, anak-anak antusias, cepat tanggap sehingga anak terkesan dengan apa yang dipelajari.
Kadang, ada juga anak-anak yang kurang memperhatikan, suka iseng mengganggu teman dan asyik bermain sendiri pada saat proses pembelajaran sehinggaa menghambat proses belajar mengajar di kelas, hal seperti ini sangat membutuhkan kesabaran yang ekstra karena sudah menjadi kewajiban kita sebagai seorang pendidik. Keberhasilan pendidikan tidak bisa dilihat dari sebelah pihak akan tetapi keberhasilan pendidikan ditentukan oleh kemampuan guru dan siswa.”
***
“Saat pandemi ini, sebenarnya lebih banyak dukanya. Untuk BDR/daring dengan berbagai macam latar belakang orangtua dan siswa, tidak cukup. Bagaimanapun pengajaran kita masih memerlukan tatap muka langsung.
Saya ingat saat kecil, guru itu seperti pahlawan super, bisa apa saja, hebat di depan kelas, tanpa cela, bicara selalu dicerna. Guru dulu adem ayem tentrem, tidak ada keluh kesah, karena tugasnya murni untuk transfer ilmu kepada siswa siswa
Guru sekarang berbeda, tugas pokok menjadi sampiran, tugas lain yang jadi andalan. Apa daya dalam keterbatasan, hanya bisa berdoa. Semoga guru kembali ke tugas asal, mengajar di depan kelas, menyambut senyum anak bangsa dengan ikhlas.
Dan yang paling menyakitkan jika ada kata-kata guru di masa pandemi makan gaji buta, itu membuat kami sangat sedih. Kenyataannya, malah energi kami lebih terforsir di masa pandemi ini daripada saat keadaan normal. Kami harus bisa standby 24 jam.”
***
“Sepanjang pandemi ini, secara pribadi saya merasa lebih kreatif dan inovatif karena pembelajaran dilakukan dari rumah. Dan, dukanya kalau menurut saya tidak dapat bertatap muka secara langsung kepada murid hanya berinteraksi melalui smartphone, serta mempunyai kendala ada sebagian murid yang tidak bisa berinteraksi dengan saya karena orang tuanya tidak mempunyai handphone karena memang berasal dari keluarga yang tidak mampu, ada juga sebagian murid yang tidak mempunyai sinyal Internet ataupun keterbatasan kuota Internet.”
****
“Saya ingat benar, pada 16 Maret 2020 tanpa persiapan apapun semua sekolah di Ponorogo untuk sementara waktu tidak diperbolehkan untuk belajar tatap muka. Saya berpikir mungkin ini hanya beberapa saat saja. Satu bulan kemudian turun SK Bupati Ponorogo yang memuat bahwa sekolah masih tidak diperbolehkan tatap muka. Kemudian turun SK-SK berikutnya yang tidak memperbolehkan tatap muka sampai libur semester 2 tiba. Dan sampai saat tahun ajaran baru tiba, kami belum diperbolehkan untuk memulai tatap muka.
Lalu, bagaimana pembelajaran pada saat tidak tatap muka? Dengan daring kadang juga luring untuk memberi materi pada anak didik. Sebenarnya sebagai seorang guru, pembelajaran model daring agak sukar dilaksanakan. Banyak kendala yang dihadapi. Misalnya anak tidak punya handphone karena ponsel biasanya dibawa orangtua, sering anak tidak mempunyai paketan pulsa, sinyal di tempat anak tidak bagus,dan lainnya. Selain itu cara menyampaikan materi pada anak juga jadi sangat terbatas. Secara psikologis pendekatan kepada anak jadi sangat kurang, karena tidak bisa bertemu dengan anak didik secara intens. Semoga semester 2 tahun pelajaran 2020/2021 kami bisa kembali tatap muka.”
***
“Sejak diadakan pembelajaran jarak jauh (PJJ), semua siswa dan guru belajar dengan menggunakan teknologi. Bagiku PJJ ini membosankan. Karena mengajar dengan berhadapan siswa dalam layar. Serasa hampa. Dulu bisa tertawa dan belajar sambil bermain bersama siswa, kini semua itu tiada. Namun ada sukanya bagiku. Sejak pandemi ini, aku belajar banyak hal. Mulai dari berbicara di depan kamera, merekam sendiri videonya, mengedit video hingga menyusun pembelajaran dengan sistem digital. Aku sebagai guru berperan sebagai aktor, sutradara sekaligus editing. Ini pelajaran berharga bagiku. Kelak ini menjadi cerita pada anak cucu kita.”
***
“Ketok pintu terdengar keras, sesaat bayang lekaki kurus tampak kusut. Kubuka pintu dan kusapa untuk mau masuk dan duduk. Beberapa saat diam tertunduk, bibir itu berkata pinjam uang untuk bayar buku LKS anaknya di kelas 3 SMP. Ingat siang tadi sempat minta anak-anak melunasi buku karena sudah hampir akhir semester. Dan ternyata satu di antara anak itu tetanggaku yang kini tampak lesu di depanku. Wajah ini malu, hati ini sendu karena aku menikmati dari kesusahan orang di sekitarku. Mulailah aku tidak mengenal lagi buku LKS yang hanya nikmat sesaat. Sampai purna tugas pun aku mau buat lembar kerja bersama anak didikku. Hati ringan pikiran terang tak terbeban rasa dari kesusahan tetangga.”
***
“Sebagai pengajar di masa pandemi ini, saya mengalami berbagai macam tantangan, mulai dari kesiapan sekolah daring, koordinasi dengan siswa dan orang tua wali juga dengan kelengkapan penilaian siswa. Terutama karena saya mengajar mata pelajaran Seni Budaya yang kegiatan belajar mengajar meliputi pengetahuan, keterampilan dan penilaian praktik, dalam hal ini saya mengalami kesulitan mengukur kemampuan siswa.
Jika dapat disebut sebagai keuntungan, maka kemampuan siswa dalam mengikuti pembelajaran daring merupakan keuntungan tersendiri, siswa menjadi mampu menggunakan aplikasi belajar.”
***
“Pandemi, Dia ada dan nyata, karenanya kita harus berjarak
Meski pembelajaran harus tetap terserap
Namun raga kita tak dapat lagi duduk saling menghadap
Kau disana, Aku di sini, tiada lagi tawa yang kocak, kelas terasa sunyi dan senyap
Aku penuh harap, untuk pembelajaran yang bisa saling bertatap
meski harus mengikuti protap
Profesi guru panggilan jiwa, meski diberi gelar pahlawan tanpa tanda jasa
Guru pekerjaan mulia, mencetak generasi, untuk terus berkarya
Jasamu tiada tara
Guru memiliki banyak suka, canda
Juga ada kasih dan cinta, Meski terkadang ada duka yang menyerta
Namun duka berubah menjadi suka tatkala melihat mereka
Menjadi Insan yang taat, Berkepribadian yang kuat
Penuh rasa tanggung jawab , memiliki banyak sahabat
Prestasi yang mencuat Bahkan bisa duduk merapat untuk menjadi teman curhat
Meski ada duka di sana
Saat saat melihat mereka kecewa dengan belum tercapainya memenuhi standar yang ada
baik untuk mencapai angka angka
maupun perguruan tinggi yang diinginkannya untuk menggapai asa
Bagiku hanya ada dua profesi dimuka bumi
Guru dan bukan guru.”
***
“Suka duka menjadi guru pada saat pandemi Covid-19, senang lihat anak anak semangat memperhatikan dan aktif, pada saat menjelaskan lewat virtual. Dan, sedihnya pada kondisi pandemi, melihat anak-anak haus akan keingintahuan “mengapa?”, “kenapa?” karena untuk materi kimia tentu banyak yang ingin diketahui anak didik.”
***
“Suka duka menjadi guru, lebih banyak suka dibanding duka. Suka jika apa yang diajarkan diterima siswa dengan baik, mereka bersemangat sekolah, antusias, itu sudah menjadi obat hati untuk saya. Dukanya jika siswa tidak rukun dalam kelas, ada siswa yang tersisih atau berkelahi antar siswa. Pernah mengajar 62 siswa satu kelas dan saya sendiri wali kelasnya. Kalau sudah jenuh, anak-anak saya ajak nyanyi atau ice breaking agar suasana kembali cair.”